SOLOPOS.COM - Gambaran kepadatan permukiman wilayah Kota Solo. (Solopos/Nicolous Irawan)

Solopos.com Stories

Solopos.com, SOLO — Keinginan untuk memiliki rumah di dalam wilayah Kota Solo kini makin jauh dari jangkauan. Selain harganya yang mahal karena harga tanahnya juga tinggi, ketersediaan lahan juga hampir tidak ada lagi.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Jangankan untuk membangun perumahan subsidi yang harganya terjangkau masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), untuk rumah komersial saja sekarang sangat sulit untuk membangun di Solo.

Berdasarkan data yang dihimpun Solopos.com, dalam lima tahun terakhir, tepatnya sejak 2017 lalu, hanya dua kompleks perumahan yang dibangun di Kota Solo. Kali terakhir perumahan dibangun sekitar 2019 dengan jumlah 40-an unit di wilayah Mojosongo, Jebres.

Hal ini tentu bisa menyusutkan asa bagi kalangan muda atau milenial dan pekerja yang menginginkan bisa punya rumah dengan harga terjangkau gaji mereka di Solo.

Mau tidak mau mereka harus beralih ke kawasan satelit Solo seperti Kartasura dan Gentan (Sukoharjo), Ngemplak (Boyolali), atau Wonorejo (Karanganyar). Konsekuensinya mereka harus menempuh perjalanan lebih jauh dari rumah menuju lokasi kerja di dalam Kota Solo.

Baca Juga: Cerita Developer Boyolali Bangun Tegalan jadi Rumah Subsidi Kekinian

Minimnya lahan untuk membangun perumahan di Solo diakui Kepala Bidang Perumahan Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (Disperum KPP) Kota Solo Sirat Handoko saat diwawancarai Solopos.com, Kamis (18/8/2022).

Ia menjelaskan sebenarnya ada lahan yang tersedia di beberapa lokasi, antara lain Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres. Namun sudah sulit untuk dikembangkan.

Hunian Vertikal

“Di Solo ini hampir enggak ada rumah yang dibangun oleh pengembang sejak 2017. Pembangunan skala besar 100 unit rumah tidak ada,” katanya. Dia menjelaskan hanya ada dua perumahan yang dibangun dalam kurun waktu 2017-2022.

Pertama, The Nyaman Riverside di Kelurahan Kadipiro, Kecamatan Banjarsari, sekitar 30 unit pada 2018. Kedua, Jasmine Regency di Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, dengan 40-an unit rumah pada 2019. Keduanya merupakan perumahan komersial.

Baca Juga: Harga Perumahan di Wonogiri Masih Ada yang Murah Meriah Lo

Warga Kota Solo yang mencari rumah, lebih-lebih rumah subsidi, mesti keluar kota. Di sisi lain, Pemkot Solo memenuhi kebutuhan hunian khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan bangunan vertikal bantuan dari pemerintah pusat.

Saat ini, berdasarkan data di laman resmi Pemkot Solo, surakarta.go.id, ada tujuh rusunawa yang sudah dibangun di Kota Bengawan. Ketujuh rusunawa itu yakni Begalon I, Begalon II, Semanggi, Jurug, Kerkov, Mojosongo A, dan Mojosongo B.

Sirat mengatakan Pemkot Solo menyediakan serta mengajukan tiga lahan lagi untuk dibangun rusunawa ke pemerintah pusat pada tahun ini. Ketiga lokasi itu yakni Pondok Boro di Kelurahan Nusukan, kawasan Putri Cempo di Kelurahan Mojosongo, dan lahan HP 148 di Mojosongo.

harga rumah kartasura Ilustrasi pembangunan sektor perumahan (freepik) rumah di solo
Ilustrasi pembangunan sektor perumahan (freepik)

Namun dari ketiga lokasi itu yang dipilih untuk membangun rumah susun sewa adalah HP 148 di Mojosongo, Solo. “Yang Pondok Boro itu kurang luas lahannya. Ke depan kami mencoba mengusulkan lagi kepada pemerintah pusat,” tuturnya.

Baca Juga: Rumah Subsidi Boyolali Punya Fasilitas Lengkap, Dekat Jalan Raya, Mau?

Bantuan Pembiayaan Perumahan

Selain rusunawa, lanjutnya, Pemkot Solo pernah memfasilitasi warga lewat program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT).

“Kami melakukan sosialisasi terus namun sejak 2019-2020 vakum karena pandemi. FLPP kami komunikasikan terus dan warga bisa mendaftar sendiri ke BTN [Bank Tabungan Negara]. Lokasinya di luar Solo. Solo harga tanahnya mahal, tidak mungkin dibangun rumah subsidi,” ujarnya.

Sirat mengatakan ada sekitar 300 keluarga yang mengakses layanan BP2BT pada 2018. Mereka merupakan warga yang tinggal di Kota Solo namun belum memperbarui KTP di Kota Solo. Fasilitator program itu pindah dari Kota Solo ke Sukoharjo sekitar 2019.

Dia menjelaskan FLPP merupakan bantuan likuiditas dengan bunga yang ringan. Sementara BP2BT merupakan bantuan uang muka bagi warga. Pengelolaannya dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Baca Juga: Rumah Subsidi Boyolali Diserbu Pekerja Soloraya, Ngemplak Banyak Dicari

Menurut Sirat, upaya memenuhi kebutuhan rumah bagi warga juga dilakukan dengan cara penataan kawasan kumuh di Solo dengan pendanaan dari pemerintah pusat, Pemkot, dan tanggung jawab sosial perusahaan.

Penataan Kawasan Kumuh

Menurutnya, penataan kawasan kumuh yang dilaksanakan tahun ini, di antaranya pembangunan tahap II di HP 00001 Mojo, Semanggi Utara, RW 001 Kelurahan Mojo, dan Hp 10 Kelurahan Tipes.



Mengenai mahalnya harga tanah sehingga tidak memungkinkan membangun perumahan, apalagi rumah subsidi, di Kota Solo sebelumnya juga diungkapkan Ketua Real Estate Indonesia (REI) Komisariat Soloraya, SS Maharani.

Diwawancarai Solopos.com beberapa waktu lalu, Maharani mengungkapkan harga tanah di Solo saat ini mencapai lebih dari Rp30 juta per meter persegi di tengah kota. Sedangkan di wilayah pinggiran juga sudah mencapai jutaan rupiah per meter persegi.

Baca Juga: Pilih Rumah Subsidi Boyolali, Pekerja Tempuh Perjalanan 35 Km Tiap Hari

Dengan harga tanah segitu, wilayah Solo lebih cocok untuk membangun perkantoran atau tempat usaha. Sedangkan untuk perumahan, apalagi perumahan subsidi sudah tidak memungkinkan.

Akibatnya, kini para pengembang lebih banyak membidik kawasan pinggiran atau malah kawasan satelit Solo yang harga tanahnya lebih terjangkau untuk membangun perumahan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya