SOLOPOS.COM - Maulwi Saelan (Istimewa/historia.org)

Maulwi Saelan, ajudan terakhir Presiden Soekarno di ujung Orde Lama, meninggal dunia.

Solopos.com, JAKARTA — Mantan Ketua Umum PSSI periode 1964-1970 yang juga mantan ajudan Presiden Soekarno, Maulwi Saelan, meninggal dunia di Rumah Sakit (RS) Pertamina Jakarta, Senin (10/10/2016), setelah sebelumnya menjalani perawatan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Iya, barusan saya mendapatkan kabar,” kata mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Moeldoko saat dimintai konfirmasi media, dikutip Solopos.com dari Okezone.

Dikutip Solopos.com dari Wikipedia, Maulwi Saelan yang lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 8 Agustus 1926, adalah salah satu pemain sebak bola legendaris dan juga pejuang kemerdekaan Indonesia. Ia juga pernah menjadi salah satu ajudan pribadi Presiden Soekarno. Selain itu, dia dikenal juga sebagai pendiri Taman Siswa Makassar.

Maulwi Saelan merupakan anak Amin Saelan, tokoh nasional di Makassar dan pendiri Taman Siswa di kota itu. Dia bergabung dengan tim nasional Indonesia era 1954-1958. Dia berkontribusi besar dalam keberhasilan Indonesia menembus empat besar Asian Games 1954 dan meraih medali perungggu di Asian Games 1958.

Salah satu penampilan heroik Maulwi adalah ketika menghadapi Rusia di Olimpiade Musim Panas 1956 di Melbourne, 17 November 1958. Indonesia kala itu berhasil menahan imbang Uni Soviet yang merupakan salah satu tim terkuat Eropa dan dunia. Sebagai kiper, Maulwi Saelan berjibaku menahan gempuran Igor Netto, Sergei Salnikov, dan Boris Tatushin. Skor 0-0 bertahan hingga akhir pertandingan.

Karena saat itu belum ada aturan adu penalti, maka pertandingan pun diulang 36 jam kemudian. Tim Indonesia yang sudah dalam kondisi pincang karena dua pemain cedera pada pertandingan pertama, akhirnya kalah raksasa Eropa Timur tersebut dengan skor 0-4.

Dikutip sebuah artikel di Sukarno.org dari Kompas, di luar lapangan sepak bola, Saelan adalah pahlawan revolusi fisik. Dia sudah ikut dalam pasukan Indonesia pada usia 20 tahun melawan pasukan NICA pimpinan Westerling yang mengagresi Indonesia. Bahkan, kakaknya, Emmy Saelan, kakak Maulwi, gugur ketika Belanda menyergap Robert Walter Monginsidi (yang kemudian dijatuhi hukuman mati).

Seusai perjanjian Linggarjati yang hanya mengakui Republik Indonesia berkuasa di Madura, Jawa, dan sebagian Sumatera, Maulwi hijrah ke Jawa dengan perahu dan meneruskan perjuangannya bersama rekan-rekannya. Di Jawa, Maulwi bertempur di Malang selatan.

Peran itulah yang membawanya menjadi Wakil Komandan Yon VII/CPM Makassar. Pada 1958, saat Indonesia telah lepas dari Belanda, dia berjumpa Bung Karno di Pare-pare, Sulawesi Selatan. Bung Karno mengenalnya karena perannya di timnas Indonesia yang berlaga di Olimpiade Melbourne.

Maulwi pun dipanggil ke Jakarta untuk bergabung denhan Resimen Tjakrabirawa yang dibentuk pada 1962. Maulwi ditunjuk sebagai kepala staf. Saat peristiwa G30S, dia menjadi wakil komandan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya