SOLOPOS.COM - Lele Mantep (JIBI/SOLOPOS/Adib Muttaqin Ashar)

Istimewa TAMPIL BEDA-Salah satu produk Terang Bulan Bolu. Dengan tampilan yang berbeda, terang bulan ini tampak beda dengan makanan sejenis pada umumnya. (FOTO/Istimewa)

Makanan tradisional, jajanan pasar basah atau apapun yang biasa kita temui sehari-hari, mungkin sudah terlalu biasa. Sebut saja martabak, terangbulan, pecel, ayam atau lele, identik dengan makanan rakyat yang murah.
Namun dengan sedikit sentuhan seni dalam penataan, kemasan, branding, produk-produk itu bisa memiliki nilai jual yang tinggi. Tak perlu jauh-jauh ke McDonald atau KFC yang berhasil melakukannya, karena beberapa pelaku usaha di Solo pun juga melakukannya. Berikut beberapa di antaranya.

Promosi Usaha Endog Lewo Garut Sukses Dongkrak Produksi Berkat BRI KlasterkuHidupku

Mengkremeskan Ikan Lele
Siapa yang tak kenal dengan jenis ikan air tawar ini. Mulai dari pasar tradisional, peternakan dan kaki lima, ikan ini dijajakan begitu saja layaknya makanan murah. Padahal salah satu ikan bergizi ini punya daya tarik berupa rasa yang enak asalkan diolah dengan cara yang benar. Di beberapa warung penyet lele, ikan ini adalah salah satu menu menarik.
Berawal dari pemikiran tentang lele inilah sebuah ide menarik muncul di benak Muhammad Ashari. Warga Karangasem yang sehari-hari bekerja di salah satu BUMN ini ingin segera mengganti usaha warnetnya yang sudah mengalami penurunan. Kebetulan yang muncul di benaknya membuka warung ikan lele namun tidak dengan cara biasa. Lele itu bukan dibuat pecel atau penyet, melainkan lele kremes.
“Dulu usaha warnet di sini, tapi ganti karena sudah terlalu banyak dan kebetulan ada tempat kosong. Terus kepikiran bagaimana kalau buka warung saja tapi tidak seperti lainnya,” kata Ashari saat ditemui di kedai lelenya, Jl Mojo 5, Karangasem, Solo, Sabtu (18/2).
Kremes, campuran tepung dan telur yang renyah ini memang sudah biasa. Namun kebanyakan orang lebih mengenal kata kremes ini dalam menu-menu ayam goreng. Oleh Ashari, kremes ini diterapkan pada lele goreng di warungnya. Jadilah lele goreng kremes ini menjadi menu baru yang memang hampir tidak pernah ditemui sebelumnya di Solo dan sekitarnya.
Proses penemuan lele kremes ini pun berawal dari ketidaksengajaan. Awalnya Ashari masih mencari ide usaha kreatif yang menarik. Sampailah pada suatu hari saat dia main ke Gramedia Solo dan membaca sebuah buku yang isinya tentang ide-ide bisnis menarik. Salah satu inspirasi bisnis itu adalah tentang lele kremes yang kemudian dipraktikkannya sendiri.
Butuh waktu bagi Ashari untuk mempraktikkan jenis menu baru ini, setidaknya untuk bereksperimen dan menemukan resep yang pas. Tantangannya adalah membuat lele yang basah itu menjadi garing dan renyah seperti ayam garing. Bukan hanya itu, dia juga harus memikirkan bumbu dan sambalnya.

Lele Mantep (JIBI/SOLOPOS/Adib Muttaqin Ashar)

“Sebenarnya ada alat khusus untuk membuat lele menjadi benar-benar kremes, tapi mahal. Karena itu dulu kami berusaha mencari cara agar bisa membuat lele itu renyah tanpa alat,” terangnya.
Hasilnya cukup memuaskan dan lele itu bisa cukup renyah seperti halnya ayam goreng. Ingin benar-benar tampil beda, Ashari tidak hanya menampilkan lele yang renyah dan kremesnya, tapi juga membuat racikan khusus untuk sambalnya.
Dibuka pada awal Agustus tahun lalu, Ashari tampaknya membidik momentum puasa sebagai test case. Tes itu berhasil dan warung itu terus menunjukkan peningkatan konsumen hingga kini. Dengan menjadikan Lele Kremes itu sebagai brand andalannya, warung lele ini kini dikenal hingga sampai ke Solo Baru. Padahal Ashari sendiri belum sempat mempromosikan warungnya secara serius di media massa.
“Ini malah sampai ada pesanan banyak sekali dari Al Azhar, padahal perkenalannya ya dari mulut ke mulut saja.”

Terang Bulan yang Tampil Beda
Jika tak ada orang yang tidak mengenal lele, begitu pula dengan orang Indonesia. Ya, di berbagai kota orang hanya mengenal dua jenis martabak, yaitu martabak telur dan martabak manis. Di Solo ada satu lagi nama yang beken, yaitu terang bulan yang tak lain adalah nama lain dari martabak manis.
Saking terkenalnya, makanan manis ini dijajakan dari Jakarta, Bandung, Solo sampai Surabaya. Di mana-mana namanya tetap saja martabak atau terang bulan dan sayangnya nyaris tak ada yang tampil dengan merek baru. Namun di tangan Kurniawan, makanan manis ini begitu berbeda.
“Sebenarnya secara umum pembuatannya hampir sama dengan martabak manis atau terang bulan biasa. Tapi kami punya kemasan yang berbeda,” kata Kurniawan, pemilik Terang Bulan Bolu, saat ditemui Espos di gerainya, Jl Ciptomangunkusumo, Solo, Sabtu lalu.

KHUSUS SOLO-Gerai Terang Bulan Bolu di Jl Cipto Mangunkusumo, Solo. Merek ini hanya dikenal di SOlo dan sedang didaftarkan sebagai makanan khas Solo. (FOTO/Istimewa)

Pemuda asal Jakarta ini tidak main-main dalam mengelola bisnis makanannya ini di kota kuliner ini. Sadar bahwa terang bulan sangat banyak dijajakan di pinggir jalan, Kurniawan mencoba membuat terang bulannya tampil beda. Perbedaan ini terletak pada bahan, rasa dan tekstur yang jauh lebih lembut dari pada makanan sejenisnya. Jika terang bulan biasa lebih mirip seperti kue panggang, maka terang bulan milik kurniawan ini teksturnya sedikit mirip dengan bolu.
Tak cukup dengan membuat tekstur yang lembut, Terang Bulan Bolu tampil dengan rasa pandan, blacksweet (coklat) dan netral. Itu baru kulitnya karena dia juga menampilkan berbagai rasa yang berbeda.
“Yang bikin rasanya beda adalah karena kami punya bahan khusus. Ada yang kami impor dari Jepang dan Kanada. Kami juga jamin ini bisa tahan sampai tiga hari dalam suhu ruangan,” terang Kurniawan.
Proses untuk menampilkan produk ini juga tidak main-main. Kurniawan butuh waktu hingga tiga bulan untuk bereksperimen resep dan kemasan. Soal kemasan, Kurniawan juga sangat serius karena dia sadar bahwa kemasan ini bisa menentukan pandangan orang terhadap produknya.
Kemasan itu didesain sedemikian rupa sehingga benar-benar tampil berkelas. Memasang salah satu foto produknya, kemasan ini dihiasi dengan salah satu motif batik Solo kelas satu. “Pemilihan kemasan ini juga tidak main-main. Konsultannya adalah Pak Soedarmono (pakar sejarah UNS), dia yang memilihkan motif batik ini,” katanya.
Begitulah sehingga Kurniawan pun percaya diri untuk menampilkan Terang Bulan Bolu sebagai makanan yang berbeda dengan terang bulan biasa. Padahal dilihat dari harganya yang mulai dari Rp4.000-an perkemasan, nilai jual produk ini sangat bersaing dengan jajanan lainnya.

JIBI/SOLOPOS/Adib Muttaqin Asfar

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya