SOLOPOS.COM - Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohammad Nasir (kiri) berbincang dengan salah satu mahasiswa Universitas Islam Indonesia, Rahma Daniel yang masih menjalani perawatan di Rumah Sakit JIH, Depok, Sleman, Kamis (26/1). Sebanyak 10 mahasiswa masih menjalani rawat inap dirumah sakit tersebut usai mengikuti pendidikan dasar The Great Camping XXXVII Mapala Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta yang menyebabkan tiga mahasiswa meninggal. (Gigih M. Hanafi/JIBI/Harian Jogja)

Mahasiswa UII Meninggal karena mengalami berbagai bentuk kekerasan

Harianjogja.com, SLEMAN — Salah satu peserta Pendidikan Dasar (Diksar) The Great Camping XXXVII yang hingga saat ini masih dirawat di Rumah Sakit Jogja Internasional Hospital (JIH) membeberkan semua tindakan kekerasan yang dilakukan oleh senior pada saat diksar.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Korban yang selamat dari tindakan brutal yang cenderung mengarah pada penganiayaan dan tindak kekerasan ini membeberkan kisah kekerasan yang dialaminya dihadapan Menteri Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Kemenristek Dikti) Mohammad Natsir.

Korban yang dijenguk di ruang VIP RS JIH mengungkapkan bentuk tindak kekerasan yang terjadi selama dirinya mengikuti diksar.

“Ada dipukul. Kami tidak melanggar apa-apa dipukul. Banyak operasional (panitia) yang mukul,” kata salah satu peserta yang masih dirawat, Jumat (26/1/2017)

Menurut dia selama mengikuti diksar jika fisik dan mental dari para peserta mulai melemah atau sampai sakit, mereka justru akan diberi hukuman dari para operasional atau panitia dengan sebutan akan diberi Azab. Bentuk hukuman dari panitia beragam namun yang dialami oleh korban ini adalah pukulan secara langsung dengan menggunakan tangan kosong.

“Itu yang meninggal pertama (Moh Fadli) hari pertama sudah tidak kuat tapi dia di azab,” katanya.

Dikatakannya, korban Fadli sejak hari pertama sudah berniat untuk menyerah karena korban menyadari bahwa dirinya tidak kuat untuk melanjutkan kegiatan selain itu karena korban juga memiliki penyakit maag parah. Selain Fadli ia juga membeberkan bahwa korban Syaits Asyam juga merupakan korban yang mendapatkan perlakuan kekerasan paling parah. Meski tidak secara langsung ia menyaksikan bentuk kekerasan yang diberikan oleh para senior, peserta ini memastikan bahwa pukulan dengan tangan kosong sudah seperti hal yang lumrah.

“Saya tidak sering. Tapi teman-teman saya sering (dihajar),” jelasnya.

Dia kembali menjelaskan Asyam dihajar oleh para senior karena alasan badannya besar tetapi fisiknya lemah. Hal tersebutlah yang menjadi penyebab dari para senior melakukan kekerasan terhadap Asyam. Menyadari kondisi tubuhnya yang semakin melemah dan tidak kuat Asyam juga sudah menyatakan mundur dalam diksar tersebut, namun para senior tetap memaksa Asyam dan bahkan memberikan berbagai hukuman yang keras kepada Asyam.

“Itulah kenapa Asyam paling parah sampai dia memar-memar. Dia sudah tidak kuat tetapi oleh operasional dipaksa dan malah semakin dihajar. Intinya kalau kita menyerah dan tidak sanggup kita malah dihabisi. Kita tidak boleh mundur meski fisik hancur,” imbuh dia lagi.

Peserta ini juga menjelaskan, tindak kekerasan yang dilakukan oleh para senior tersebut juga diluar dari aturan yang tertera dalam proposal kegiatan. Saat Menristek Mohamad Natsir menanyakan apakah tindakan kekerasan fisik tersebut sebelumnya sudah diketahui oleh para peserta, dia mengaku tidak mengetahui akan adanya tindakan kekerasan tersebut.

“Tidak sangka ada pukulan. Kami kira hukuman fisik itu push up atau sit up bukan dipukuli,” ujarnya.

Menanggapi cerita dari salah satu peserta diksar, Menristek juga menanyakan apakah sebelumnya dari pihak panitia melakukan tes kesehatan terlebih dahulu atau tidak terhadap para peserta. Jika iya, kata dia, panitia seharusnya mengetahui kemampuan dan kondisi secara fisik dari para peserta.

“Tapi seharusnya sebelum ikut kan ada tes kesehatan. Itu seharusnya bisa dijadikan batasan untuk mengetahui kemampuan peserta,” katanya.

Natsir juga kaget ketika peserta juga mengatakan jika tidak hanya senior yang laki-laki saja yang melakukan pemukulan, namun demikian ada juga senior perempuan yang juga melakukan pemukulan.

“Kalau satu senior mukul sekali, banyak senior sudah banyak kali pukul ya. Apalagi kalo seniornya ada yang jago karate habislah dipukuli,” katanya.

Natsir berpesan, dengan kejadian yang telah terjadi kemarin janganlah kemudian dijadikan sebuah dendam yang kemudian akan dilampiaskan kepada adik-adik yang akan mengikuti kegiatan mapala ditahun-tahun mendatang. Ia juga memberikan semangat supaya para korban segera diberi kesehatan dan dapat segera kembali belajar.

“Jangan dendam ya, kamu fokus saja belajar nanti setelah sehat,” pungkas Natsir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya