SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Noyo tidak habis berpikir mengamati koran yang sudah dibolak-baliknya hingga lusuh itu. “Pemerintah ki ngapa wae, kok rakyat menderita terus,” ujarnya bergumam. “Pajak dikuya-kuya, subsidi dikurang-kurangi… tapi tidak kunjung mampu mengatasinya dari tahun ke tahun.”

Suto yang baru datang sambil mencolek punggung Noyo, lansung bicara,“Ada apa Yo, kok sajak serius banget.”

Promosi Enjoy the Game, Garuda! Australia Bisa Dilewati

Noyo pun menunjukkan berita utama koran yang nrenyuhake.Belasan ribu hektare sawah rusak di sepanjang daerah aliran sungai Bengawan Solo. Lha, di bawahnya, uang APBD dan dana stimulus dikorupsi…

“Lha itu kan sudah biasa ta… Kalau pemerintah kita dari dulu selalu tanggap, mungkin negara kita sudah maju dulu-dulu, Yo,” kata Suto sambil menengok ke Kang Dadap, pelanggan lain yang sudah lumayan lama di angkringan. “Rak gitu ta Kang…”

“Wah, embuh… Kula niki ming wong cilik, diapa-apakan saja ya manut… sik penting isa melu urip,” ujar Kang Dadap sekenanya.

“Bukan begitu, Kang Dadap. Sampeyan juga punya hak untuk ikut memikirkan nasib bangsa kita ini, yang tidak kunjung oncat dari belenggu kemiskinan dan keterbelakangan,” tutur Noyo menimpali.

“Kowe semakin lantip, Yo. Akibat sering mbaca koran ya,” kata Suto.

“Begitulah, Kang… Piye ya carane supaya bangsa kita ini cepet maju Kang,”ujar Noyo bertanya kepada Suto.

“Yang jelas, Yo, dhuwit yang dikumpulkan pemerintah, termasuk dari pajak yang kita bayar itu, harusnya memang untuk mbangun waduk dan jaringan irigasi, jalan, pembangkit listrik, jalan raya, dan sebagainya. Sayangnya, dana untuk membangun itu seringkali terpangkas, banyak digerogoti oleh tikus-tikus itu…” ujar Suto menjelaskan.

Sambil telunjuknya mengarah ke berita korupsi, Kang Dadap memberanikan diri bicara: “Maksudnya, tikus-tikus itu para koruptor yang dikorankan niki.”

“Siapa lagi kalau bukan para penjahat itu, Kang Dadap. Lha para koruptor itu memang biyangane tenan kok Kang. Gara-gara merekalah, kita seumur-umur menderita begini. Mana pemerintahnya juga tidak begitu pinter,” tutur Noyo.

“Kowe ki ngomong kok lehe sembarangan ta Yo,” ujar Suto menukas pembicaraan Noyo. “Di zaman Orde Baru, kalau kamu ketahuan ngomong begitu, bisa dipithes kowe. Ning jan-jane, apa yang kamu bilang itu benar Yo. Kalau dhuwit itu tidak dikorupsi, wah…. Kita bisa jauh lebih maju lho, ngungkuli Malaysia mungkin.”

“Rak papa, Kang. Kan sekarang sudah zama Reformasi. Kita boleh bebas mengemukakan pendapat, termasuk pendapat yang nyeleneh…” sahut Noyo dengan nada bicara meyakinkan.

“Tapi Yo, lha ini… pemerintah provinsi Jawa Timur cukup tanggap dengan membagikan bantuan ngono kok…” kata Suto sambil mencermati isi koran.

“Gubernurnya sedang gembira mungkin Kang, karena baru saja memenangi Pilkada. Nek ora, mungkin dapat titipan dari partai politik yang mengusungnya jadi Gubernur, supaya sumbangan itu nanti dieling-eling si penerima bantuan dan seterusnya tahu sendiri kan… Biasa Kang, mumpung musim kampanye…” ujar Noyo sak enake.

“Hush… kowe ki aja clemongan Yo. Jangan gampang suudzan ngono,” Suto kembali menukas. “Pancen Yo. Kalau pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten serius mau membangun daerahnya, kalaupun terjadi bencana alam mungkin tidak separah seperti akhir-akhir ini. Lha piye ta, sejak otonomi daerah diberlakukan, perusakan hutan sansaya ndadra je, karena izinnya dipermudah agar pemerintah di daerah memperoleh tambahan PAD [pendapatan asli daerah].”

“Iya je, Kang. Saya lihat sendiri, sekarang ini makin banyak gunung dan perbukitan gundul. Tapi, masyarakat yang tinggal di sekitar perbukitan atau gunung yang gundul itu juga ikut menikmatinya kok Kang,” kata Noyo berusaha meyakinkan.

“Ya begitulah Yo… sekarang ini memang sangat pemprihatinkan… Tidak peduli pemerintah maupun masyarakat, semuanya cenderung memilih jalan pintas. Untuk merehabilitasinya jelas butuh dana sangat besar Yo,” ujar Suto sambil menggumam. “Dan sumber dana utama ya cuma dari pajak, karena jualan hasil bumi kita tidak jelas ke mana nangkring-nya.”

“Ooo,… makanya kita sekarang harus membayar pajak lebih mahal ya Kang. Kira-kira, kalau ganti Presiden  gitu, ada kemungkinan pajak akan turun gak ya… Seperti yang dilakukan Barack Obama itu lho Kang,” kata Noyo.

“Walah, kok sampai menurunkan tarif pajak, wong menurunkan harga BBM sesuai harga keekonomiannya saja sulit kok Yo… Penurunan harga yang kemarin itu, meskipun sebenarnya alami, malah diklaim sebagai keberhasilan partai tertentu, aneh…

Ya, kita jalani nasib kita lah Yo, sambil menunggu Ratu Adil…” kata tutur Suto sambil nyeruput kopinya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya