SOLOPOS.COM - Anggota Wadah Pegawai KPK membawa bendera kuning saat melakukan aksi malam renungan bertajuk "Pemakaman KPK" di Gedung KPK Jakarta, Selasa (17/9/2019). Aksi itu menyikapi pelemahan KPK seusai DPR mengesahkan revisi UU KPK. (Antara - Wahyu Putro A)

Solopos.com, JAKARTA — Penundaan UU KPK melalui penerbitan Perppu dinilai sebagai hal paling rasional saat ini. Hal ini disampaikan Mahfud MD usai bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sejumlah tokoh kebangsaan dari berbagai latar belakang bertemu Presiden Jokowi untuk menyampaikan aspirasinya terkait gelombang demonstrasi besar-besaran yang terjadi pada Senin (23/9/2019) dan Selasa (24/9/2019).

Promosi Tanggap Bencana Banjir, BRI Peduli Beri Bantuan bagi Warga Terdampak di Demak

Perwakilan tokoh kebangsaan Mahfud MD mengapresiasi aspirasi para mahasiswa mengenai penolakan beberapa Rancangan Undang-Undang (RUU) yang dianggap memiliki implikasi negatif atas kehidupan berbangsa dan bernegara di era demokrasi saat ini.

“Kami juga menghargai mahasiswa karena kami juga ikut demo-demo seperti itu, bahwa ada penumpang dan sebagainya itu bukan jadi arus utama. Bahwa ada yang menyelundup ikut masuk tidak bisa dihindari, tapi tidak ada pengaruh terhadap aspirasi utama,” kata Mahfud MD didampingi dengan tokoh-tokoh lainnya di Istana Merdeka, Kamis (26/9/2019).

Dalam pertemuannya dengan Presiden Jokowi, Mahfud MD mengaku sudah mendiskusikan poin-poin krusial terkait beberapa RUU yang memicu polemik di tengah masyarakat yakni RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan, dan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

“Kami menyampaikan terima kasih kepada Bapak Presiden yang telah mengambil inisiatif dan mengambil sikap untuk menunda beberapa rancangan UU yang penting bagi pendekatan hak asasi dan pemberantasan korupsi ke depan yaitu RUU KUHP, RUU pertanahan, RUU pemasyarakatan, dan lain-lain,” tegasnya.

Kemudian khusus UU No 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Mahfud menyebut pihaknya dengan Presiden juga mendiskusikan beberapa opsi untuk mengatasi pasal-pasal yang melemahkan KPK. Bahkan, penolakan terkait pengesahan revisi UU KPK melibatkan tak hanya mahasiswa tetapi juga dosen, guru, dan masyarakat umum.

“Jadi kita pertimbangkan opsi-opsi menyelesaikan itu. Opsi pertama legislative review, artinya ya nanti disahkan kemudian dibahas pada berikutnya biasa terjadi revisi UU disahkan,” tambahnya.

Kedua, melalui judicial review di Mahkamah Konstitusi. Opsi lain yang mengemuka adalah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) atas UU KPK tersebut.

Mahfud menyebutkan opsi terakhir adalah yang paling rasional untuk menunda semuanya hingga situasi reda, setelah itu baru dilakukan revisi atas pasal-pasal yang dianggap kontroversial.

“Karena ini kewenangan presiden, kami hampir sepakat menyampaikan usul itu. Presiden sudah menampung dan pada saatnya yang memutuskan Istana dan kami akan menunggu dalam waktu yang sesingkat-singkatnya,” jelasnya.

Sementara itu, Presiden Jokowi tengah mempertimbangkan untuk mengeluarkan perppu KPK. “Berkaitan dengan UU KPK yang sudah disahkan oleh DPR, banyak sekali masukan yang diberikan kepada kita. Utamanya masukan itu berupa, utamanya perppu. Tentu saja ini kita hitung, kalkulasi dan nanti setelah itu akan kita putuskan dan sampaikan kepada senior-senior yang hadir pada sore hari ini,” katanya di Istana Merdeka, Kamis (26/9/2019).

Adapun, sejumlah tokoh yang hadir dalam pertemuan antara lain Franz Magnis Suseno, Toety Herati, Azyumardi Azra, Emil Salim, Christine Hakim, Gunawan Mohammad, Nyoman Nuarta, Jajang C. Noer, Alissa Wahid, Quraish Shihab,Arifin Panigoro, Butet Kertaradjasa, dan Bivitri Susanti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya