Solopos.com, KUALA LUMPUR — Layanan ojek online (ojol) sudah menjadi hal lumrah di Indonesia, namun tidak di negara tetangga, Malaysia.
Wakil Menteri Transportasi Datuk Henry Sum Agong menyatakan pemerintah tidak akan mengizinkan layanan ojek online. Hal ini merujuk pada angka kematian pengendara sepeda motor dan pembonceng di Malaysia.
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Dilansir Liputan6 dari The Malay Mail, Selasa (16/11/2021), Henry mengatakan keputusan itu diambil setelah mempertimbangkan statistik kecelakaan di jalan yang diberikan polisi.
Baca Juga: Cegah Pelecehan Seksual di Kampus, Begini Aturan di Universitas Harvard
Menjawab pertanyaan Anggota Parlemen (MP) Julau Larry, Henry mengatakan, dari angka kecelakaan lalu lintas 2019, ada lebih dari 3.900 kematian akibat kecelakaan sepeda motor dari total kematian di jalan 6.167, atau 64 persen.
“Ini memperhitungkan risiko keselamatan dan kecelakaan lalu lintas yang sangat tinggi di antara pengendara dan pembonceng di Malaysia,” kata Henry.
Hal ini menyebabkan baik Julau Larry dan Muar MP Syed Saddiq Syed Abdul Rahman bertanya mengapa Malaysia tidak mengikuti model bike ride-hailing (ojek online) yang digunakan di negara tetangga Thailand dan Indonesia.
“Ini adalah yang pertama kita mendengar tentang ini,” ujar Syed Saddiq.
Baca Juga: Jual Hotel Rp5,3 Triliun, Mantan Presiden AS Donald Trump Bangkrut?
Wakil menteri menolak untuk menjawab pertanyaan anggota parlemen, dengan mengatakan bahwa pemerintah selalu mencari hal-hal positif terkait ride-hailing.
Pada 2019, layanan sepeda motor online bernama Gojek, yang populer di Indonesia, bersama dengan layanan serupa Dego, diberi lampu hijau untuk beroperasi di Malaysia.
Izin ini berlaku di bawah inisiatif Menteri Pemuda dan Olahraga Syed Saddiq.