SOLOPOS.COM - masjid jami menggoro (Youtube/ Ragam Temanggung)

Solopos.com, TEMANGGUNG — Sunan Kalijaga memiliki banyak peninggalan di tanah Jawa, salah satunya ada di Desa Menggoro, Kecamatan Tembarak, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Peninggalan tersebut berupa seuah masjid yang diberi nama Masjid Jami’ Menggoro.

Berdasarkan pantauan Solopos.com melalui video di kanal Youtube Ragam Temanggung, Rabu (2/3/2022), masjid ini diperkirakan berdiri pada abad ke-15. Saat itu, setelah melakukan syiar agama di kawasan Demak dan sekitarnya, Sunan Kalijaga mengembara ke sisi barat Jawa Tengah.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Baca juga: Inilah Wujud & Asale Masjid Tiban Tertua di Karanganyar

Dalam pengembaraannya, Sunan Kalijaga bertemu dengan Kyai Mangkukuhan. Singkat cerita, dia menjadi menantu Kyai Mangkukuhan. Dari pernikahan dengan sang putri kiai, lahirlah seorang anak yang dikenal dengan nama Nyai Brintik. Setelah dewasa, dia diutus Sunan Kalijaga untuk mengembara ke selatan Jawa Tengah dan menyebarkan ajaran Islam di sana.

Singkatnya, Nyai Brintik tiba di sebuah kampung bernama Dusun Jogopati. Di dusun tersebut, Nyai Brintik mencari tempat untuk melakukan ritual mencari wangsit yang kaitannya untuk membangun sebuah Masjid. Dari ritualnya tersebut, Nyai Brintik mendapatkan isyaroh dari Allah SWT untuk membangun Masjid di desa terdekat, yaitu Desa Menggoro.

Baca juga: Mitos Ndas Borok, Makanan Unik Khas Temanggung

Pembangunan Masjid

Dalam proses pembangunan Masjid, sempat ada resistensi dari masyarakat setempat dikarenakan warga desa saat itu masih memeluk agama Hindu. Namun melalui jalur musyawarah dan dialog yang dilakukan, pembangunan Masjid akhirnya tetap berjalan dan diberi nama Masjid Wali sebagai bentuk penghormatan kepada Sunan Kalijaga, anggota Wali Songo yang memberi titah untuk membangun Masjid tersebut.

Imam Masjid Jami’ Menggoro, Imam Bisrul Hafi, menjelaskan penamaan nama Jami’ bertujuan untuk memberikan pengertian bahwa masjid tersebut dibangun sebagai tempat berkumpul warga sesuai arti dari kata Jami’ yaitu berkumpul. Sunan Kalijaga ingin menjadikan masjid tersebut sebagai tempat berkumpul warga untuk bersama-sama  beribadah dan menyembah Sang Kholik, yaitu Allah SWT.

Baca juga: Teh Poci Tegal vs Teh Oplosan Solo, Mana Lebih Nikmat?

Mitos Pilar Masjid Bikin Kaya

pilar masjid yang masih asli sejak awal dibangun (Youtube/ Ragam Temanggung)

Imam Bisrul juga menjelaskan bahwa pilar-pilar dari Masjid Jami’ Menggoro adalah representasi ajaran para wali yang dikenal dengan sebutan ‘Soko.’ Kata ‘Soko’ sendiri berasal dari kata ‘Mustaka’ yang berarti prinsip atau ajaran. Salah satu ajaran wali yang menjadi mitos yang berkembang dari Masjid Jami tersebut adalah “Siapa yang memegang saya, akan kaya raya,” dalam versi Jawanya, pernyataan ini berbunyi “Sopo sing gelem nyikep soko aku, bakal sugih.”

Oleh masyarakat setempat diinterpretasikan jika dapat memegang soko atau pilar Masjid, akan mendapat berkah kekayaan. Padahal maksud ajaran tersebut adalah siapapun yang berpegang kepada ajaran rasul melalui para wali, akan mendapat berkah namun berkah yang diperoleh berdasarkan kehendak dari Allah SWT, bukan secara instan didapat setelah memeluk soko atau pilar Masjid.

Salah satu contoh soko yang dimaksudkan adalah pengucapan kalimat syahadat sebagai bentuk langkah awal seseorang untuk mengikuti ajaran rasul dengan hanya mengakui Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan yang disembah dan Muhamad SAW sebagai nabi utusanNya. Namun, masyarakat Jawa saat itu yang sebagian besar belum begitu paham mengira bahwa hanya dengan memeluk pilar masjid bisa menjadi kaya.

Baca juga: Asal Usul Tegal, Jepangnya Indonesia dari Portugis-Mataram

Tradisi Pasar Jemuah Pahing  

Pasar Jumat Pahing, salah satu kegiatan dalam tradisi Jemuah Pahing di Desa Menggoro
Pasar Jumat Pahing, salah satu kegiatan dalam tradisi Jemuah Pahing di Desa Menggoro (Instagram/@pasarjumatpaing)

Sebagai salah satu peninggalan dari Wali Songo, arsitekur Masjid Jami’ Menggoro ini masih dipertahankan. Bangunannya masih sama seperti awal dibangun pada abad ke 15 silam, hanya ada sedikit perbaikan pada bagian-bagian tertentu, seperti pilar-pilarnya, penerangan dan beberapa bagian lain. Namun secara bentuk arsitekturnya masih sama dari tahun ke tahun.

Pada saat belum ada bedug, untuk memanggil warga melaksanakan salat berjemaah, pengurus masjid saat itu menggunakan kentongan. Meskipun saat itu ada kontroversi terhadap penggunaan kentongan, namun Imam Busri mengatakan bahwa pada zaman Rasullulah, untuk memanggil orang beribadah di Masjid juga menggunakan alat semacam kentongan yang bernama namus.

Masjid ini pertama kali direnovasi pada zaman sebelum kemerdekaan. Proses renovasi tersebut dilakukan oleh Bupati Temanggung yang pertama memimpin dengan mengganti alas lantai yang sebelumnya dari tanah kemudian diberikan keramik yang hingga sekarang masih digunakan.

Baca juga: Danau Beko, Wisata Bekas Tambang di Tegal yang Aduhai

Setiap 35 hari sekali atau dalam penanggalan Jawa disebut sebagai selapanan, di area Masjid Jami ini selalu digelar Pasar Jemuah Pahingan yang awalnya diawali dari ritual mujahadah di masjid tersebut. Ritual mujahadah tersebut dipimpin oleh Mbah Kyai Pahing (Mbah Pahing), yang merupakan pemimpin takmir Masjid Jami pertama.

Dalam tradisi Pasar Jemuah Pahing tersebut biasanya banyak makanan khas Desa Menggoro yang dijajakan. Tradisi Pasar Jemuah Pahing di sekitar Masjid Jami ini telah menjadi branding pariwisata di Desa Menggoro.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya