SOLOPOS.COM - Sekelompok pengemis terlihat di pertokoan kawasan Jl Kapten Mulyadi, Pasar Kliwon, Solo, beberapa waktu lalu. Penanganan para pengemis seperti ini tidak bisa hanya sekadar melalui penertiban, namun juga perlu menyentuh banyak aspek seperti pengentasan kemiskinan, pendampingan untuk pemberian motivasi dan sebagainya. (JIBI/SOLOPOS/Sunaryo Haryo Bayu)

Sekelompok pengemis terlihat di pertokoan kawasan Jl Kapten Mulyadi, Pasar Kliwon, Solo, beberapa waktu lalu. Penanganan para pengemis seperti ini tidak bisa hanya sekadar melalui penertiban, namun juga perlu menyentuh banyak aspek seperti pengentasan kemiskinan, pendampingan untuk pemberian motivasi dan sebagainya. (JIBI/SOLOPOS/Sunaryo Haryo Bayu)

Sekelompok pengemis terlihat di pertokoan kawasan Jl Kapten Mulyadi, Pasar Kliwon, Solo, beberapa waktu lalu. Penanganan para pengemis seperti ini tidak bisa hanya sekadar melalui penertiban, namun juga perlu menyentuh banyak aspek seperti pengentasan kemiskinan, pendampingan untuk pemberian motivasi dan sebagainya. (JIBI/SOLOPOS/Sunaryo Haryo Bayu)

SOLO – Keberadaan gelandangan dan pengemis di Kota Solo kian meresahkan. Mereka kerap dijumpai bukan hanya di warung, perempatan, rumah ibadah hingga jalan protokol. Sejumlah warga yang berpartisipasi dalam Dinamika 103 SOLOPOS FM Jumat (31/5/2013) dengan tema “Solo ladang pengemis”, memiliki pendapat beragam terkait hal ini.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Salah seorang warga, Agus menilai ada ketidaksesuaian UU dengan Perda. “Dalam UU, gelandangan dipelihara oleh negara, tapi kok Perda menyebutkan gelandangan dianggap menggangu ketertiban, ini tidak sinkron,” ujarnya. Ditambahkan Agus, jika pemerintah hendak menertibkan gelandangan dan pengemis, bisa dikenakan wajib lapor. Pendengar lain, Sulistyo melalui telepon menyampaikan, uang yang didapatkan dari hasil mengemis, sangat menggiurkan. Hal itu yang membuat banyak orang yang tertarik jadi pengemis.

Beberapa pendengar juga berkomentar melalui Facebook. Diantara Kurnia Utami yang berpendapat, masyarakat perlu dididik untuk tidak memberi kepada para pengemis tersebut. “Pengemis pasti akan hilang kalau masyarakat tidak ada yang memberinya uang,” tandasnya. Lain lagi dengan Henry Prasetyo yang mengatakan “Jangan salahkan orang miskin, bisa jadi mereka adalah kurban sistem pemerintahan yang ada.”

Pendapat berbeda diutarakan oleh Sapto di Solo. “Mungkin sebaiknya kita memberi hanya kepada para pengemis yang sudah tua renta dan difabel. Itu rasanya lebih “aman” dalam berbagi kepada sesama. Atau kita salurkan kepada badan amal,” ungkap Sapto.

Menanggapi hal ini, Kepala Kepala Satpol PP, Sutarjo mengaku, pihaknya terus berupaya untuk mengatasi serbuan gelandangan dan pengemis (Gepeng) yang berkeliaran di Kota Solo, bekerjasama dengan Dinas Sosial dan Satlantas. Selain razia, pihaknya juga tengah mengumpulkan informasi untuk memburu orang atau pihak yang mengkoordinir para pengemis tersebut.

“Sekarang ini kita sedang mencari otak di balik serbuan pengemis yang biasanya mengemis hanya di hari-hari tertentu, tiap Kamis atau Jumat itu.”

Lebih lanjut Sutarjo mempersilahkan masyarakat yang merasa terganggu dengan keberadaan Gepeng untuk membuat laporan resmi, agar bisa segera ditindaklanjuti. “ Sepanjang tidak ada laporan yang masuk, kita terus terang agak sulit untuk menindak. Jadi kalau ada masyarakat yang merasa terganggu dengan keberadaan Gepeng, ya langsung lapor saja.” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya