SOLOPOS.COM - Ardian Nur Rizki/Istimewa

Solopos.com, SOLO -- Roda kompetisi Liga 2 musim 2019 telah berakhir. Persik Kediri, Persita Tangerang, dan Persiraja Banda Aceh memastikan diri naik kasta ke Liga 1. Bond kebanggaan wong Solo, Persis, sudah lama gugur prematur dalam kompetisi.

Warta tentang sepak bola di Kota Solo tetap semarak dan menggelegak. Tentu bukan soal prestasi, melainkan kontroversi dan pelbagai friksi. Friksi yang tengah melanda Persis bermula dari pelepasan 70% saham dari total 90% saham yang dimiliki Sigit Haryo Wibisono di PT Persis Solo Saestu (PSS) kepada Vijaya Fitriyasa tanpa melalui prosedur rapat umum pemegang saham (RUPS).

Promosi Perjalanan Uang Logam di Indonesia dari Gobog hingga Koin Edisi Khusus

Akusisi saham mayoritas Persis oleh Vijaya Fitriyasa dianggap cacat hukum dan tidak etis, apalagi dalam proses akuisisi sama sekali tidak melibatkan 26 klub internal Persis yang juga memiliki sebagian saham. Friksi antara Vijaya Fitriyasa dan klub internal Persis menjadi kian runyam.

Tidak ada aroma konsiliasi antara kedua pihak. ”Bola-bola prasangka” kemudian menggelinding dengan sangat liar. Muncul suara-suara skeptis. Ada pula yang apatis dan sinis. Banyak pihak menduga bahwa centang-perenang dalam perebutan legalitas ini sarat tendensi politis. Bikin miris!

Alhasil, wacana progresif yang sempat dicanangkan bos anyar Persis untuk membentuk Persis U-18 dan menggulirkan kompetisi internal tidak disambut dengan positif oleh Askot PSSI Solo dan klub internal. Iklim internal yang tidak berpadu semacam ini tentu akan menjadi benalu bagi ikhtiar pembangunan sebuah klub. Persis harus segera berbenah.

Fakta Sejarah

Jika sudi menelisik fakta historis, kita akan mendapati fakta bahwa kesanggupan Persis untuk berjuang segendang sepenarian dengan klub internal adalah fundamental untuk merengkuh kejayaan. Tujuh gelar perserikatan yang berhasil diraih Persis adalah buah dari pembinaan bakat putra-putra daerah melalui klub internal yang ditempa oleh kompetisi internal.

Berita PSSI edisi Februari 1940 memberitakan pengurus Persis mengeluarkan maklumat kepada klub internal (mulai dari divisi I hingga III) untuk  mengikuti pelatihan teknik setiap sore. Harapannya, performa gemilang dan pelbagai prestasi dalam kompetisi PSSI dapat terus dipertahankan.

Pada masa itu, Persis dengan kompetisi internal yang semarak merupakan kiblat bagi pola pembinaan pesepak bola muda. Beberapa klub lain berbondong-bondong berguru dan mengajak uji tanding untuk mempelajari sistem pembinaan klub internal di Solo.

Dalam interval tahun 1939-1942, Persebaya merupakan klub yang paling getol mengajak Persis bersua di medan laga. Surat Kabar Penjebar Semangat edisi 9 Desember 1939 mewartakan Persebaya (ketika itu masih bernama SIVB) mengundang Persis untuk mengikuti turnamen yang memperebutkan Persibaja Beker.

Persis yang kala itu menyandang predikat juara bertahan PSSI berhasil menggondol Piala Persibaya dari tuan rumah setelah berhasil mengempaskan Persebaya beserta klub internalnya. Pada akhir Desember 1939, gantian Persis yang mengundang Persebaya melawat ke Solo demi menghadiri perayaan penobatan Sri Baginda Kanjeng Susuhunan Surakarta.

Berita PSSI edisi Januari 1940 memberitakan laga persahabatan diselenggarakan antara Persis kontra Persebaya beserta klub internal masing-masing. Ikhtiar gencar membangun klub internal melalui kompetisi internal membawa hasil signifikan. Persis kian tak terkejar.

Kampiun Perserikatan

Selama lima tahun beruntun (1939-1943), Persis berhasil menjadi kampiun dalam kompetisi perserikatan PSSI. Persebaya yang dalam upaya pembibitan usia muda berkiblat kepada Persis juga berhasil meraih hasil gemilang serupa!

Dalam kompetisi PSSI tahun 1942, Persebaya secara mengejutkan masuk ke babak final untuk bersua sang guru: Persis. Pertandingan final berjalan timpang karena sang guru masih terlampau kukuh dan dominan (Persis menang 5-0).

Dalam mewartakan final Perserikatan antara Persis kontra Persebaya, Surat Kabar Soeara Asia edisi 7 Juli 2602 (tahun 2602 adalah tahun Jepang, jika dikonversi ke almanak Masehi menjadi tahun 1942) menuliskan, “Kepada Persis, tidak ada lain perkataan, selainnja: poedjian dan kehormatan, jang sebagai petamoe telah menoendjoekkan permainannja jang gilang-gemilang itoe. Pendoedoek Soerabaja makin tjinta padanja, dan kelak kalaoe datang poela kemari, tentoe perhatian akan berlipat ganda.”

Untaian fakta historis ini kiranya dapat menjadi bukti bahwa pembibitan usia dini merupakan fundamen pembangunan sebuah klub. Dengan demikian, pengurus baru Persis seyogianya tetap mengupayakan sinergisitas dengan seluruh klub internal.

Meskipun kini tengah bertransformasi menjadi klub modern dan profesional, Persis tidak boleh mendurhakai rahim perserikatan yang banyak memaktubkan kearifan. Klub sepak bola profesional mustahil dibangun dalam satu malam layaknya Candi Rara Jonggrang.

Perlu keberanian dan determinasi untuk merombak pelbagai kultur basi. Selain mengupayakan rekonsiliasi dengan klub internal dan menghidupkan denyut kompetisi internal, ada hal mendasar yang hingga saat ini belum kuasa diimplementasikan dalam manajerial klub sepak bola, yakni transparansi anggaran!

Sudah menjadi rahasia umum bahwa di Indonesia laporan detail anggaran klub hingga nilai kontrak dan gaji pemain menjadi hal yang tabu untuk ditransparankan. Kalau toh ada berita ihwal nilai kontrak pemain, biasanya hanya dalam ”kisaran” atau “kira-kira”.

Fajar Rahman dalam esai berjudul Profesionalisme dan Transparansi Semu Sepak Bola Indonesia (2016) menyatakan kultur manajerial sepak bola Indonesia seperti alergi dengan transparansi. Banyak pengurus klub, media, atau pemangku kepentingan yang telanjur nyaman dengan keuntungan dari sistem yang sarat ketertutupan ini.

Dengan sistem korup banyak pemain lokal yang menjadi tumbal pemalakan. Transparansi neraca keuangan kiranya dapat menjadi gebrakan reformasi manajerial sebelum Persis menyongsong asa baru di musim depan.

Akhir kata, pada hakikatnya pemilik Persis bukanlah 26 klub internal, Askot PSSI Solo, atau Vijaya Fitriyasa. Persis adalah milik warga Kota Solo seutuhnya. Melalui sepak bola mereka berhak mendapat kebahagiaan dan kebanggaan. Bukan derita akibat rasa malu menanggung friksi picisan berkepanjangan. Mari berbenah, Persis! Lekaslah!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya