SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Hidup berpindah-pindah kerap dijalani Candra Malik bersama keluarganya. Berbeda dengan kebanyakan orang yang pindah lantaran pertimbangan pekerjaan, Gus Candra dan keluarganya justru pindah setelah mendapat  isyarat Tuhan.

Begitu juga ketika ia mendengar isyarat Tuhan untuk pindah ke Jakarta. Tanpa banyak pertimbangan, ia memutuskan mengosongkan rumahnya di Solo dan menutup Kafe Priyayi miliknya di kawasan Jl Bhayangkara, Solo.

Promosi 204,8 Juta Suara Diperebutkan, Jawa adalah Kunci

“Rumah tidak jadi perhatianku, mau tinggal di mana pun tidak masalah. Malah saya dan keluarga sekarang punya rencana akan pindah ke Bali. Rumah di Solo masih tapi digunakan sebagai basecamp santri luar kota yang akan ke Pesantren Segoro Gunung,” terangnya kepada Espos, Minggu (17/6).

Bagi Gus Candra, materi bukanlah perhatian apalagi menjadi tujuan. Selama ini, ia termasuk orang yang tidak pernah memikirkan materi. Walau memiliki buku bank namun ia tidak pernah mengetahui isi rekeningnya. Ia beralasan seorang sufi tidak butuh uang, sebaliknya uanglah yang membutuhkan sufi. Konsep itu menurutnya juga bisa diterapkan setiap orang.

“Berbicara uang dan lainnya berarti bicara konsep ketiadaan. Manusia itu selalu mencari yang tidak ada. Ketiadaan ketika sudah ketemu berarti ada. Makanya berapa pun uang masuk kantong pasti kurang,” tukasnya.

Kendati uang atau materi tidak menjadi perhatiannya, Kepala Biro Budaya dan Sastra Aliansi Jurnalis Independen (AJI) tersebut nyaris tidak pernah kekurangan materi. Dengan mudah ia bisa membeli barang dan kebutuhan rumah tangga hingga membelikan mainan untuk anak-anaknya. Hal itu pula yang mengusik perhatian rekan-rekannya lantaran ia dinilai tidak memiliki pekerjaan pasti dan hidupnya absurd sekali.

“Sesungguhnya tidak ada yang absurd. Kalau orang lain bekerja misalnya di perusahaan A, dia mungkin tidak pernah bertemu bos besarnya tapi setiap bulan dia tetap mendapat gaji. Bedanya perusahaan bos besar saya itu alam, gajian saya setiap waktu,” ungkapnya.

Menjawab rasa penasaran Espos, Gus Candra mengaku pekerjaannya menyiarkan cinta kasih, iman dan menyadarkan orang bahwa ada Tuhan di antara kita.  Tapi ia menegaskan bukan tipe orang yang menjual ayat-ayat Tuhan karena semua itu tidak ternilai.

Kepada keluarganya, Gus Candra tak lupa menerapkan prinsip ekonomi. Hanya saja, selama ini ia selalu mengarahkan anak-anaknya untuk meminta sesuatu kepada Tuhan. Ia sering mengatakan, “Kalian salah kalau meminta kepada ayah. Ayah ini manusia biasa, berusaha saja belum tentu berhasil hla kok dimintai?” ujarnya.

“Terus kalau minta bagaimana?” lanjutnya menirukan pertanyaan anak-anaknya.

“Mintalah ke Allah,” jawabnya sekaligus menanamkan ajaran tauhid kepada anak-anaknya.

Manusia akan sempit  ketika pandangannya tidak luas. Pada akhirnya semua tergantung orientasi masing-masing. Orang yang orientasi hidupnya uang, hidupnya digunakan untuk mencari uang. Orang yang orientasinya cinta, segala sesuatu dilakukan untuk cinta dan orang yang orientasinya Tuhan, segala sesuatu dilakukan untuk Tuhan.

Begitu juga dengan aktivitasnya saat ini yang tidak bisa dipisahkan dengan Twitter merupakan bagian dari menebarkan cinta kasih. Ia termasuk orang yang rajin membuat kicauan dengan hashtag #FatwaRindu dan #Seucap. Follower akun @candramalik mencapai 19.000. Selain itu, ia mengelola akun Twitter @SufiKota yang difokuskan pada tema sufisme.

“Setiap hari saya juga tidak lepas dari Blackberry, banyak orang yang konsultasi mulai masalah keluarga, politik, agama hingga skripsi. Semuanya selalu saya usahakan balas,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya