SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, KLATEN — Sejumlah makam/kompleks permakaman tua bersejarah di Klaten diprediksi bakal terkena proyek pembangunan tol Solo-Jogja. Makam itu diyakini merupakan tempat peristirahatan terakhir pejuang kemerdekaan melawan kolonial Belanda.

Salah satu makam tersebut berada di Desa Beku, Kecamatan Karanganom, Klaten. Bupati Klaten, Sri Mulyani, sempat meminta agar rencana proyek tol yang melewati wilayah Beku dikaji ulang lantaran banyak permukiman hingga terdapat makam kuno.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Salah satu makam kuno itu dikenal sebagai makam Kiai Sadji yang terpisah dengan makam lainnya di kompleks permakaman Dukuh Sidorejo, Desa Beku. Jarak makam Kiai Sadji terpaut puluhan meter dari makam lainnya.

Lokasi makam Kiai Sadji di tepi lereng sungai belakang rumah warga. Makam dilingkari pepohonan dengan daunnya yang lebat membuat kompleks makam itu teduh. Selain itu, kompleks makam berlantai tanah itu juga bersih dan terawat.

Sejumlah warga tak tahu siapa sosok Kiai Sadji termasuk bagaimana makamnya bisa terpisah dari makam-makam lainnya. Makam Kiai Sadji sudah lebih dulu ada ketimbang warga yang mulai berdatangan dan bermukim di Sidorejo.

Salah satu warga, Paiman, 65, hanya mengetahui sosok Kiai Sadji sebagai pejuang pada masa kolonial Belanda. Itu pun cerita yang kerap dia dengar dari sesepuh kampungnya.

Paiman menjelaskan sejak kali pertama warga tinggal di kampung itu, posisi makam Kiai Sadji sudah terpisah dari makam lainnya. Kondisi makam tak banyak diubah oleh warga.

Perubahan hanya dilakukan secara individu oleh salah satu warga dengan membuatkan kijing serta tangga berupa plester. Sementara bersih-bersih kompleks makam hanya dilakukan dengan menyingkirkan dedaunan kering yang berjatuhan di sekitar makam.

Kawasan sekitar makam Kiai Sadji tak pernah ditumbuhi rumput. “Kami juga tidak tahu kenapa di sana selalu bersih dan tidak pernah ada rumput tumbuh,” urai dia saat ditemui Solopos.com, Selasa (6/8/2019).

Warga lainnya Mulyat, 90, juga menceritakan jauh sebelum menjadi permukiman, tanah yang kini dipadati rumah warga Sidorejo merupakan tegalan dan diubah menjadi sawah hingga beralih fungsi menjadi permukiman.

Kompleks makam termasuk makam Kiai Sadji sudah ada sebelum dikelilingi permukiman. Mulyat mengatakan keluarganya termasuk yang kali pertama tinggal di Dukuh Sidorejo.

Dia hanya mengingat saat masih remaja pindah bersama orang tuanya dan mendirikan rumah yang kini dia tempati. Soal sosok Kiai Sadji, Mulyat juga hanya mengetahui Kiai Sadji merupakan pejuang pada zaman kolonial Belanda.

Mulyat mengatakan selain terpisah dari makam lainnya, ada keunikan tersendiri pada makam Kiai Sadji. Tanah di sekitar makam tak pernah ditumbuhi rumput.

Meski lokasinya berada di tepi sungai, tanah di lereng makam tak pernah berkurang karena longsor. “Setiap kali longsor karena hujan bisa pulih kembali,” kata dia.

Selain makam Kiai Sadji, ada makam kuno lainnya di Sidorejo. Makam yang terdiri atas tiga kijing itu dikenal warga sebagai makam Mbah Gedong.

Berbeda dengan makam Kiai Sadji, posisi makam itu satu kompleks dengan makam-makam lainnya. Mulyat tak mengetahui detail siapa saja yang dimakamkan di kompleks makam Mbah Gedong.

Warga hanya mengenal selain Kiai Sadji, Mbah Gedong merupakan cikal bakal Dukuh Sidorejo dan dikenal sebagai pejuang pada masa kolonial Belanda. Tak ada ritual khusus yang dilakukan warga di makam-makam kuno itu.

Hanya, kompleks makam Kiai Sadji dan Mbah Gedong kerap dikunjungi para peziarah dari luar daerah terutama saat malam. Kadus 1 Desa Beku, Karyono, mengatakan tak bisa banyak cerita tentang siapa sosok Kiai Sadji.

Pun halnya dengan tiga makam yang dikenal dengan nama Mbah Gedong. Karyono menjelaskan ketiga makam itu merupakan makam Suromenggolo, Dirjo Suwondo, dan Siti Sundari.

Warga hanya meyakini jika Kiai Sadji dan ketiga tokoh itu merupakan para pejuang dari Jogja. Karyono mengatakan pada zaman perjuangan Pangeran Diponegoro melawan kolonial Belanda, ada sosok Kiai Mojo yang pernah menjadi orang kepercayaan Pangeran Diponegoro.

Kiai Mojo bersama pasukannya pernah singgah dan tinggal di wilayah Karanganom. “Kemungkinan Kiai Sadji itu bagian dari pasukan perjuangan saat itu hingga dimakamkan di sini,” jelas Karyono.

Karyono mengatakan warga mulai bermukim di wilayah Sidorejo setelah Kemerdekaan Indonesia pada 1945. Lambat laun, jumlah warga bertambah. Saat ini, ada 40-an keluarga yang tinggal di kampung itu.

Soal rencana ruas jalan tol Solo-Jogja yang bakal melewati kampung Sidorejo, Karyono dan warga lainnya sudah mengetahui kabar tersebut dan makam-makam kuno yang ada di kampung itu bakal terdampak.

Warga berharap rencana ruas jalan tol melewati Beku bisa digeser. “Sampai sekarang ini belum ada sosialisasi ke warga soal kepastian rencana proyek tol Solo-Jogja. Kalau harapan kami, rencana jalan tol jangan sampai melewati di sini,” kata Paiman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya