SOLOPOS.COM - Terdakwa kasus penganiayaan diksar Mapala Unisi, M. Wahyudi dan Angga Septiawan saat sidang di PN Karanganyar, Senin (18/9/2017). (Ponco Suseno/JIBI/Solopos)

Mahasiswa UII meninggal, jaksa penuntut umum menolak pembelaan dari penasihat kedua terdakwa kasus penganiayaan.

Solopos.com, KARANGANYAR — Jaksa penuntut umum (JPU) menolak seluruh nota pembelaan dua terdakwa penganiayaan peserta Diksar Mapala Unisi yang dibacakan penasihat hukum mereka dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Karanganyar, Senin (18/9/2017).

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

JPU tetap berkeras pada pendiriannya bahwa perbuatan kedua terdakwa, M. Wahyudi, 25, dan Angga Septiawan, 27, mengakibatkan jatuhnya korban meninggal dunia. Berdasarkan fakta persidangan, JPU menilai kedua terdakwa melanggar pasal alternatif, yakni Pasal 351 ayat (1) jo Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)tentang Tindak Kekerasan Bersama-Sama di Muka Umum. (Baca juga: Bacakan Pleidoi, 2  Terdakwa Penganiayaan Peserta Diksar Mapala Unisi Minta Maaf)

Majelis hakim di persidangan dengan agenda pembacaan materi replik JPU itu dipimpin Mujiono, jaksa penuntut umum (JPU) Winarko cs., sedangkan penasihat hukum para terdakwa yang hadir Prima Apriana Ningtyas cs.

“Kami [tuntutan JPU] sudah mempertimbangkan secara yuridis atau fakta persidangan. Sesuai fakta persidangan itu pula, kami menuntut dengan pasal alternatif,” kata Kasipidum Kejaksaan Negeri (Kejari) Karanganyar, Toni Wibisono, mewakili Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Karanganyar, I Dewa Gede Wirajana, kepada Solopos.com, Senin.

Sesuai pasal alternatif, JPU menuntut masing-masing terdakwa dengan hukuman penjara selama delapan tahun. JPU menilai nota pembelaan penasihat hukum yang disampaikan di persidangan pekan lalu tidak relevan dan tidak mendasar.

Di persidangan sebelumnya, tim penasihat hukum menyoroti beberapa hal. Penasihat hukum mempertanyakan apakah perbuatan terdakwa menjadi satu-satunya penyebab meninggalnya tiga peserta Diksar Mapala Unisi, Muh. Fadli, S. Asyam, dan Ilham Nur Fadmi.

Tim penasihat hukum menilai JPU hanya menggunakan nalar hukum pokoknya terdakwa harus dihukum. Dalam nota pembelaannya, penasihat hukum menganggap penyebab kematian para korban dapat juga berasal dari sakit maag, lokasi diksar di tempat tinggi, gejala hipotermia, keterlambatan penanganan di rumah sakit (RS), hingga pola makan salah satu korban yang menerjang makan nasi padang.

“Apa yang disampaikan penasihat hukum mengada-ada? Yang muncul di persidangan kan ada kontak fisik, ada orang meninggal dunia, dan ada hasil visum. Terkait anggapan penasihat hukum yang menyebutkan tak ada niat, kami menganggap niat itu tak dilihat dari ucapannya, tapi dari perbuatannya. Subjeknya di sini seorang mahasiswa atau senior anggota mapala dan kejadian itu [kekerasan] dilakukan berulang-ulang dalam kurun waktu tujuh hari,” katanya.

Ketua Hakim Majelis PN Karanganyar, Mujiono, mengagendakan sidang lanjutan kasus ini pada Jumat (22/9/2017). “Agenda persidangan selanjutnya mendengarkan nota duplik dari penasihat hukum,” katanya.

Sebelumnya, dua terdakwa, M. Wahyudi dan Angga Septiawan, mengaku menyesali perbuatan mereka. Selain meminta maaf, kedua terdakwa memohon majelis hakim PN Karanganyar untuk menjatuhkan hukuman seringan-ringannya dan seadil-adilnya. Saat menyampaikan materi pembelaan, kedua terdakwa terlihat menangis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya