SOLOPOS.COM - Ibu Korban Sri Handayani saat menunjukkan medali milik putranya Syaits Asyam saat memenangkan kejuaraan riset dan penelitian tingkat Internasional yang berlangsung di Belanda beberapa tahun silam. (Yudho Priambodo/JIBI/Harian Jogja)

Mahasiswa UII meninggal, keluarga yang ditinggalkan masih merasakan duka mendalam.

Harianjogja.com, JOGJA — Syaits Asyam, mahasiswa Universitas Islam Indonesia, yang menjadi korban kekerasan saat pendidikan dasar mapala meninggalkan warisan yang bisa jadi berguna untuk masa depan orang banyak. Sri Handayani, ibunda Asyam berharap kerja keras anaknya semasa hidup tidak lenyap begitu saja.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Ibunda Syaits Asyam, Sri Handayani, menunjukkan medali dan beberapa sertifikat penghargaan yang pernah diperoleh oleh mendiang anaknya, Kamis (26/1/2017). (Yudho Priambodo/JIBI/Harian Jogja)


Ibunda Syaits Asyam, Sri Handayani, menunjukkan medali dan beberapa sertifikat penghargaan yang pernah diperoleh oleh mendiang anaknya, Kamis (26/1/2017). (Yudho Priambodo/JIBI/Harian Jogja)

Baca Juga : MAHASISWA UII MENINGGAL : Cerita Orangtua Syaits Asyam Bikin Menangis…

Juni 2014, Asyam bersama karibnya di SMA Kesatuan Bangsa, Galih Ramadan, pergi ke Provinsi Zuid Holland, Belanda. Mereka bersaing dalam kompetisi bertajuk International Environment Sustainability Project Olimpiad VI. Itu adalah lomba kepintaran di bidang lingkungan hidup yang diikuti 150 tim dari 45 negara di dunia.

Asyam dan Galih membuat penelitian tentang kegunaan limbah debu sebagai penyerap minyak yang tumpah di laut. Papper setebal 15 halaman itu diberi judul Treatment of Oil Spill by Buffing Dust as an Efficient Adsorbent. Mereka berdua menang. Pulang ke Indonesia membawa emas dan tentu saja memberi kebanggaan untuk keluarga.

Kini, hasil penelitian itu teronggok di rumah Sri Handayani di Caturharjo, Sleman. Sri tak ingin kerja keras anaknya semasa SMA sia-sia.

“Asyam mungkin sudah tidak bisa mengembangkan penelitiannya ini. Namun masih ada temannya, Galih,” kata dia di rumahnya, Kamis (26/1/2017).

Menurutnya, hanya Galih yang paham bagaimana mengembangkan penelitian itu menjadi lebih berfaedah untuk orang banyak.

Harapan juga digantungkan kepada Presiden Joko Widodo. Asa Sri cukup beralasan. Asyam dan Galih pernah diundang ke Istana berkat keberhasilan mereka di Negeri Kincir Angin.

“Semoga Presiden Joko Widodo masih ingat dua anak yang dulu pernah dipanggilnya untuk datang ke Istana,” kata Sri.

Dia yakin, penelitian anaknya akan bermanfaat.

“Ini adalah amal jariah anak saya. Jika dikembangkan, pengetahuan kecil yang merupakan inovasinya bisa menjadi besar dan bermanfaat,” ucap dia.

Kemarin, Sri lebih segar daripada Senin (23/1/2017), ketika Harianjogja.com pertama kali menemuinya. Beberapa hari lalu, perempuan paruh baya itu bermuram durja. Asyam, anak semata wayangnya, meninggal dunia pada Sabtu (21/1/2017) dini hari setelah ikut pendidikan dasar Mapala Unisi di kaki Gunung Lawu. Kepergian Asyam penuh kejanggalan. Tubuhnya boyak. Keluarga menduga Asyam menjadi korban kebengisan seniornya di Mapala Unisi.

Kemarin, Sri sudah bisa sedikit tersenyum. Binar di wajahnya mulai kelihatan.

Duka perlahan menghilang, namun kenangan terhadap Asyam terus melekat. Medali emas yang didapat Asyam saat berlomba di Belanda tak pernah jauh darinya. Saat bercakap-cakap, Sri menaruh medali yang sudah dibingkai itu di karpet dengan motif bunga-bunga. Sesekali tangannya membersihkan debu di pigura yang kini jadi salah satu barang paling bermakna dalam hidupnya.

“Ini karya Asyam yang menang di Belanda. Asyam saat itu bahagia sekali bisa pergi ke Belanda. Mengikuti kejuaraan itu memang juga mimpi dari teman-temannya,” ujar dia.Belasungkawa Presiden

Kurang lebih sekitar pukul 15.00 WIB, rombongan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Natsir sampai di rumah Sri di Caturharjo. Sri merapikan jilbab warna hitam dan baju oranye kecokelatan yang dia kenakan. Ibu yang dirundung duka itu lekas-lekas menuju pintu untuk menyambut sang tamu. Kunjungan dari pejabat negara itu sudah dijadwalkan sebelumnya. Menristekdikti manyambangi rumah Sri untuk menyampaikan pesan belasungkawa dari Presiden Joko Widodo.

Sri didampingi beberapa sanak saudaranya. Di tengah-tengah obrolan dengan Menteri, Sri kembali menyampaikan harapan terbesarnya.

“Ini Pak, penelitian yang pernah dilakukan oleh anak saya sewaktu SMA. Asyam anak yang cerdas. Ini menang sewaktu lomba di Belanda,” kata Sri.

Nasir membolak-balik lembaran kertas itu hingga halaman ketiga.

“Bagus ini. Saya sangat menyesal kejadian ini bisa terjadi,” ujar Menristek merujuk pada meninggalnya Asyam setelah berlatih hidup di alam terbuka bersama Mapala Unisi.

“Bagaimana bisa putra-putra terbaik bangsa, bibit-bibit calon ilmuwan yang bisa bermanfaat bagi negara justru harus begitu cepat meninggalkan kita semua,” kata Natsir.

Menristek tak hanya memuji, menyesal, dan berdoa. Dia juga menjanjikan akan menyampaikan hasil penelitian Asyam kepada ilmuwan yang punya pengetahuan lebih dalam dan luas.



“Kalau benar-benar sebuah inovasi dan sangat bermanfaat ini bisa dikembangkan,” kata da.

Kurang lebih 20 menit Menristekdikti berbincang-bincang dengan keluarga. Natsir kemudian pamit. Satu per satu keluarga disalaminya sambil sekali lagi mengucap belangsungkawa. Sebelum meninggalkan rumah, Natsir mengajak semua untuk mendoakan Asyam. Tuan rumah, kerabat, dan tamu memanjatkan harapan.

Doa Sri cukup sederhana. “Saya cuma ingin karya ilmiah Asyam bermanfaat,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya