SOLOPOS.COM - Razia PGOT (ilustrasi/JIBI/dok)

Solopos.com, SOLO—Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Solo kesulitan mengatasi para pengemis, gelandangan, dan orang terlantar (PGOT) di Kota Bengawan. Persoalan tersebut tidak bisa terlepas dari problem kota besar, termasuk di Solo.

Kepala Dinsosnakertrans Solo, Sumartono, saat ditemui solopos.com seusai rapat paripurna di Gedung Dewan, Senin (20/1/2014), mengungkapkan Solo itu seperti gula bagi para pengemis karena banyak kegiatan ekonomi yang berputar. Oleh karenanya, kata dia, jumlah pengemis di Solo pasti lebih banyak dari kabupaten lain di Soloraya.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Mereka ini, kalau siang masuk Solo, malam hari pulang. Aktivitas itu sudah menjadi kebiasaan di kota-kota besar. Sebetulnya yang tetangkap atau kena garukan itu dikembalikan ke masyarakat agar mereka tidak kembali mengemis. Tapi, ceritanya banyak dari mereka yang kembali. Mereka, entah jadi pengemis dan wanita tuna susila (WTS), merasa pekerjaan itu lebih mudah daripada bekerja biasa. Itu masalah mentalitas,” tegas dia.

Sumartono mengaku kesulitan untuk mengatasi para PGOT itu. Sebanyak 25 pengemis hasil garukan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di car free day (CFD), Minggu (19/1), pun belum dilaporkan ke Dinsosnakertrans. “Kami belum menerima laporan dari Satpol PP. Mereka biasanya memang dilaporkan ke kami. Kemudian, mereka kami bina dan dikembalikan ke masyarakat. Ada yang ingin mengembangkan diri dengan menjahit, merekalah yang benar-benar bisa kembali ke masyarakat dan tidak mengemis lagi,” tambahnya.

Terkait dengan data PGOT, Sumartono belum bisa menyebutkan karena data PGOT di Dinsosnakertrans itu didasarkan pada hasil garukan Satpol PP di jalan-jalan. Mereka didata, yang sakit diobati, yang butuh pelatihan diberi latihan keterampilan dan seterusnya.

“Seperti WTS, mereka kami bina dulu, baru diberi keterampilan-keterampilan kalau ada yang minta, dan didata. Mereka bisa kembali ke masyarakat. Yang cacat ada penanganan khusus. Intinya, Dinsosnakertrans mencoba mengembalikan fungsi manusia itu agar bisa hidup mandiri,” tandasnya.

Salah satu program Dinsosnakertrans di tahun ini berupa pelatihan bagi 20 WTS di Solo, seperti pelatihan menjahit, membuat sangkar burung, dan seterusnya. Pelatihan itu bukan saja ditujukan bagi WTS, tetapi juga kepada para perempuan rawan sosial, seperti single parent.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya