SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Sulit mencari kata paling pas untuk menggambarkan sosok Manohara. Mungkin fenomenal, spektakuler, sekaligus luar biasa.

Semua orang berbincang tentang model yang mengaku disiksa Tengku M Fakhri, sang suami, dari Kasultanan Kelantan Malaysia. Cerita yang dia tuturkan mampu mengharu biru perasaan jutaan orang. Meski cerita itu dituturkan dengan tetap mengumbar senyumnya.

Promosi Mudik: Traveling Massal sejak Era Majapahit, Ekonomi & Polusi Meningkat Tajam

Semua orang pun angkat bicara membela dia. Tak kurang Kementerian Luar Negeri, anggota Dewan, bahkan seorang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang tengah melakukan kunjungan kerja ke Korea Selatan pun menyempatkan waktu untuk berkomentar tentang dia.
Dan, Manohara pun berubah dari sekadar korban kekerasan dalam rumah tangga, menjadi simbol nasionalisme.

Bahkan teman kantor yang duduk di samping saya sempat tertawa terbahak-bahak sembari menggebrak-gebrak mejanya ketika membaca pernyataan seorang artis di sebuah media online yang mengatakan “Mudah-mudahan Indonesia dan Malaysia tidak perang karena Manohara”.
 
Luar biasa. Sang artis melihat persoalan Manohara sepenting masalah perbatasan Ambalat yang juga sedang menghangat. Pernyataan artis itu juga mengingatkan pada Perang Bubat antara Padjajaran dan Majapahit. Perang besar yang meletus karena persoalan Putri Diyah Pitaloka. Kejadian yang sudah berlangsung berabad-abad yang lalu.

Apa istimewanya Manohara? Tanpa mengurangi keprihatinan atas apa yang dia alami, sebenarnya apa yang terjadi pada Manohara hanya masalah kecil  jika dibandingkan dengan nasib para tenaga kerja Indonesia (TKI).

Sebenarnya, dalam waktu yang tidak berselang lama, seorang pembantu rumah tangga (PRT) asal Indonesia ditemukan tewas di rumah majikannya pada Sabtu 22 Mei lalu di Kuala Lumpur, Malaysia. Diduga, wanita malang ini dianiaya majikannya. PRT asal Indonesia ini baru bekerja di rumah majikannya selama dua bulan. Siapa yang berkomentar terhadap nasib PRT ini?

Ratusan orang Indonesia yang harus mati di negeri orang, disiksa majikan dengan sadis hanya untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.  Mari baca data. Migrant Care mencatat  jumlah TKI  yang meninggal di luar negeri periode Januari-Juli 2008 telah mencapai 84 orang. Jumlah TKI yang meninggal di luar negeri juga terus meningkatkan. Pada 2003, angka kematian TKI sempat mencapai 99 orang. Jumlah itu terus meningkat hingga mencapai puncaknya pada 2007 lalu di mana TKI yang meninggal tercatat sebesar 212 orang. (Bisnis Indonesia 23 Juli 2008)

Pernahkah orang Indonesia sebegitu heboh dengan kondisi ini seperti apa yang terjadi pada Manohara? Apa yang membedakan antara Manohara dan para TKI? Mereka sama-sama orang Indonesia yang mendapat perlakuan tidak adil di negeri lain.

Tetapi kenapa orang-orang tidak geram ketika sebuah keluarga menangis ketika keluarganya datang dari negeri orang sudah terbujur kaku? Kenapa para artis tidak takut Indonesia dan Malaysia akan perang karena ada TKI yang meninggal di negeri jiran itu?

Jangan-jangan karena Manohara adalah selebritis, cantik dan kaya? Atau karena dia disiksa oleh suaminya yang kerabat Kasultanan? Kalau itu jawabannya, maka kita sudah menjadi orang yang bersikap tidak adil.

Padahal jika mau berkomentar ekstrem, Manohara lebih beruntung dibandingkan para TKI. Selama di Malaysia, setidaknya Manohara hidup di tengah kemewahan. Sementara para TKI meninggal di tengah kemiskinan. Itu jika mau berpikir ekstrem.

Menarik menyimak pernyataan Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Masruchah yang dimuat di harian ini, Selasa (2/6) yang mengatakan dalam kasus Mano ini pemerintah terkesan memberi respons berlebihan. Namun yang patut disayangkan bahwa kasus-kasus serupa yang berjumlah sekian banyak tidak mendapat perhatian memadai dari pemerintah. “Saya harap tidak hanya Mano yang diperhatikan, tetapi juga kasus-kasus buruh migran lain yang banyak terjadi,” saran Masruchah.

Sekali lagi, tanpa mengurangi keprihatinan terhadap kasus Manohara, semua harus sadar bahwa sikap yang berlebihan dalam memperlakukannya justru akan memunculkan kecemburuan bagi rakyat lain. Manohara tetap harus dibela. Tetapi para TKI yang nasibnya jauh lebih menderita juga harus dibela. Jangan pilih kasih. Jangan over dosis!!!

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya