SOLOPOS.COM - Ilustrasi minimarket. (Reuters)

Mall di Bantul masih mendapatkan penolakan dari warga

Harianjogja.com, BANTUL– Penolakan terhadap rencana pembangunan mall oleh Pemerintah Kabupaten Bantul masih terus berdatangan. Sejumlah warga dan asosiasi pedagang pasar tegas menolak rencana pembangunan mall.

Promosi Nusantara Open 2023: Diinisiasi Prabowo, STY Hadir dan Hadiah yang Fantastis

Salah seorang warga yang tinggal di Dusun Salakan, Desa Bangunharjo, Kecamatan Sewon, Sukirdi menilai lebih baik dibangun kampus dari pada mall, karena mall akan membuat warga lebih konsumtif. “Kalau ada kampus warga sini bisa buat usaha indekos ataupun warung makan,” ujarnya kepada Harianjogja.com, Senin (22/8/2016).

Mengenai kepastian pembuatan mall di Dusun Salakan, sepengetahuan Sukirdi tanah yang rencananya akan dibangun mall masih dalam sengketa dan belum jelas kepemilikanya.

”Dua bulan lalu sudah ada yang mengukur tanah tapi tidak tahu kelanjutanya seperti apa,” kata Sukirdi yang sehari-hari berjualan di sebelah lahan yang rencana akan dibangun mall.

Lebih lanjut Sukirdi mengatakan dampak pembangunan mall akan menaikkan harga tanah di sekitar dusun dan mengundang para investor untuk membeli tanah. Namun menurut dia sejauh ini belum ada warga yang menjual tanahnya.

Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia (APPSI) Imogiri, Bantul, Darmanto mengatakan pada umumnya masyarakat Bantul belum memerlukan mall.

Selain itu menurutnya, jika dilihat dari peraturan yang mengharuskan jarak pasar tradisional dengan mall sejauh 3 km akan menyalahi aturan bila jadi didirikan di dusun Salakan yang hanya berjarak 1 Km dari pasar tradisional Prawirotaman.

Sementara, Ketua APPSI Piyungan, Sukarno dengan tegas menyatakan tidak setuju dengan rencana pembangunan mall. Menurut dia meskipun dibangun di wilayah perbatasan dengan Kota Jogja dia tetap tidak setuju. Karena kehadiaran mall itu tetap berpengaruh terhadap pasar tradisional.

Harga-harga yang berkaitan dengan barang-barang pabrikan di pasar tradisional itu kalah dengan mall. Menurutnya mall dapat membeli barang pabrikan dengan partai besar dan menjualnya dengan harga lebih murah. Sementara pedagang pasar tradisional yang memiliki modal sedikit sehingga akan kalah bersaing.

Sukarno menilai pemerintah tidak bisa menyamakan keberhasilan pasar Bringharjo yang tetap dapat bersaing dengan mall di Malioboro. Itu merupakan sebuah kasus yang berbeda menurut Suharto, karena berada di tengah kota sehingga daya beli masyarakat cukup tinggi, berbeda dengan masyarakat Bantul yang mayoritas adalah warga pedesaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya