SOLOPOS.COM - Maryono (JIBI/SOLOPOS/Farid Syafrodhi)

Maryono (JIBI/SOLOPOS/Farid Syafrodhi)

Menjadi salah satu anggota Search and Rescue (SAR), tidak pernah ada dalam benak Maryono. Namun entah kenapa, pria berusia 34 tahun ini menemukan kenikmatan tersendiri saar berada di komunitas SAR.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Pria yang kini masih aktif menjadi anggota di SAR Karanganyar ini  antara lain mendapatkan pelatihan menolong orang yang menjadi korban bencana, dari berbagai organisasi serupa di Jogja.

“Saya bisa menjadi begini karena pendidikan dari kakak dan orangtua saya di Jogja,” ungkap Maryono saat berbincang dengan Espos di Karanganyar, Senin (12/9/2011).

Aktif di organisasi kemanusiaan, memberikan pengalaman tersendiri bagi Maryono. Pasalnya, selama menjadi anggota SAR, ia mengaku senang bisa menolong orang. Apalagi bila bisa menyelamatkan orang dari sebuah bencana. Saat di Jogja, ia mengaku sangat terkesan saat menolong orang yang terkena bencana meletusnya Gunung Merapi, pada 1980-an.

Kala itu, ia berhasil menyelamatkan satu orang korban yang terjebak di Merapi. Agar bisa mengantarkan sampai di bawah Merapi, ia harus berhati-hati. Sebab setiap saat badai debu selalu datang tanpa disangka-sangka. Karena itu, bila ada badai datang, ia menghindar di tempat yang aman.

“Mau tidak mau, saya harus berlindung. Saat berlindung itu, ternyata di sekeliling saya ada banyak mayat yang tergeletak begitu saja karena korban Merapi. Baunya sangat menyengat. Tapi mau bagaimana lagi,” ungkap pria berrambut pendek ini.

Ada juga pengalaman kala ia dan rekan-rekannya yang lain menyelamatkan seorang wanita yang terjun ke sumur, di Mojogedang, Karanganyar. Ia sangat senang karena bisa menyelamatkan nyawa seseorang.

Awalnya, perempuan itu stres dan ingin bunuh diri nyemplung ke sumur. Waktu itu ia dan rekan-rekannya kesulitan untuk mengangkat wanita tersebut, sebab sumur tersebut sangat dalam. Apalagi, saat itu waktu menunjukkan pukul 03.00 WIB dinihari.

“Setelah keluar dari sumur itu, ternyata wanita itu malah jadi waras dan tidak ingin bunuh diri lagi,” kelekarnya.

Pernah jua pria kelahiran Karanganyar, 17 Juli 1977 ini mendapatkan tugas ke Afrika bersama dengan relawan dari berbagai negara. Kala itu, para relawan masih memakai bendera negara masing-masing.

Agar aman, lalu ia mengusulkan agar semua relawan melepas atributnya. Semuanya harus memakai atribut Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) saat ingin ke Afrika.

“Bagi saya, menolong sesama itu pengalaman yang sangat berharga dan tidak ternilai,” ungkap pria bertubuh ceking ini.

(Farid Syafrodhi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya