SOLOPOS.COM - Para ASN Pemkab Boyolali mengikuti upacara peringatan HUT Kopri, PGRI, dan Hari Guru Nasional di Alun-alun Kidul Boyolali, Rabu (29/11/2023). (Solopos/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Pelanggaran netralitas baik di kalangan aparatur sipil negara (ASN), aparatur desa, maupun penyelenggara Pemilu 2024 menjadi isu yang paling menonjol di Boyolali selama masa kampanye, 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024 maupun sebelumnya.

Beberapa kasus pelanggaran itu ada yang merupakan temuan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan jajarannya serta ada pula yang berawal dari informasi viral di media sosial.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Solopos.com merangkum ada sedikitnya enam kasus pelanggaran netralitas ASN, aparatur desa, maupun penyelenggara Pemilu 2024 yang menonjol di Boyolali. Ada yang akhirnya terbukti dan berujung pada sanksi bagi pelakunya, namun ada juga yang tidak terbukti atau tidak memenuhi unsur-unsur pelanggaran.

1. Dugaan Pengarahan ASN Memilih Capres Tertentu

Kasus ini berawal dari video viral seorang perempuan ASN yang curhat soal adanya pengarahan dari Bupati Boyolali untuk memilih capres tertentu beberapa waktu sebelum masa kampanye, pertengahan November 2023 lalu.

Selain diarahkan untuk memilih capres tertentu, ASN tersebut juga mengungkapkan adanya permintaan iuran kepada kalangan ASN untuk membiayai kampanye pemenangan capres dan parpol pengusungnya. Bupati Boyolali M Said Hidayat membantah tudingan dalam video viral tersebut. Begitu juga dengan DPC PDIP Boyolali.

Sementara itu Bawaslu Boyolali juga menelusuri video viral tersebut namun kesulitan mengindentifikasi perempuan ASN yang dalam video itu hanya tampak bagian samping belakangnya.

Video itu juga tidak mencantumkan keterangan lokasi sehingga menyulitkan Bawaslu untuk melacak. Kebenaran pernyataan perempuan ASN dalam video itu sampai saat ini belum bisa dibuktikan.

2. Kasus Sekdes Kenteng, Nogosari, Boyolali

Kasus dugaan netralitas oleh Sekretaris Desa (Sekdes) Kenteng, Nogosari, Boyolali, berinisial W, juga berawal dari video yang viral di media sosial pada awal Desember 2023.

Suara W terekam dalam video itu tengah mengintimidasi warga dan mengancam akan mencabut bantuan untuk warga jika tidak tegak lurus memilih salah satu kandidat dalam Pemilu 2024. Berdasarkan penelusuran Bawaslu Boyolali, tidak ditemukan unsur pelanggaran netralitas dalam kasus ini.

“Kaitannya dengan konten video itu, sudah kami tanya, memang dia iya [mengakui] tapi apa yang disampaikan beliau tidak menyebut salah satu parpol [partai politik], pasangan calon, DPD,” terang Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Bawaslu Boyolali, Agus Marwanto, saat diwawancarai Solopos.com, Senin (8/1/2024).

Sedangkan terkait kata-kata ‘tegak lurus’ yang diungkapkan Sekdes Kenteng, Boyolali, W dalam video viral tersebut, tutur Agus, berdasarkan keterangan yang ia peroleh dari yang bersangkutan, tegak lurus itu maksudnya dengan program-program pemerintah.

3. Iuran ASN untuk Mendanai Kampanye Capres di Kemusu

Kasus dugaan pelanggaran netralitas berupa penggalangan dana atau iuran kepada kalangan ASN di Pemerintah Kecamatan Kemusu, Boyolali, lagi-lagi berawal dari video viral di media sosial.

Video itu menampilkan daftar nama ASN di Kecamatan Kemusu beserta nominal iuran yang harus dibayarkan. Disebutkan dalam video itu bahwa iuran tersebut untuk membiayai kampanye PDIP dan Capres Ganjar Pranowo.

Camat Kemusu, Eko Dodi Apriyanto, membantah adanya penarikan iuran untuk dana kampanye kepada ASN dan pegawai Kecamatan Kemusu sesuai informasi yang viral tersebut. “Yang jelas kami di kecamatan juga kaget dengan adanya daftar itu. Dari Kecamatan Kemusu tidak ada iuran untuk kegiatan politik 2024,” kata dia.

Ia mengatakan pegawai Kecamatan Kemusu juga tidak pernah membuat daftar seperti yang beredar di media sosial. “Itu masuk dalam kategori surat kaleng atau hoaks,” tegasnya.

4. Perangkat Desa Musuk Hadiri Rapat Internal Parpol

Kasus ini muncul dari temuan Panwascam Boyolali dan Pengawas Kelurahan Desa (PKD) Winong yang melihat ada dua perangkat Desa Musuk berinisial SW dan SM tengah menghadiri konsolidasi pengurus dan kader Partai Demokrat Dapil II Boyolali.

Dari hasil klarifikasi, dua perangkat desa itu dinyatakan melanggar netralitas dan Bawaslu merekomendasikan kepada Kades Musuk untuk memberikan sanksi. Kades Musuk kemudian memberikan sanksi berupa teguran lisan.

5. Kasus Kades Jerukan

Kasus pelanggaran netralitas Kades Jerukan, Juwangi, Boyolali, Suprat, bermula dari rekaman yang beredar berisi suara sang kades tengah mengarahkan warganya agar memilih caleg tertentu pada Pemilu 2024.

Hasil penelusuran dan klarifikasi Bawaslu Boyolali menyatakan Suprat terbukti melanggar netralitas sebagai kepala desa. Bawaslu kemudian memberikan rekomendasi ke Pemkab Boyolali untuk menindaklanjuti dengan klarifikasi dan pemberian sanksi.

6. Netralitas PPK dan PPS

Dua penyelenggara Pemilu 2024 masing-masing anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Selo dan anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) Penggung, Boyolali, dinyatakan melanggar netralitas.

Mereka yakni anggota PPK Selo berinisial MAR yang dilaporkan tercatat menjadi pengurus parpol sedangkan anggota PPS Penggung, LA, diketahui mengunggah foto bersama calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) di masa kampanye.

Ketua KPU Boyolali, Maya Yudayanti, menyampaikan dugaan pelanggaran netralitas itu telah diputuskan dalam rapat pleno. “Kami sudah memberikan peringatan kepada yang bersangkutan [dua-duanya],” kata dia, Kamis (25/1/2024).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya