SOLOPOS.COM - Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok hadir dalam persidangan dugaan penistaan agama di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (10/1/2016). (JIBI/Solopos/Antara/Pool/Aditia Noviansyah).

Mahfud MD menyebut Presiden punya dua pilihan, yaitu menonaktifikan Ahok atau menerbitkan Perppu pencabutan pasal 83 UU Pemda.

Solopos.com, SOLO — Polemik kembali aktifnya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI Jakarta setelah berakhirnya masa kampanye terus berlanjut. Presiden dan Mendagri bahkan dinilai bisa melanggar undang-undang jika tidak menonaktifkan Ahok terkait statusnya sebagai terdakwa.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Pemberhentian atau penonaktifana kepala daerah diatur dalam UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 83 UU tersebut menjelaskan alasan pemberhentian kepala daerah tanpa persetujuan DPR. Sedangkan pasal 84 mengatur langkah lanjutan setelah ada putusan hukum tetap dari pengadilan.

Berdasarkan pasal 83 ayat 1, kepala daerah bisa diberhentikan sementara karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun. Dalam kasus dugaan penodaan agama, Ahok didakwa melanggar Pasal 156-a KUHP yang ancamannya maksimal 5 tahun penjara.

Ayat 2 menyebutkan penonaktifan tersebut berdasarkan register perkara di pengadilan. Sebelumnya, Desember 2016 lalu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan belum menerima nomor register perkara itu dari pengadilan sehingga belum menonaktifkan Ahok.

“Kalau soal Gubernur DKI, kita Kemendagri menunggu nomor register dari Pengadilan Negeri,” ujar Tjahjo di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Rabu (14/12/2016), dikutip Solopos.com dari Kemendagri.go.id.

Menanggapi polemik ini, pakar hukum tata negara yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, menyatakan penonaktifan sudah diatur UU. Jika tidak mengikuti undang-undang, Mahfud menyebut satu-satunya jalan bagi Presiden adalah mengeluarkan Perppu pencabutan Pasal 83 UU tersebut.

“Utk memastikan tdk ada UU yg dilanggar: jika Ahok tdk akan dinonaktifkan sebaiknya Presiden mengeluarkan Perppu yg mencabut Ps 83 UU 23/2014,” kata dia melalui akun Twitter @mohmahfudmd, Kamis (9/2/2017).

“Poinnya, daripada melanggar UU lbh aman kalau mengeluarkan Perppu. Mengeluarkan Perppu adalah hak subyektif Presiden.”

UU No. 23/2014

Pasal 83
(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan.
(3) Pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.
(4) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan tanpa melalui usulan DPRD apabila terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(5) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.

Pasal 84
(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1), setelah melalui proses peradilan ternyata terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan, paling lambat 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak diterimanya pemberitahuan putusan pengadilan, Presiden mengaktifkan kembali gubernur dan/atau wakil gubernur yang bersangkutan, dan Menteri mengaktifkan kembali bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota yang bersangkutan.
(2) Apabila setelah diaktifkan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah ternyata terbukti bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, Presiden memberhentikan gubernur dan/atau wakil gubernur dan Menteri memberhentikan bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.
3) Apabila setelah diaktifkan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah ternyata terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, Presiden merehabilitasi gubernur dan/atau wakil gubernur dan Menteri merehabilitasi bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya