SOLOPOS.COM - Mantan pecandu dan pengedar narkoba (mengenakan penutup muka) menjadi narasumber sosialisasi bahaya narkoba di Kelurahan Buntalan, Klaten Tengah, Kamis (7/9/2017). (Taufiq Sidik Prakoso/JIBI/Solopos)

Seorang mantan pecandu dan pengedar narkoba menjadi pembicara dalam sosialisasi bahaya narkoba di Klaten.

Solopos.com, KLATEN — Riki mulai berkenalan dan mencicipi narkoba pada 2008. Saat itu, ia masih berusia sekitar 16 tahun. Alasannya menjajal barang haram itu lantaran masih depresi ditinggal ayahnya untuk selamanya saat berusia 12 tahun.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Pria asal Klaten itu bahkan menjadi pengedar narkoba pada 2010. Berbagai jenis narkoba ia edarkan sekaligus ia konsumsi lantaran kadung menjadi pecandu. Ia masuk dalam jaringan peredaran narkoba Malaysia.

“Jenis-jenisnya seperti inex, LSD, heroin, ganja, putau, dan sabu-sabu. Biasanya saya habis nyabu ditambahi putau kemudian minum inex,” kata Riki yang mengenakan penutup kepala, wajah, hingga kacamata saat ditemui wartawan seusai berbicara dalam sosialisasi bahaya narkoba di aula Kelurahan Buntalan, Kecamatan Klaten Tengah, Kamis (7/9/2017).

Ekspedisi Mudik 2024

Sakaw sangat menyiksa Riki ketika masih menjadi pecandu narkoba. Pria yang kini berusia 24 tahun itu merasakan badannya menggigil, pusing, pandangan kabur, keluar keringat dingin, depresi berat, susah tidur, hingga emosi meluap-meluap.

Ia juga sering meluapkan emosinya ketika sakaw dengan memukuli sembarang orang. “Saat ingin mengonsumsi tetapi barang sudah habis, emosi saya sering meluap-luap. Biasanya kalau seperti itu saya pergi ke jalan, mukulin sembarang orang sebagai pelampiasan,” urai dia.

Riki pun pernah meringkuk di penjara pada 2013 lalu. Setelah keluar ia kembali tertangkap pada 2014. Bertahun-tahun hidup di bawah bayang-bayang narkoba, Riki semakin tak nyaman hingga ia memutuskan berhenti menjadi pecandu sekaligus pengedar.

Nomor ponsel teman-temannya di kalangan pecandu dan pengedar ia hapus. Pada Februari 2017, Riki memutuskan menjalani rehabilitasi.

“Saya memiliki keinginan rehabilitasi karena melihat ibu saya sakit. Selama satu bulan saya menjalani rehabilitasi di RSJD dr. R.M. Soedjarwadi,” tutur dia.

Meski sudah dinyatakan sembuh, Riki terkadang memiliki keinginan kembali mengonsumsi narkoba atau kerap disebut craving. Bersama seorang temannya, ia pernah memukuli 30 orang yang menggelar pesta minuman keras (miras) di tepi jalan raya ketika mengalami craving hingga emosinya tak terkendali.

Namun, pelampiasan dengan cara memukuli orang itu perlahan mulai hilang. Riki memilih menjalankan salat ketika ia craving. “Ketika ada perasaan ingin mencoba lagi saya ambil wudu kemudian salat,” ungkapnya.

Ia berpesan kepada para pemuda lainnya agar tak mencoba mencicipi narkoba. Riki juga berharap para pecandu lainnya segera melakukan rehabilitasi.

“Daripada keduluan tertangkap, lebih baik rehabilitasi. Menurut saya pengguna tidak pantas dipenjara. Lebih tepatnya mereka direhabilitasi,” urai dia.

Setelah bebas dari narkoba, Riki ingin membahagiakan orang tuanya. Bagi Riki, narkoba sudah menjadi masa lalu yang kelam dan ia tak ingin kembali ke dunia tersebut. Kini, ia bekerja di bidang seni di wilayah Jogja.

Bidang tersebut menjadi media pengalihan ketika memiliki keinginan mengonsumsi narkoba. Disinggung peredaran narkoba di Klaten, Riki menilai sudah sangat parah. Tak hanya kalangan remaja, narkoba di Klaten disebut-sebut sudah merambah hingga anak usia SD.

Kepala Instalasi Rehabilitasi Ketergantungan Obat (Napza) RSJD dr. R.M. Soedjarwadi, Anis Sukandar, mengatakan sejak 2015 hingga saat ini ada 50-an orang yang menjalani rehabilitasi dari ketergantungan obat di RSJD. Proses rehabilitasi minimal dilakukan selama tiga bulan.

”Sebagian direhab karena kasus hukum, mereka titipan dari kepolisian atau pengadilan. Ada juga yang datang sendiri,” kata Anis.

Senada dengan Riki, Anis juga menilai para pengguna ataupun pecandu narkoba tak sepantasnya diberikan hukuman penjara. Ia menilai para pecandu atau pengguna itu lebih tepat menjalani rehabilitasi.

“Seperti yang disampaikan dari polres tadi, pendekatan secara fisik bagi para pengguna itu tidak diharapkan. Kalau hukuman fisik, penjara akan penuh dengan orang pengguna napza,” ungkapnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya