SOLOPOS.COM - Kaled Hasby Ashshidiqy. (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Samin  pasti sangat marah mendengar kabar tentang perilaku sebagian pejabat Kementerian Keuangan yang tak terpuji karena menyimpan dan memamerkan harta yang nilai atau banyaknya di luar nalar.

Seolah-olah tanpa dosa, mereka dan keluarganya memamerkan kekayaan di hadapan publik yang mereka punguti pajaknya tanpa tahu betapa keras perjuangan rakyat agar bisa membayar pajak.

Promosi Antara Tragedi Kanjuruhan dan Hillsborough: Indonesia Susah Belajar

Di tengah rakyat banyak yang sebagian sedang menderita karena kemiskinan, pejabat yang digaji dengan uang hasil kucuran keringat rakyat bangga memamerkan rumah miliaran rupiah, mobil mewah, dan motor besar berharga mahal.

Apa yang diperoleh warga? Hanya cap “warga negara yang baik” karena taat membayar pajak. Ulah Mario Dandi Satriyo, anak pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambdo, yang tergolong kriminalitas itu, mengangkat tabir kebobrokan sebagian pejabat Kementerian Keuangan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut 69 pegawai kementerian itu memiliki harta bernilai tak wajar. Yang terungkap identitasnya di media empat orang. Mereka adalah Rafael Alun Trisambodo, Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto, Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono, dan Kepala Kantor Pajak Madya Jakarta Timur Wahono Saputro.

Harta mereka belasan miliar rupiah hingga puluhan miliar rupiah. Gaji para pejabat itu memang sangat besar dibandingkan gaji guru berstatus pegawai negeri sipil, apalagi dibandingkan upah buruh pabrik garmen.

Total kekayaan mereka memang di luar nalar. Tekad Samin menolak membayar pajak bakal semakin membara melihat itu semua. Samin sudah tidak ada. Andai saja dia masih hidup, gerakan Saminisme mungkin akan muncul lagi.

Nama lengkapnya Samin Surosentiko. Ia petani biasa, tak terpelajar, lahir di Blora, Jawa Tengah, pada 1859. Anak Raden Surowijaya ini pelopor Saminisme, ajaran yang kini dikenal sebagai Sedulur Sikep.

Sedulur berarti saudara, sikep artinya senjata. Sedulur Sikep bermakna perlawanan tanpa senjata dan kekerasan. Itu yang dilakukan Samin dan para pengikutnya. Mereka adalah sekelompok orang yang memelopori gerakan enggan membayar pajak pada era kolonial Belanda.

Dasar pemikiran mereka sederhana. Kok dirinya dan pribumi lain diminta membayar pajak oleh orang asing, padahal hidup di tanah sendiri. Gerakan menolak membayar pajak yang dipelopori Samin memiliki banyak pengikut. Lima ribuan orang.

Lelaki yang konon tak bisa membaca dan menulis itu diangkat menjadi Ratu Adil oleh pengikutnya dan diberi gelar Prabu Panembahan Suryangalam. Pemerintah kolonial Belanda resah. Samin ditangkap. Samin meninggal pada 1914 di pengasingan.

Dalam konteks sekarang, Saminisme yang menolak membayar pajak tentu tidak tepat. Pajak adalah sumber uang negara untuk membangun dan memutar roda pemerintahan. Negara butuh pendapatan untuk menggaji presiden dan para menterinya, membayar gaji anggota DPR walau tertidur saat rapat sekalipun, dan 3,3 juta guru.

Sulit membayangkan negara tanpa pajak. Di dunia ini tidak ada satu pun negara yang benar-benar tak mengenakan pajak kepada warga negaranya. Jenis dan nilainya yang berbeda-beda. Ada beberapa negara yang menerapkan sistem perpajakan yang tidak memberatkan warga, seperti Brunei Darussalam dan Uni Emirat Arab.

Dua negara itu mengandalkan sumber daya alam sebagai sumber pendapatan utama. Ada juga negara dengan sistem pajak unik, seperti Monako, yang memberikan keistimewaan pajak bagi warga. Di Monako tidak ada pajak penghasilan bagi warga Monako, namun pajak yang dikenakan pada warga asing tinggi.

Kasus Rafael Alun dan kawan-kawan memunculkan masalah kepercayaan di masyarakat. Banyak pemengaruh di media sosial melontarkan ketidakpercayaan kepada pejabat pajak. Mereka ragu pajak yang mereka bayarkan benar-benar dipakai untuk membangun infrastruktur. Jangan-jangan hanya memperkaya pejabat pajak.

Krisis kepercayaan ini yang harus diatasi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang emosional belakangan ini. Gerakan menolak membayar pajak seperti yang dilakukan Samin sejauh ini belum terlihat dan semoga saja tidak ada.

Kalau sampai muncul, tentu negara dalam bahaya. Janji-janji Presiden Joko Widodo ihwal  pertumbuhan ekonomi, pembangunan ibu kota baru negara, dan lain-lain bisa gagal total tanpa pajak.

Kita tunggu saja bagaimana Kementerian Keuangan menyelesaikan masalah itu. Publik mengawasi dengan teropong besar. Jangan sampai masalah ini tiba-tiba menghilang tanpa penyelesaian dan pembenahan konkret.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 18 Maret 2023. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya