SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Dokumentasi/JIBI/SOLOPOS)

Ilustrasi (Dokumentasi/JIBI/SOLOPOS)

JAKARTA–Down to Earth (DTE) Indonesia menilai Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) merupakan proyek pembangunan bergaya Soeharto yakni sangat sentralistik dalam proyek berskala besar dan mengindahkan persetujuan masyarakat.

Promosi Efek Ramadan dan Lebaran, Transaksi Brizzi Meningkat 15%

Hal itu disampaikan oleh DTE, organisasi pemantau masalah bisnis dan hak asasi manusia, yang berbasis di London, Inggris dalam terbitan khususnya pada Desember 2012 berjudul ‘The Struggle for Land’. DTE mengungkapkan salah satu kebijakan nasional  yang mengancam  untuk menguasai setiap keuntungan adalah MP3EI.
Organisasi itu menyatakan proyek skala besar tersebut merupakan langkah mundur yang berpotensi merusak secara luas  masyarakat adat maupun warga lokal.  “Difokuskan sebagai proyek top-down eskploitasi sumber daya skala besar dan bergantung pada modal investasi swasta dan publik, MP3EI merepresentasikan sebuah nostalgia terhadap gaya pembangunan Soeharto,” demikian DTE dalam situsnya yang dikutip pada Selasa, (25/12/2012).
“Sangat sentralistik terhadap keputusan pada proyek berskala besar pada Indonesia tanpa konsultasi dan persetujuan [masyarakat].”
MP3EI dalam dokumen resminya menyatakan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi akan menempatkan Indonesia
sebagai negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan per kapita yang berkisar antara US$14.250 – US$ 15.500 dengan nilai total perekonomian berkisar antara US$4,0 – US$4,5 triliun.
Untuk mewujudkannya diperlukan pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4% – 7,5% pada periode 2011 – 2014, dan sekitar 8,0% – 9,0%pada periode 2015 – 2025. Pertumbuhan ekonomi tersebut akan dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% persen pada periode 2011 – 2014 menjadi 3,0% pada 2025.
Terkait dengan pencaplokan lahan, DTE menegaskan, proyek macam pembangunan smelter, pabrik petrokimia, pertambangan nikel dan batubara, pelabuhan serta jalan akan mendorong proses tersebut lebih buruk lagi. Menurut organisasi tersebut, MP3EI tidak memperkirakan berapa besar luas lahan yang diperlukan dalam proyek-proyek raksasa tersebut dalam enam koridor yang direncanakan.
Dalam peluncuran MP3EI pada Mei 2011, Kementerian Koordinator Perekonomian menyatakan sedikitnya terdapat 17 proyek yang tersebar di empat wilayah yakni Sei Mangke (Sumatra Utara), Cilegon (Jawa Barat), Lombok Timur (NTB) dan Timika (Papua). Masing-masing proyek tersebut mencakup perkebunan kelapa sawit, pertambangan, pembangunan jalan, pembangunan waduk hingga pembuatan pabrik baja yang nilai investasinya sekitar Rp190 triliun dari total perkiraan investasi MP3EI yakni Rp4.000 triliun.
DTE juga menyatakan bahwa UU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan juga sangat terkait dengan MP3EI, dan sebelumnya banyak dikritik oleh organisasi sipil.  “Undang-undang tersebut akan melegitimasi pencaplokan lahan, yang akhirnya memicu kemiskinan, warga yang tak memiliki lahan dan konflik,” kata DTE.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya