SOLOPOS.COM - Anggota Aliansi Front Renaissance menggelar aksi di depan Gedung DPRD Ponorogo Selasa (24/5/2022) (Ronaa Nisa’us Sholikhah/Solopos.com)

Solopos.com, PONOROGO — Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Front Renaissance menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, Selasa (24/5/2022). Ada lima tuntutan yang disampaikan para mahasiswa dalam aksi unjuk rasa tersebut.

Aksi yang dilakukan Aliansi Front Renaissance itu dalam rangka untuk memperingati Hari Buruh Internasional dan Hari Pendidikan Nasional.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

‘’Ada lima tuntutan yang kami bawa baik itu skala nasional maupun lokal,’’ kata M. Irfan Fauzi, Ketua Aliansi Front Renaissance.

Yakni, menuntut pemerintah untuk mencabut Omnibus Law beserta Peraturan Pemerintah (PP) turunannya, menghentikan skema liberalisasi, komersialisasi, dan privatisasi di dunia pendidikan, memberikan subsidi sarana produksi pertanian, segera mengimplementasikan UU TPKS, dan mendesak DPRD untuk membuat perda tentang perlindungan perempuan dan anak.

Baca Juga: Bermodus Jual Migor Murah, Emak-Emak di Ponorogo Tipu Ratusan Orang

Dalam skala nasional, mereka menuntut pemerintah untuk mencabut Omnibus Law dan PP turunannya. Irfan mengatakan bahwa disahkannya undang-undang (UU) Cipta Kerja nomor 11 tahun 2021 menjadikan kaum buruh semakin tercekik. Sebab, bisa memasifkan perampasan upah, menambah ketidakpastiasn kerja, dan beban kerja semakin berat.

‘’Itu bisa dilihat di PP Nomor 35 tahun 2021 yang termasuk PP turunan ciptaker,’’ jelasnya.

Selain itu, isu lokal yang dibawanya yaitu terkait permasalahan agraria. Irfan menyebutkan bahwa dari hasil riset kecil-kecilan bersama anggotanya banyak petani kecil yang belum mendapatkan subsidi pupuk. Mereka belum bisa mendapatkan pupuk dengan harga terjangkau.

‘’Memang subsidi untuk petani sudah ada, tapi belum merata khususnya untuk para petani kecil yang belum mendapatkan pupuk subsidi,’’ ujarnya.

Baca Juga: Pria di Ponorogo Ditemukan Meninggal Gantung Diri, Diduga Depresi

Irfan cukup mengapresiasi dengan disahkannya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Maka, dia menuntut Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ponorogo dan seluruh stakeholder khususnya untuk segera mengimplementasikan dan mensosialisasikannya.

‘’Agar masyarakat mengetahui apa itu UU TPKS dan mereka bisa melaporkannya jika ada tindak pidana,’’ ungkapnya.

Selain itu, jumlah kekerasan berbasis gender juga masih terus meningkat di Ponorogo. Irfan menyebutkan bahwa berdasarkan data yang diperoleh dari Amita Women Crisis Center (WCC) Ponorogo terdapat 60 pengaduan selama tahun 2022. Sehingga, sangat diperlukan terbentuknya peraturan daerah atau Perda Perlindungan Perempuan dan Anak.

‘’Dalam aksi yang dulu DPRD Ponorogo juga sudah menjanjikan untuk membuat perdanya,’’ terangnya.

Selama aksi unjuk rasa, para mahasiswa tampak membacakan Tahlil sebelum melakukan orasi di depan masyarakat. Setelah membacakan Tahlil, salah satu di antara mereka menaburkan bunga di atas kertas tuntutan yang mereka bawa.

‘’Tabur bunga ini memberikan simbol bahwa hari ini masih belum ada keadilan yang menyeluruh,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya