SOLOPOS.COM - Tim Mabes Polri saat sosialisasi di Pondok Pesantren Ali Maksum Krapyak, Kamis (16/11/2017). (Istimewa/Polres Bantul)

Mabes Polri sosialisasi tentang ancaman terorisme ke Pondok Pesantren Ali Maksum Krapyak.

Harianjogja.com, BANTUL— Tim Koordinator Pembinaan Masyarakat Badan Pemeliharaan Keamanan (Korbinmas Baharkam) Mabes Polri menggelar silaturahmi dan penyuluhan kepada para santri Pondok Pesantren Ali Maksum Krapyak, Panggungharjo, Sewon Bantul,  Kamis(16/11/2017) pagi.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kedatangan rombongan Korbinmas Baharkam Mabes Polri disambut oleh Pengasuh ponpes Ali Maksum KH Muhammad Nilzam Yahya serta para santri di Pondok Pesantren Ali Maksum.

Ekspedisi Mudik 2024

Sejumlah orang menjadi narasumber dalam acara silaturahmi ini. Tak hanya dari Polri namun juga dari mantan terpidana terorisme. Sejumlah narasumber itu antara lain AKBP Fatimah AR dari Korbinmas Baharkam Polri, AKBP Kurnia Wijaya dari Detasemen 88 AT Polri, Muhammad Nasir Abbas mantan Ketua Mantiqi III Jamaah Islamiyah (JI) yang disebut sebagai mantan pelaku terorisme. Materi yang disampaikan adalah tentang bahaya pemahaman terorisme dan paham radikalisme.

Muhammad Nasir Abbas menceritakan kisah pengalamannya saat menjadi anggota teroris. Nasir yang merupakan warga asli Malaysia itu, ditangkap di wilayah Bantar Gebang, Bekasi, pada 18 April 2003 silam. Pada saat itu, dirinya ingin memanfaatkan perjanjian Malino yang terkait konflik Poso, dengan menciptakan teror dan meledakkan bom di beberapa tempat.

Namun, upaya itu gagal saat dirinya diringkus oleh Detasemen Khusus Anti Teror yang kala itu dipimpin Kombes Pol Saud Usman Nasution.

Saat menjadi teroris, Abbas mengaku mendoktrin para murid-muridnya. “Saya mengajarkan kepada murid-murid saya yaitu lebih baik mati dari pada ditangkap. Saat ditangkap, saya berharap ditembak mati namun hal tersebut tidak terjadi sehingga menjadi penyesalan pada waktu itu,” katanya saat menceritakan masa lalunya seperti dilansir dari tribratanewsbantul.com, Jumat (17/11/2017).

Nasir Abbas juga bercerita, dulu dirinya diiming-imingi pergi ke Afganistan secara gratis untuk menempuh pendidikan. Namun sesampainya disana, ternyata ia dijadikan salah satu teroris. Karena meraih predikat terbaik saat menempuh pendidikan, ia kemudian dijadikan sebagai  tenaga pengajar dan tidak diperbolehkan untuk kembali ke Tanah Air-nya.

Ia juga mengungkapkan rasa syukurnya setelah dirinya disadarkan dari pemahaman yang keliru. “Kesyukuran saya karena rencana besar saya untuk melakukan teror di Asia Tenggara pada tahun 2003 itu gagal setelah Densus 88 menangkap saya,” ungkap dia.

Di akhir materinya, Nasir Abbas menekankan bahwa teroris tidak dapat disebut sebagai mujahid alias pejuang. Pasalnya kata dia, di dalam Islam untuk membunuh dalam peperangan saat berjihad ada akhlak tertentu yang harus dipenuhi. Selain itu tidak dibenarkan sebuah pembunuhan didahului dengan penyiksaan.

Sementara itu AKBP Fatimah menyampaikan, bahwa salah satu tugas pokok Polri yaitu membina masyarakat agar taat hukum dan perundang-undangan sehingga tercipta keamanan dan ketenteraman di lingkungan masyarakat.

Partisipasi seluruh warga ponpes untuk turut aktif memberikan informasi yang berkaitan dengan terorisme sangat dibutuhkan. Misalnya bila ada hal yang mencurigakan segera lapor kepada kepolisian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya