SOLOPOS.COM - Ilustrasi rel kereta api (JIBI/Solopos/Dok)

Warga Kadipiro, Solo, menolak menandatangani berita acara sosialisasi proyek kereta bandara.

Solopos.com, SOLO — Sosialisasi persiapan pembangunan jalur kereta api Bandara Adi Soemarmo-Stasiun Solo Balapan diwarnai aksi penolakan warga Kadipiro, Kecamatan Banjarsari, Solo, yang bakal terdampak proyek tersebut.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Warga menolak menandatangani berita acara sosialisasi yang digelar di aula STIKES PKU Muhammadiyah Solo, Senin (4/9/2017) malam, itu lantaran materi sosialisasi dianggap belum matang. Belum ada kejelasan nilai ganti rugi dalam proyek tersebut. (Baca: Pembebasan Lahan Jalur Kereta Kereta Bandara Ditarget Rampung Oktober)

Berdasarkan pantauan Solopos.com, sosialisasi diikuti 120 warga pemegang sertifikat hak milik (HM). Hadir dalam forum tersebut pejabat PT Kereta Api Indonesia (KAI), Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim) Jateng, Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan perwakilan Pemkot Solo.

Ekspedisi Mudik 2024

Sosialisasi diawali paparan secara umum kepada warga tentang rencana proyek jalur kereta bandara. Dalam sosialisasi itu disebutkan warga terdampak akan didata dan lahannya diukur serta diberi kompensasi.

Interaksi berupa tanya jawab juga diadakan. Dalam sesi tersebut sebagian besar warga mengaku masih kebingungan terkait lahan yang bakal terdampak jalur kereta api tersebut.

“Kami minta ada penjelasan berapa lahan yang akan kena. Sampai sekarang belum ada kejelasan apa-apa,” kata warga RT001/RW007 Kadipiro, Riyadi.

Warga lain, Sumanto, juga masih kebingungan lantaran belum jelasnya proyek pembangunan kereta bandara. “Kita minta kejelasan berapa lahan yang kena, kanan berapa dan kiri berapa,” katanya.

“Selama ini kami mendapatkan informasi itu simpang siur. Apakah tanah saya itu kena atau tidak. Kalau iya, kapan eksekusinya itu semua belum jelas. Untuk itu kami minta penjelasan segamblang-gamblangnya,” imbuh Joko Mulyadi, warga RT 001/RW 021 Kadipiro.

Selain informasi yang masih kabur, warga resah karena data yang disampaikan dalam sosialisasi masih rancu. Bisa jadi ada warga yang terdampak namun tidak diundang dalam sosialisasi. Tetapi warga yang rumahnya berjarak lebih jauh dari rel mendapatkan undangan.

Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Yuwono, mengatakan Badan Pertanahan Nasional (BPN) akan mengukur lahan yang terdampak proyek kereta bandara. Selain itu nanti juga ada tim appraisal yang menilai lahan, bangunan, serta tanaman terdampak kereta bandara.

Ia pun memaparan sesuai roadmap luasan lahan ideal untuk pembangunan satu lajur rel kereta api yaitu 5,7 meter dari as track (titik tengah lajur) di Rumaja (Ruang Manfaat Jalur), ditambah 6 meter Rumija (Ruang Milik Jalur Kereta Api), dan 9 meter Ruwasja (Ruang Pengawasan Jalan). “Tapi ini nanti yang digunakan hanya 5,7 meter plus enam meter dari as track,” paparnya.

Meski sudah diketahui luasan lahan yang dibutuhkan, tim belum dapat memastikan posisi lahan yang akan dibebaskan. Menurut Yuwono, harus dilakukan berbagai tahapan untuk dapat menentukan ketepatan lahan terdampak. “Jadi kita belum tahu lahan siapa saja yang kena. Itu nanti pemetaan dan pengukuran akan dilakukan BPN,” katanya.

Pemetaan dan pengukuran BPN dilakukan setelah Gubernur menerbitkan ketetapan terkait lokasi jalur KA. Diperkirakan untuk menyelesaikan tahapan itu diperlukan waktu hingga tiga bulan. Mendengar jawaban tersebut, suasana semakin memanas.

Warga merasa sosialisasi belum menyentuh pada kepastian lahan mana saja yang terdampak dan besaran ganti ruginya. Padahal warga berharap sosialisasi memberikan kepastian proyek kereta bandara.

Puncaknya, saat acara diakhiri pukul 23.00 WIB, panitia meminta warga menandatangani berita acara sosialisasi. Berita acara tersebut sebagai dasar laporan kepada Gubernur untuk menetapkan lokasi jalur kereta bandara.

Dalam berita acara itu salah satu poinnya juga berisi pernyataan warga menyetujui rencana pembangunan jalur kereta api bandara. Namun warga menolak menandatangani berita acara tersebut.

“Kami belum mengetahui, mau dihargai berapa tanah kami oleh pemerintah. Kalau sudah disuruh tanda tangan, bagaimana nasib kami kalau ke depan ada apa-apa,” kata Sobirin, warga RT 005/RW021 Kadipiro.

Dia khawatir tanda tangannya diklaim sebagai persetujuan atas tawaran pemerintah. Ketegangan warga dapat diredam setelah Kepala Bagian (Kabag) Pemerintahan Setda Kota Solo, Hendro Pramono, mengatakan tidak akan memaksa warga menandatangani berita acara. Namun, ia meminta persetujuan warga terkait rencana pembangunan kereta bandara.

“Yang penting panjenengan setuju nggih dengan rencana pembangunan ini? Nanti tidak usah tanda tangan, tetapi presensi panjenengan biar dipakai sebagai lampiran berita acara nggih? Setuju?” katanya yang dijawab setuju oleh seluruh warga.

Kasubag Ketenteraman dan Ketertiban (Trantib) dan Pertanahan Provinsi Jawa Tengah, Hariyono Bambang S., mengatakan tidak mempersoalkan penolakan warga tersebut. “Sudah ada persetujuan lisan itu sudah cukup buat kami. Nanti daftar hadir dijadikan lampiran berita acara,” katanya.

Menurut dia, berita acara hanya menjadi bukti konsultasi publik terkait proyek kereta bandara sudah diselenggarakan. Selain itu, juga sebagai patokan Gubernur menerbitkan ketetapan terkait lokasi jalur KA.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya