SOLOPOS.COM - Sejumlah barang bukti hasil penggrebekan pabrik mie bercampur boraks diamankan di Polres Kulonprogo, Kamis (11/8/2016). (Sekar Langit Nariswari/JIBI/Harian Jogja)

Makanan berbahaya sulit dikendalikan peredarannya

Harianjogja.com, KULONPROGO-Pemkab Kulonprogo berusaha memberikan jaminan keamanan bahan pangan kepada masyarakat melalui operasi pengawasan terpadu secara berkala.

Promosi Keturunan atau Lokal, Mereka Pembela Garuda di Dada

Sosialisasi terkait izin edar produk makanan dan minuman juga terus dilakukan, terutama dengan sasaran Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang banyak berkembang di Kulonprogo.

Operasi pengawasan terpadu melibatkan beberapa intansi terkait. Selain Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Energi Sumber Daya Mineral (PerindagESDM), ada pula tim dari unsur Dinas Kesehatan (Dinkes), Dinas Kelautan, Perikanan, dan Peternakan (DKPP), Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kulonprogo, hingga Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) DIY.

Ekspedisi Mudik 2024

“Ada pengawasan oleh tim terpadu secara berkala. Pengawasan dari tim kami sendiri juga ada,” kata Kepala Dinas PerindagESDM Kulonprogo, Niken Probo Laras, saat dihubungi pada Jumat (12/8/2016).

Niken menjelaskan, tim berupaya mengawasi dan mencegah peredaran bahan pangan berbahaya, kedaluarsa, dan memastikan kelayakan konsumsinya. Dia menyadari, hasil operasi terpadu selama ini menunjukkan masih banyak bahan makanan berbahaya yang beredar di pasar tradisional.

bersambung halaman 2


Diantaranya ikan teri dan mi berformalin serta berbagai bahan makanan yang menggunakan pewarna tekstil. Namun, produk tersebut kebanyakan berasal dari luar Kulonprogo.

Meski begitu, asal produk bahan pangan berbahaya tidak selalu bisa diketahui dari pedagang. Niken memaparkan, banyak pedagang yang seringkali hanya menjadi penerima barang dari distributor tidak langsung. “Sudah tangan ke sekian dan kita itu di hilirnya. Jadi ketika ditanya dari mana, ada pedagang yang bahkan mengaku tidak tahu,” ucap Niken.

Terkait penemuan pabrik mi berformalin di Bantul, Niken menegaskan belum ada informasi mengenai indikasi keberadaan rumah produksi serupa di Kulonprogo. Kalangan pedagang juga terus diimbau agar tidak sembarangan menerima kiriman barang dagangan, khususnya dalam bentuk makanan dan minuman.

Sosialisasi dan imbauan tersebut disampaikan dalam forum resmi maupun informal sebagai bagian dari upaya melindungi konsumen.

Niken lalu mengatakan, produk pangan yang aman minimal ditunjukkan dari adanya sertifikat produksi pangan industri rumah tangga (PIRT). Komposisi bahan, ukuran berat bersih, dan batas kedaluarsa seharusnya juga tercantum dalam kemasan.

“Sementara ini mungkin banyak UMKM yang belum mengurus berbagai perizinan terkait kelayakan edar. Tapi kami tidak diam dan terus melakukan sosialisasi, persuasi, serta pendampingan dan fasilitasi,” ujar Niken.

bersambung halaman 3

Terpisah, Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah, Sri Harmintarti berharap masyarakat menjadi konsumen cerdas. Jika membeli makanan kemasan, masyarakat setidaknya perlu memastikan produk itu memiliki PIRT dan batas kedaluarsa Dia juga merekomendasikan produk pangan yang mencantumkan alamat produsen atau rumah produksi secara jelas dalam kemasan.

Sri pun mengimbau masyarakat jeli saat membeli produk makanan curah atau kiloan yang banyak diminati karena harganya lebih terjangkau. Namun, masyarakat biasanya kurang memperhatikan batas kedaluarsa maupun kemungkinan adanya bahan berbahaya yang terkandung. “Kualitas makanan curah cenderung tidak bisa dipertanggungjawabkan,” ungkap dia.

Sementara itu, Kapolres Kulonprogo AKBP Nanang Djunaedi mengatakan, petugas telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi bernama Waljito terkait kasus penemuan pabrik mi berformalin di Bantul. Waljito merupakan warga Sewon Bantul sekaligus keponakan Wagirah, tersangka pemilik pabrik mi berformalin. Dia diketahui pernah dipercaya keluarga untuk mengelola usaha industri rumah tangga dengan nama ‘Budi Jaya’ pada 2003 hingga 2005.

Namun, BBPOM DIY telah membekukan izin usaha tersebut pada 2005 lalu akibat ditemukan banyak mi berformalin di sana. “Sejak 2006 sampai sekarang, yang bersangkutan tidak lagi ikut mengelola usaha tersebut. Usaha itu juga tidak lagi memiliki izin usaha,” kata Nanang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya