SOLOPOS.COM - Bupati Sleman Sri Purnomo (tiga dari kanan) bersama Kepala BBPOM DIY, I Gusti Ayu Adhi Aryapatni (dua dari kanan) memantau hasil pemeriksanaan kandungan zat dalam panganan di Pasar Cebongan, Mlati, Rabu (29/6/2016), (Abdul Hamid Razak/JIBI/Harian Jogja)

Masalah sampah di Sleman ditangani salah satunya dengan bank sampah

Harianjogja.com, SLEMAN- Pasar Cebongan, Mlati terus dilakukan. Sambil lalu penataan fisik pasar dijalankan, pedagang pun diajak berbenah.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Gundukan tanah di sebelah Utara Pasar Cebongan belum juga rata. Bahan-bahan bangunan seperti pasir, bebatuan masih berserakan. Beberapa pekerja bangunan memilih beristirahat.

Sebagian terlihat menyantap makan siangnya. Menjelang siang, kondisi pasar itu mulai sepi. Sebagian pedagang mulai menutup kiosnya. Sebagian masih coba bertahan, menunggu pembeli yang datang.

Di lantai dua deretan toko terdepan pasar tersebut, beberapa pedagang tampak duduk melingkar. Mereka menggelar rapat bersama Kepala UPT II Pelayanan Pasar Cebongan Setya Purwanto.

“Siang memang waktu yang dinilai tepat untuk berkumpul, karena aktifitas pedagang mulai berkurang,” sergah Setya, Kamis (11/8/2016).

Pria yang akrab disapa Setya itu buru-buru duduk di kursinya yang tak empuk. Sebuah kursi yang terbuat dari kayu, seperti yang digunakan di kelas-kelas anak sekolahan. Pasar Cebongan, katanya, mulai tahun ini berbenah.

Revitalisasi fisik bangunan di sebelah Utara pasar mulai dikerjakan sejak Juli lalu. Anggarannya Rp1,08 miliar. “Rencananya lahan pasar diperluas, kios ditata rapi dan dipercantik. Agar pembeli banyak yang datang,” tuturnya.

Setelah direhab, pasar akan ditata berdasarkan zonasi barang yang dijual. Misalnya, untuk pedagang buat dibuat satu zona dan seterusnya. Perdagang, katanya, berharap renovasi tersebut selesai sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Agar kondisi pasar kembali normal.

bersambung halaman 2

Selagi renovasi berjalan, pedagang bukan leyeh-leyeh tanpa kegiatan. Mereka juga didorong untuk berbenah dan berubah. Secara kelembagaan, para pedagang juga diperkuat. Begitu juga dengan perilaku selama ini.

Salah satunya, mengubah kebiasaan membuang sampah yang dinilai tidak produktif. Mulai tahun ini, kata Setya, Pasar Cebongan memiliki bank sampah yang pengelolaannya melibatkan pedagang.

“Setiap Kamis, pedagang menabung sampah. Saat ini baru 58 pedagang yang bergabung. Padahal ada 800 pedagang di sini,” ujar pria itu.

Tak mudah mengubah kebiasaan pedagang. Perlu dilakukan secara bertahap dan penuh kesabaran. Meski setiap minggu sampah-sampah yang diserahkan mengalami peningkatan, namun jumlahnya masih dirasa kurang. “Pengumpulan sampah tiap minggu angkanya naik terus. Saat ini berkisar 30 kg per pekan. Masih perlu dipupuk lagi kesadaran mereka,” katanya.

Dengan bank sampah, selain kondisi pasar bersih pedagang juga memiliki tabungan sebagai tambahan penghasilan. Tidak hanya sampah non organik, sampah-sampah dari sayur-sayuran juga dijadikan program oleh UPT Pasar Cebongan.

“Setiap Sabtu, sampah sayuran dijadikan kompos organik. Sudah produksi, sementara digunakan untuk pupuk tanaman di sekitar pasar,” kata Setya sampil menunjuk-nunjuk lokasi tanaman yang dimaksud.

bersambung halaman 3


Untuk menampung minat dan kreativitas pedagang, pihaknya dalam waktu dekat membentuk kelompok kesenian Guyon Waton Pasar Cebongan. Semacam kelompok ludruk atau ketoprak dengan guyonan ala pasar.

“Sebenarnya saya tidak menyangka, pedagang punya bakat itu. Awalnya saat syawalan lalu, mereka pertama kali tampil. Ya sudah, sekalian dikukuhkan nanti untuk mengisi kegiatan-kegiatan pasar,” candanya.

Pengurus Bank Sampah Migunani Pasar Cebongan Titik Sulastri menyebut, sampah-sampah yang dihasilkan nantinya dijual ke pengepul. Sampah-sampah itu, dipilah berdasarkan jenisnya.

Untuk sampah plastik putih dihargai Rp600 per kg. Sampah campur Rp500 per kg sedangkan yang cukup lumayan harganya sampah kardus dengan harga Rp1.200 per kg.

Dari pengepul, sampah-sampah itu dikelola untuk berbagai bahan kerajinan. Saat ini, pihaknya baru bisa memilah sampah organik dan nonorganik sebelum dijual kembali.

Adapun sampah organik dari sayur-sayuran dijadikan pupuk organik. Setiap pekan, mereka mampu mengumpulkan 50 kg sampah organik.



“Sayur yang dipilah, dikeringkan dijadikan pupuk. Belum berani dijual dipasaran, soalnya nggak ada kemasan khusus dan komposisi bahannya. Sementara diujicobakan di sekitar pasar dan rumah,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya