SOLOPOS.COM - (JIBI/SOLOPOS/Chrisna Chanis Cara)

Mungkin belum banyak yang tahu, setiap Jumat Wage, Warga Mendalan, Desa Jeruk, Miri, Sragen, menghentikan aktivitas bertaninya dan memilih menghabiskan waktu bersama keluarga. Konon cerita, bila ada warga yang nekat bertani, mereka akan mengalami gagal panen.
Asal usul mengenai kepercayaan itu tak terlepas dari kisah Honggowongso, tangan kanan Ratu Solo, yang kini dimakamkan di hutan kayu jati tempat kelahirannya, Mendalan.

“Berdasar cerita turun temurun, pada Jumat Wage, rumah yang ditempati Eyang Honggowongso terbakar tanpa sebab yang jelas. Saat itu Eyang sudah meninggal. Setelah kejadian tersebut, warga mulai pantang bertani pada Jumat Wage karena sering gagal panen. Mungkin ini pesan Eyang Honggowongso agar kita lebih lekat dengan keluarga dan tak keblinger kerja,” ujar Sugiyo, 80, juru kunci makam Honggowongso.

Semasa hidupnya, jelas dia, Honggowongso merupakan orang kepercayaan Ratu Solo dalam mempertahankan wilayah Sala dari incaran Sombowati, seteru abadi Ratu Solo. “Saat itu Ratu Solo mengadakan sayembara bagi yang berani melawan Sombowati. Ternyata hanya Eyang yang berani maju.”

Setelah itu, imbuhnya, Honggowongso dan Sombowati adu kuat memanggul batu besar yang ada di tanah Sala. “Akhirnya Sombowati mati karena kehabisan tenaga. Eyang Honggowongso sukses memenangkan pertarungan itu,” katanya.

Dirinya tak mampu menyebut secara pasti waktu dan penyebab Honggowongso meninggal dunia. Namun begitu, Sugiyo memerkirakan wafatnya Honggowongso terjadi sejak 300-an tahun yang lalu. Pasalnya, ia merupakan keturunan juru kunci yang kelima. “Kalau penyebab wafatnya masih misterius. Selain itu, Eyang Honggowongso memang tidak memiliki istri maupun anak. Dia hanya hidup dengan cantrik< ./em> (pembantu-red),” terang dia.

Makam Honggowongso, imbuhnya, pernah dipugar pada 26 April 1985 oleh seorang perwira militer bernama Mayor CZI Soengkono. Namun yang dipugar hanya bangunan luarnya saja. “Sebenarnya kijing juga ingin dipugar, tapi Eyang tidak menghendaki yang disampaikan lewat mimpi. Alhasil, kijingnya masih berupa kayu jati hingga sekarang. Walaupun usianya ratusan tahun, kayunya tetap berdiri kokoh.”

Kades Jeruk, Parsudi, mengungkapkan makam Honggowongso tersebut biasanya ramai dikunjungi peziarah pada Jumat legi. Pengunjungnya pun berasal dari berbagai daerah di luar Sragen seperti Semarang dan Wonogiri. “Para peziarah biasanya merupakan warga yang ingin nyalon jabatan tertentu. Kalau sukses, warga akan syukuran potong kambing di sana,” jelas Parsudi.

Chrisna Chanis Cara

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya