SOLOPOS.COM - PENINJAUAN KEMBALI -- Sejumlah mantan anggota DPRD Solo periode 1999-2004 yang mengajukan permohonan peninjauan kembali putusan MA mengikuti sidang di Pengadilan Negeri Solo, Selasa (10/5). (Espos/Mohammad Ayudha)

Solo (Solopos.com) – Tujuh mantan anggota DPRD Solo periode 1999-2004 melawan putusan MA. Di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Solo, para eks-legislator tersebut menuding putusan kasasi tidak logis.

PENINJAUAN KEMBALI -- Sejumlah mantan anggota DPRD Solo periode 1999-2004 yang mengajukan permohonan peninjauan kembali putusan MA mengikuti sidang di Pengadilan Negeri Solo, Selasa (10/5). (Espos/Mohammad Ayudha)

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sidang agenda permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan para mantan anggota DPRD Solo itu digelar di PN Solo, Selasa (10/5). Persidangan tersebut menindaklanjuti pengajuan PK yang dilakukan tujuh mantan anggota Dewan beberapa waktu terakhir. Mereka yang mengajukan PK secara in person, yakni Heru S Notonegoro, Hasan Mulachela, Satryo Hadinagoro, Bambang Rusiantono, Zaenal Arifin, James August Patiwael dan M Sahil Alhasni.

Selama sidang berlangsung, lokasi persidangan dipenuhi pengunjung dari berbagai elemen masyarakat Kota Solo. Turut hadir dalam rombongan pengunjung sidang itu, elemen PDI-P di antaranya Wakil Walikota Solo, FX Hadi Rudyatmo dan unsur pimpinan DPRD Solo. Terlihat pula kalangan pengusaha, Pasoepati, Forum Komunikasi Putra-Putri TNI/Polri (FKPPI), pendukung Zaenal Arifin dan M Sahil Alhasni juga turut memantau jalannya persidangan. Hadir pula beberapa dari abdi dalem Keraton Surakarta Hadiningrat.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Espos, pengajuan PK kali ini didasari penemuan bukti baru (novum) berupa putusan mantan anggota Dewan dari fraksi TNI di pengadilan mahkamah militer tinggi. Di mana, sesuai nomor: Put/36-K/PMT-II/AD/VII/2009 terdapat tiga mantan anggota Dewan dari militer yang dibebaskan dari jeratan hukum. Mereka adalah H Siswandi, AR Sukiman, M Mulyadi. Alasan lain pengajuan PK, yaitu munculnya kekhilafan hakim majelis MA dalam memutus perkara dan munculnya perbedaan pertimbangan hukum dalam perkara yang sama. Dilepaskannya pimpinan DPRD Blora dalam kasus dugaan korupsi juga dimasukkan dalam materi novum.

“Peran kami tidak cukup strategis dalam penetapan anggaran itu, Tapi, kenapa kami yang justru dihukum. Sementara, sejumlah anggota lain, bahkan pimpinan dari unsur TNI tidak dihukum. Apakah keputusan seperti ini tidak diskriminatif?” kata Hasan Mulachella saat membacakan materi pemohonan.

Menurut Heru S Notonegoro, sepanjang menjabat sebagai anggota DPRD periode 1999-2004, dirinya bersama teman-temannya yang saat ini terjerat kasus dugaan korupsi meyakini tidak pernah melanggar hukum. Uang yang diterima semasa menjabat sebagai mantan wakil rakyat sudah sesuai peraturan yang berlaku. Dengan demikian, apa yang telah dilakukan tidak termasuk perbuatan kejahatan.

“Kami yakin, PK ini akan berhasil 100 persen. Kami juga yakin kalau nantinya akan ada cukup alasan untuk membatalkan vonis MA itu,” jelasnya. Hal serupa juga dijelaskan pemohon PK lainnya, Satryo Hadinagoro. Dirinya yakin bakal menghirup udara bebas dalam waktu dekat. Pasalnya, novum dalam perkara kali ini dianggap sudah cukup jelas.”

Majelis Hakim selanjutnya menunda sidang hingga Kamis (12/5) mendatang. Nantinya, saat sidang lanjutan nanti akan dihadirkan dua orang saksi.

pso

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya