SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Istimewa/satuuntukindonesia.com)

Mafia peradilan terus didalami KPK. Setelah pejabat MA Andri Sutrisna dituntut 13 tahun penjara, KPK menduga ada orang di belakangnya.

Solopos.com, JAKARTA — Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Kasubdit Kasasi Perdata Mahkamah Agung (MA) Andri Tristianto Sutrisna 13 tahun penjara dan denda uang senilai Rp500 juta subsider enam bulan penjara. Jaksa menganggap, Andri terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi dengan cara menyalahgunakan kekuasannya untuk kepentingan pribadi.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Jelas perbuatan terdakwa itu telah bertentangan dengan program negara untuk mewujudkan pemerintah yang bersih dan bebas dari tindak pidana korupsi,” kata Jaksa KPK Fitroh Rohcahyanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (4/8/2016).

Menurut jaksa, sesuai tuntutan, posisi Andri sebagai salah satu pegawai MA telah mencoreng lembaga peradilan. Perbuatannya tersebut semakin menghilangkan kepercayaan masyarakat.

Pernyataan jaksa itu bukan isapan jempol, pasalnya dalam fakta persidangan sebelumnya tampak secara jelas dia memanfaatkan posisinya untuk memainkan perkara di lembaga peradilan tersebut. Adapun dalam melakukan perbuatannya dia tak sendiri. Jaksa menyebutkan Andri dibantu oleh Kosidah, seorang pegawai bagian kepaniteraan. Peran Kosidah penting, untuk mengakses perkara di luar bidang perdata (pidana dan tata usaha negara).

“Kalau perkara pidana dia bekerjasama dengan Kosidah, termasuk saat memainkan perkara milik Direktur PT Citra Gading Asritama Ichsan Suaidi,” imbuhnya.

Salah satu adegan yang menunjukkan praktik permainan perkara itu tampak saat Kosidah menyampaikan kepada Andri bahwa dia meminta uang senilai Rp50 juta sebagai imbalan penundaan putusan kasasi tersebut. Namun angka itu diubah oleh Andri menjadi Rp250 juta untuk jasa penundan petikan kasasi itu.

Jaksa juga mengungkap nama lainnya, dalam surat tuntutan tersebut mereka menyebutkan peranan Sekretaris MA Nurhadi. Nama Nurhadi disebut menyusul keraguan soal posisi Andri yang merupakan pegawai di bagian perdata bisa menangani perkara pidana.

Hal itu terungkap dalam peracakapan saksi Triyanto dan Syukur Mursid Brotosejati (adik Ichsan Suaidi). Percakapan itu membahas perkara antara perusahaan Ichsan Suaidi itu dengan Pemerintah Kota Malang. Andri disebut sebagai “loket” dalam perkara tersebut, selain itu dia juga disebut sebagai tangan kanan Sekretaris MA (SEKMA) yang tak lain adalah Nurhadi.

“Kasus itu sudah pekerjaannya, makanya dia [Andri] bilang untuk menuntaskan kasus itu cukup memejamkan mata. Dia tangan kanannya Pak Sekma [Sekretaris MA]. Jadi perkara yang ditunda Pak Sek dan dia [Andri] yang menjalankan,” begitu percakapan yang ditirukan jaksa saat membacakan tuntutan.

Selain perkara itu, nama Nurhadi juga disebut dalam perkara lainnya. Dalam percakapan melalui aplikasi WhatsApp, terungkap perintah dari Taufiq yang merupakan besan Nurhadi meminta Andri mengawasi enam perkara ditingkat kasasi.

Soal dugaan keterlibatan Nurhadi tersebut, Jaksa KPK memaparkan, semua titik bakal dipelajari dan pihaknya sedang menyusun rangkaiannya. Hanya saja, kalau bicara dalam konteks mafia peradilan mereka masih memerlukan bukti tambahan dan keterangan lainnya untuk menghubungkan soal sepak terjang Sekretaris MA yang telah mengundurkan diri itu dalam peermainan perkara di lembaga peradilan.

Adapun terkait Andri, selain menerima uang suap senilai Rp400 juta dari pengusaha Ichsan Suaidi. Dia juga dituntut menerima gratifikasi dari seorang penasihat hukum asal Riau bernama Asep Ruhiyat senilai Rp500 juta.

Karena itu jaksa selain menuntut dengan Pasal 12 huruf a UU No. 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, mereka juga mengenakan pasal gratifikasi yakni Pasal 21 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor yang telah diubah dengan UU No. 20/2001.

Andri sendiri tampak irit bicara seusai menjalani sidang tuntutan tersebut. Matanya tampak memerah meski sempat bersalaman dan melemparkan senyum kepada Jaksa KPK. Dia hanya mengaku berserah diri dan sabar menghadapi proses hukum yang dia jalani.

Dia mengakui hukuman itu terlampau berat, karena itu melalui penasihat hukumnya, dia segera menyampaikan pledoi atas tuntutan tersebut. “Iya, serahkan kepada tuhan, saya sepasrah-pasrahnya saja,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya