Solopos.com, KARANGANYAR — Simbol seks yang berada di Candi Sukuh di Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah bukanlah suatu hal yang mesum. Namun, simbol-simbol tersebut terlanjur dimaknai negatif.
Hal itu terjadi karena ada mitos yang sudah dipercaya masyarakat sejak dulu kala. Mitos tersebut adalah tes keperawanan dan keperjakaan. Mengapa demikian?
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Pada bangunan candi itu terdapat pahatan yang menggambarkan organ intim perempuan (yoni) dan laki-laki (lingga) dalam bentuk yang nyata.
Menurut laporan tertulis Achmad Syafi’i dari Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, pahatan tersebut diyakini berfungsi sebagai mantra atau obat untuk menyembuhkan segala kotoran yang melekat di hati.’
Di ruang dalam gapura, terhampar di lantai, terdapat pahatan yang menggambarkan phallus dan vagina dalam bentuk yang nyata. Keduanya hampir bersentuhan satu sama lain.
Baca juga: Waduh! Ada Mitos Tes Keperawanan di Candi Sukuh Karanganyar
Pahatan tersebut merupakan penggambaran bersatunya lingga (kelamin laki-laki) dan yoni (kelamin perempuan) yang merupakan lambang kesuburan.
Saat ini sekeliling pahatan tersebut diberi pagar, sehingga gapura tersebut sulit untuk dilalui. Untuk naik ke teras pertama, umumnya pengunjung meggunakan tangga di sisi gapura.
“Ada keyakinan bahwa pahatan tersebut berfungsi sebagai suwuk (mantra atau obat) untuk ngruwat (menyembuhkan atau menghilangkan) segala kotoran yang melekat di hati,” beber Achmad.
Itulah sebabnya relief tersebut dipahatkan pada bagian bawah atau lantai pintu masuk, sehingga orang yang masuk ketempat suci akan melangkahinya.
Baca juga: Jejak Tanaman Kina, Obat Malaria di Candi Sekar Jinggo Lereng Lawu
Dengan demikian dimungkinkan pada saat jaman candi Sukuh masih difungsikan, terdapat keinginan bahwa segala kekotoran batin dan pikiran yang melekat di tubuhnya akan sirna saat masuk ke lingkungan Candi Sukuh.
Keberadaan pahatan tersebut menimbulkan kesan erotis terhadap candi ini. Hal tersebut juga tertuang dalam skripsi yang ditulis Evianna Puspitasari dari UIN Walisongo Semarang pada 2021 lalu.
“Hal ini disebabkan karena relief Candi Sukuh yang bersifat naturalis, mengambarkan bentuk alat kelamin yang di pahat dalam bentuk riil atau asli,” jelas dia dalam skripsinya.