Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda
“Ini Gatutkaca. Saya memang suka dengan wayang,” kata Feri saat ditanya Solopos.com soal wayang berbahan dasar kertas yang dibelinya.
Feri tak datang sendiri. Dia datang bersama Sugimin, kakek Feri, serta sejumlah anggota keluarga lainnya. “Aslinya dari Surabaya. Karena pas liburan saya ajak ke Sekaten saja,” kata Sugimin.
Sugimin mengaku setiap tahun menghadiri acara Sekaten. Sugimin menyatakan kemeriahan Sekaten tak pernah berubah. “Setiap tahun saya pasti datang. Kondisinya sama dari dulu hingga sekarang. Justru ramai sekarang. Ya karena berbarengan dengan liburan sekolah,” ungkapnya.
Ditanya soal minat anak-anak mencintai mainan tradisional seperti Feri, Sugimin mengaku sudah berkurang. Alasannya, lantaran kemajuan zaman keberadaan mainan tradisional mulai terpinggirkan. “Ya zamannya sudah modern. Anak-anak sekarang juga kebanyakan kurang tertarik dengan permainan tradisional,” ujarnya.
Sementara itu, berdasarkan pantauan Solopos.com, siang itu belum banyak stan yang mulai dibuka. Sebagian pedagang masih sibuk mendirikan tenda serta menata barang dagangan. Sekaten sendiri baru dibuka Sabtu (29/12).
Selain wayang kulit, Sekaten identik dengan suguhan mainan tradisional lainnya seperti alat memasak berbahan tanah liat atau alat gamelan berukuran kecil. Tak ketinggalan, kapal otok-otok pun tampak dijajakan pedagang hampir di setiap pintu masuk menuju Alun-Alun Utara.
Kapal otok-otok merupakan salah satu mainan tradisional yang hampir dijual setiap Sekaten ataupun acara pasar malam digelar. Meski model dan cara memainkannya tak pernah berubah, namun kapal itu tak pernah sepi peminat.