SOLOPOS.COM - Ilustrasi memasak pakai kompor listrik. (Freepik.com)

Solopos.com, JAKARTA – Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna, menyarankan masyarakat segera beralih ke kompor listrik atau induksi.

Menurut dia, pasokan listrik di Pulau Jawa over supply, namun harga listrik saat ini tidak menerapkan prinsip ekonomi sehingga harga tidak turun. Padahal, kalau mengikuti hukum ekonomi, bila pasokan berlebih maka tarif listrik akan turun atau jauh lebih murah.

Promosi Sambungkan Senyuman, Telkomsel Beri Bantuan Paket Data & Obat-Obatan di Demak

Dikatakannya, kontrak untuk listrik ada standar operasional prosedur (SOP) tersendiri dan menjadi beban tersendiri untuk Perusahaan Listrik Negara (PLN). Menurutnya, pembayaran listrik masyarakat saat ini justru dibantu oleh pemerintah dengan dana APBN, sehingga menjadi beban pemerintah.

“Harga listrik tidak mengikuti hukum ekonomi, kontrak untuk listrik ada SOP, dan menjadi salah satu beban buat PLN, kalaupun melihat harga listrik, masih ada harga yang jauh dari harga PBB, karena ditutupi oleh pemerintah atau APBN,” kata Feby Misna dalam Talk Show bertema “Kesiapan Energi Terbarukan dan Nuklir dalam Mendukung Pencapaian Net-Zero Emission” yang digelar Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan di Jakarta seperti dilansir dari Bisnis.com, Senin (24/10/2022).

Ekspedisi Mudik 2024

Baca Juga: Ini Beda Motor Listrik dan Sepeda Listrik

Feby menuturkan bantuan dari pemerintah membuat harga listrik tidak terlalu besar. Kondisi keuangan PLN juga akan menjadi lebih baik, meski hal itu menjadi beban untuk pemerintah.

Sementara itu, Anggota Akademisi Dewan Energi Nasional Agus Puji Prasetyono, mengatakan listrik mahal atau tidak tergantung keuangan masyarakat. “Kalau kita bicara masalah listrik mahal atau tidak itu tergantung kita punya uang untuk bayar listrik atau tidak. Pertama, adalah harga listrik harus sesuai dengan GDP [gross domestic product] kita, GDP kita bisa mengikuti harga listrik jika demand energi ada,” kata Agus.

Menurutnya, ada tiga tahapan dalam kemajuan energi yaitu, resource driven, efficiency driven dan innovation driven. “Resource driven, kita men-drive kemajuan negara dengan menjual sumber daya alam, lalu berdasarkan efficiency driven dan innovation driven, yaitu bahan mentah menjadi barang jadi, nilai tambah ada, demand akan tumbuh, sehingga pendapatan perkapita kita akan meningkat, sebenarnya itu yang menjadi cita-cita kita dengan pertumbuhan ekonomi yang 6 persen tahun 2035, keluar dari middle income trap,” lanjut Agus.

Baca Juga: Jajaki Kerja Sama, Bos Hyundai asal Korea Selatan Temui Wali Kota Solo Gibran

Disebutkan, yang menjadi kunci bahwa GDP naik adalah dengan mengimplementasi innovation driven. Pembangkit listrik pun harus jalan untuk membantu industri, dan energi yang sudah cukup perlu adanya inovasi untuk mendapat nilai tambah. “Pembangkit harus jalan untuk membantu industri, stabil, kuat, andal, dan harus kita upayakan sekarang, jika energi sudah cukup maka perlu adanya inovasi, nilai tambah harus ada,” ujarnya.

Lebih lanjut, dia menyinggung pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang melarang ekspor bahan mentah. Menurutnya, hal itu merupakan inovasi untuk membuat nilai tambah, sehingga membayar listrik akan terasa lebih ringan. “Maka Jokowi bilang jangan ekspor lagi bahan mentah, harus barang jadi, sehingga ada nilai tambah dan income perkapita akan meningkat, maka bayar listrik akan terasa ringan,” pungkasnya.

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul Masyarakat Disarankan Beralih ke Kompor Listrik, Ini Sebabnya.

Baca Juga: Masalah Energi di Surga Kendaraan Pribadi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya