SOLOPOS.COM - Ilustrasi minyak goreng. (Freepik)

Solopos.com, JOGJA — Praktik curang jual beli minyak goreng terjadi di wilayah DIY. Konsumen yang membutuhkan minyak goreng justru dipaksa membeli produk lain jika ingin mendapatkan kebutuhan pokok tersebut. Praktik yang dikenal dengan tying agreement ini melanggar peraturan perundangan-undangan.

Ketua ORI DIY, Budhi Masthuri, menjelaskan temuan kasus terkait minyak goreng di DIY tergolong unik dan sangat berbeda dengan daerah lain. Konsumen dipaksa harus membeli produk lain jika ingin mendapatkan minyak goreng atau dikenal dengan tying, bahasa pedagang lokal disebut kawinan.

Promosi BRI Sukses Jual SBN SR020 hingga Tembus Rp1,5 Triliun

Baca juga: Seret! Pedagang di Madiun Sulit Peroleh Minyak Goreng dari Distributor

Berdasarkan survei yang dilakukan pada 24-28 Februari 2022 pada pasar dan retailer seluruh DIY diperoleh 23,8% responden di seluruh kabupaten dan kota mengkonfirmasi adanya praktik tying.

“Jadi warga yang ingin membeli minyak goreng harus membeli produk lain seperti sabun mandi, tepung, margarin, mie jagung, ini yang paling banyak, bahkan ada juga yang harus membeli lampu bolam. Di tengah kebutuhkan mendesak tentu tidak dibenarkan seharusnya praktik seperti ini, sangat membuat beban masyarakat,” katanya dalam konferensi pers daring, Selasa (1/3/2022).

Baca juga: Penjualan Minyak Goreng Murah Diperluas di 17 Pasar di Karanganyar

Budhi mengatakan dari hasil survei pula, para retailer mengaku praktik tying ini telah dilakukan di jenjang distributor. Sehingga para pengecer mau tidak mau harus mengikuti.

“Ada juga di salah satu swalayan cukup besar di Jogja, ketika akan membeli minyak goreng disyaratkan harus membeli santan cair. Kalau yang sabun mandi dan bolam tadi di Wonosari,” katanya.

Baca juga: “Harga Minyak Goreng Mahal, Apa-Apa Sekarang Direbus, Tempe Direbus”

Tying Agreement

Kepala Kanwil KPPU DIY Hendry menyatakan untuk bundling masih diperbolehkan karena merupakan strategi promosi. Biasanya penjual memberikan dua pilihan. Tetapi tying konsumen tidak diberikan pilihan.

“Kalau bundling sama-sama diikat tetapi masih ada pilihan yang lain, tujuannya untuk promosi, misal beli dua lebih murah tetapi kalau beli satu saja bisa. Bundling itu sebenarnya diperbolehkan karena menjadi strategi pemasaran pelaku usaha,” ucapnya.

Kabid Penegakan Hukum KPPU DIY Kamal Barok menyatakan jawatannya telah mendapatkan informasi adanya tying agreement yang dilakukan distributor atau retailer migor di DIY. Perbuatan ini memaksa konsumen harus membeli produk lain ketika akan membeli produk tertentu dan konsumen tidak diberikan pilihan.

Baca juga: Kecamatan Terpojok di Sragen Ini Digelontor Minyak Goreng Murah

Tujuannya adalah untuk memperoleh keuntungan secara ilegal dan mengalihkan risiko bisnis. Perbuatan ini jelas melanggar Pasal 15 ayat 2 UU No.5/1999.

“Hal ini menjadi konsen KPPU, kami mengundang 10 distributor pada Jumat [pekan lalu], hampir semua melakukan ini [tying]. Kami bersama Ori menemukan 23 persen dari sampel menerapkan, artinya masih tinggi perilaku tying,” katanya

Baca juga: Operasi Pasar 1.800 Liter Minyak Goreng di Sragen, Hanya 1 Liter/Kupon

Oleh karena itu KPPU DIY mengimbau kepada para pelaku usaha baik distributor maupun retail untuk menghindari praktik ini. Jika masih ditemukan maka akan dilakukan penegakan. Selain itu KPPU berencana melakukan pemanggilan sejumlah retailer besar yang masih menjual di atas Rp14.000.

“Kami akan lakukan penegakan jika masih dilakukan [tying], baik distributor maupun retail, akan kami panggil, ada harga di atas Rp14.000, nilai 200 tidak besar bagi satu orang, tetapi kalau berapa ratus orang. Kita panggil, apakah iya retail ini memperoleh harga di atas Rp13.000, perkiraan kami keuntungan Rp1.000 ,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya