SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Istimewa/satuuntukindonesia.com)

Mafia peradilan kembali menyeruak ke publik. Terakhir, hakim PN Tembilahan, riau, ketahuan Minta THR ke pengusaha.

Solopos.com, JAKARTA — Lagi-lagi dunia peradilan menjadi buah bibir. Setelah ramai-ramai dugaan suap di tubuh peradilan, kali ini beredar surat permintaan THR dengan kop surat Pengadilan Negeri (PN) Tembilahan, Riau. Surat permintaan itu ditandatangani langsung oleh Ketua Pengadilan PN Tembilahan Y Erstanto Windiolelono dan kabarnya dikirimkan kepada sejumlah perusahaan di Riau.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Kami mengharapkan bantuan dan partisipasi dari Bapak Ibu saudara Pimpinan Perusahaan demi terlaksananya kegiatan dimaksud, mengingat kegiatan tersebut akan terlaksana dan baik serta sukses apabila adanya bantuan dan partisipasi dari Bapak/Ibu saudara,” dikutip langsung dari surat edaran tanpa tanggal itu.

Adapun kegiatan yang dimaksud adalah pemberian bingkisan dan THR dalam rangka Idul Fitri tahun 2016 kepada seluruh pegawai negeri sipil di PN Tembilahan. Hal tersebut dijelaskan pada paragraf sebelumnya.

Surat tersebut diakhiri dengan tanda tangan Ketua PN Tembilahan Y Erstanto Windioleleno dengan setempel resmi di atasnya. Di bawah tanda tangan ditulis lengkap dengan nomor induk pegawai (NIP) 19731022 199903 1004.

Menyusul beredarnya surat itu, Mahkamah Agung (MA) langsung merespons dengan cepat. Erstanto langsung dicopot dan dimutasi menjadi hakim non palu di Pengadilan Tinggi Ambon. Artinya Erstanto tak lagi bisa menyidangkan perkara. Selain dimutasi, Erstanto juga diberikan sanksi tidak menerima tunjangan, sehingga dia hanya menerima gaji sebagai PNS senilai Rp4 juta. Sementara tunjangan senilai Rp17 juta diberhentikan sementara.

Guna mencegah kejadian serupa, MA mengeluarkan surat edaran MA (SEMA) yang memberitahukan larangan menerima parsel dalam bentuk apapun bagi aparat pengadilan. MA akan mengenakan sanksi disiplin bagi pelanggar surat edaran ini, baik pemberi maupun penerima.

SEMA ini bukan surat edaran yang pertama kali melarang pemberian dan penerimaan parsel di lingkungan pengadilan. Sebelumnya, MA pernah mengeluarkan SEMA No 9 Tahun 2010 yang berisi hal yang sama.

Di luar kasus ini, permintaan aparat pengadilan kepada sejumlah pihak tertentu bukan hal yang baru. Menurut Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, Erstanto hanyalah satu orang hakim yang sembrono. “Mungkin biasanya diam-diam tanpa surat. Praktik-pratik seperti itu ada, sudah rahasia umum. Ini baru saja ketahuan pakai surat resmi,” katanya.

Permintaan THR kepada sejumlah perusahaan menurutnya adalah praktik yang lebih kejam dari korupsi. Apalagi permintaan sudah menggunakan surat edaran resmi yang ditandatangani kepala pengadilan. “Ini pemerasan sudah keterlaluan, dosa paling besar penegak hukum.”

Oleh karena itu dia menyesali putusan MA yang hanya memutasi pejabat terkait. Seharusnya aparat pengadilan yang meminta sesuatu kepada pihak tertentu langsung diberhentikan secara tidak hormat. Apalagi dalam kasus ini sudah jelas ada surat yang disertai dengan tanda tangan. MA tak perlu lagi membuat penyelidikan internal untuk memverifikasi kebenarannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya