SOLOPOS.COM - Warga mengambil jenang gratis saat Festival Jenang Solo (FJS) 2016 di kawasan Ngarsopuro, Solo, Rabu (17/2/2016). Panitia membagikan 20.000 takir jenang saat acara FJS 2016 tersebut yang digelar sebagai rangkaian HUT ke-271 Kota Solo. (Ivanovich Aldino/JIBI/Solopos)

Makanan tradisional Solo, Yayasan Jenang Indonesia menggagas kemunculan Kafe Jenang untuk memasyarakatkan jenang.

Solopos.com, SOLO–Gaung kemeriahan Festival Jenang Solo diharapkan tidak hilang tanpa bekas setelah penyelenggaraan. Menginjak tahun kelima festival, penyelenggara acara menantikan munculnya kafe khusus jenang untuk lebih memasyarakatkan jenang kepada anak muda.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Makanan tradisional ini punya potensi yang besar untuk dikembangkan. Jika dikemas kekinian, tidak menutup kemungkinan anak muda tertarik gaul di kafe jenang. Saya harapkan ada yang menginisiasi ini [kafe jenang] untuk lebih memasyarakatkan jenang,” terang Slamet Raharjo, Ketua Dewan Pembina Yayasan Jenang Indonesia ketika berbincang dengan wartawan di Omah Sinten, Rabu (17/2/2016).

Lebih lanjut Slamet menuturkan daya pikat jenang untuk disajikan sebagai makanan olahan kekinian disokong dengan banyaknya varian dan luwesnya cara penyajian dan bahan. “Jenang variannya cukup banyak. Bisa dikembangkan menjadi dessert style untuk berbagai acara. Ini sudah dimulai di beberapa hotel di Solo. Kenapa tidak dikembangkan ke kafe atau restoran khusus?” tanyanya.

Untuk memantik kreativitas pengusaha kafe atau restoran agar tidak segan memasukkan jenang dalam menunya, Slamet menyarankan adanya kompetisi khusus. “Kalau perlu ada semacam adu kreativitas di kafe anak muda,” sarannya.

Menurut Slamet, keberadaan jenang sebagai salah satu warisan kuliner leluhur butuh lebih dekat dengan anak muda. “Mereka nantinya yang akan melestarikan jenang. Selain lewat buku, saya kira apresiasi perlu dibangun,” katanya.

Budayawan sekaligus kerabat Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, G.P.H. Dipo Kusumo, mengutarakan sudah saatnya jenang lebih dikembangkan di luar tembok istana. “Jenang di Solo memang asalnya dari keraton. Melihat sejarahnya, jenang biasanya digunakan sebagai tetenger. Tapi ketika masyarakat luas menghendaki, pengembangan jenang sah sah saja,” tambahnya.

Dipo menyebutkan salah satu makanan yang mulanya hanya dikonsumsi dan digunakan untuk keperluan sesaji di lingkup Keraton Solo adalah nasi liwet. “Awalnya nasi liwet hanya dikonsumsi raja dan keluarganya. Tapi lambat laun semakin banyak masyarakat yang ingin menikmatinya di luar istana. Jenang saya kira juga  bisa jadi seperti nasi liwet,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya