Masjid Raya Solo dibangun di lahan Sriwedari.
Solopos.com, SOLO — Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPU dan PR) Kota Solo mematangkan penyusunan detail engineering design (DED) pembangunan masjid raya di Sriwedari.
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Penyusunan dilakukan dengan mencari masukan dari seperti akademisi, tokoh agama, hingga kalangan budayawan di Kota Bengawan. Kepala DPU dan PR Solo Endah Sitaresmi Suryandari akrab disapa Sita, mengaku penyusunan DED pembangunan masjid raya dikebut.
Dalam penyusunan DED, Pemkot tidak menggunakan sepenuhnya hasil sayembara desain masjid raya. Desain itu hanya dijadikan sebagai bahan pertimbangan, dan tidak menjadi acuan utama. Diketahui, Pemkot telah menetapkan pemenang sayembara desain masjid raya. Bahkan hasil sayembara dipamerkan di Paragon Mall untuk mendapatkan masukan dari masyarakat.
“Itu [sayembara] kan hanya sketsa awal saja, masih dasar belum detail,” kata Sita saat membuka Focus Group Discussion (FGD) Masjid Sriwedari di Mangati Praja, Kompleks Balai Kota Solo, Rabu (13/9/2017).
Menurut Sita, detil desainnya baru akan ditindaklanjuti dalam penyusunan DED. Penyusunan DED inipun Pemkot tidak sendiri, tetapi juga mencari masukan dari berbagai kalangan seperti akademisi, tokoh agama, budayawan, dan lain sebagainya. “Kita libatkan juga Dewan Masjid Indonesia dan pihak terkait lain dalam menyusun DED,” katanya.
Yang jelas, Sita mengatakan pembangunan masjid raya di Sriwedari akan disesuaikan dengan fungsi kawasan tersebut. Hal ini juga sejalan dengan masterplan penataan kawasan Sriwedari yang telah disusun Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappeda) Kota Solo.
Merujuk masterplan tersebut, ruang terbuka hijau akan diperbanyak guna mendukung pengembalian Sriwedari menjadi kawasan konservasi dan berkhasanah budaya.
Dalam hal ini, Pemkot akan mengembalikan roh Sriwedari seperti dulu kala saat Raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Paku Buwono (PB) X sebagai Bon Raja. Dengan demikian, masjid akan dibangun dengan konsep green design. Masjid itu pula tidak berkubah, namun hanya dibangun menara.
“Tujuan masjid tersebut dibangun di sana adalah untuk memudahkan pelintas beribadah,” tuturnya.
Ketua Kehormatan Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI), Munichy Bachron Edrees mengatakan ada lima unsur dalam rencana membangun masjid di kawasan Sriwedari yang harus diperhatikan Pemkot. Harapannya pembangunan masjid jangan hanya dilihat dari bentuk atau penampilannya saja, melainkan konsep filosofinya.
“Pertama fungsi masjid itu sendiri. Tidak hanya sebagai tempat untuk ibadah saja tapi bisa untuk kegiatan masyarakat,” katanya.
Lalu dari unsur bentuk, dia menambahkan harus mempunyai estetika dan arsitektur yang jelas karena lokasi masjid berada di kawasan cagar budaya. Pemkot juga harus memperhatikan unsur kegunaan dan citra.
“Keselamatan pengunjung juga tidak boleh dilupakan dan harus mempertimbangkan segi kenyamanan, ini seperti lantai tidak licin. Kalau bisa harus punya beberapa pintu sehingga kalau ada apa-apa bisa cepat,” kata dia.