SOLOPOS.COM - Seorang santri Madrasah Diniah Lauchur Rohmah, Desa Pandak, Kecamatan Sidoharjo, Sragen, Muhammad Ridwan (kiri), membaca Alquran ketika menunggu giliran mengikuti pembelajaran membaca Alquran dengan metode Iqra’ di madin itu, Selasa (11/122012).

Seorang santri Madrasah Diniah Lauchur Rohmah, Desa Pandak, Kecamatan Sidoharjo, Sragen, Muhammad Ridwan (kiri), membaca Alquran ketika menunggu giliran mengikuti pembelajaran membaca Alquran dengan metode Iqra’ di madin itu, Selasa (11/122012).

“Bangunlah jiwanya,

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Bangunlah badannya

Untuk Indonesia Raya.”

 

Demikian penggalan syair lagu kebangsaan Indonesia Raya karya WR Soepratman. Lagu tersebut kali pertama dikumandangkan pada Kongres Pemuda II di Batavia (sekarang Jakarta), 28 Oktober 1928.

Pendiri sekaligus pembina Majelis Ilmu dan Zikir Ar Raudhah, Pasar Kliwon, Solo, Novel Alaydrus, menjelaskan salah satu pesan lagu Indonesia Raya adalah agar generasi muda Indonesia dibangun jiwa dan badannya.

Namun, menurut dia, saat ini banyak generasi muda yang hanya dibangun badannya. Pesan agar bangsa ini membangun jiwa dan badan generasi muda tidak dilaksanakan pihak terkait atau pun masyarakat pada umumnya.

Akibatnya terjadi penurunan karakter generasi bangsa. Banyak orang pandai di negeri ini tapi kurang bermoral. Korupsi dan perbuatan tercela lainnya merajalela di mana-mana.

“Sebenarnya bangsa ini lebih membutuhkan orang yang bermoral daripada orang yang pandai,” kata dia saat ditemui Espos di rumahnya, Sabtu (8/12).

Ia mencontohkan pelajaran agama yang notabene sangat efektif untuk membentuk karakter seseorang justru hanya diajarkan dua jam pelajaran/pekan di sekolah umum. Sementara pembelajaran di pesantren ataupun madrasah diniah, kurang mendapatkan perhatian.

”Pesantren, madrasah diniah atau lembaga keagamaan lainnya adalah pembangun jiwa generasi bangsa. Tapi, ada diskriminasi terhadap mereka,” ujar dia..

Ia mencontohkan jika lulusan sekolah umum mendapatkan gelar dan ijazah yang bisa digunakan untuk melamar pekerjaan, lulusan pesantren  dan madrasah diniah tidak mendapatkan gelar dan ijazah yang bisa diterima lembaga-lembaga formal.

Ketika pengajar sekolah umum mendapatkan gaji dari pemerintah, pengajar di pesantren dan madrasah diniah tidak mendapatkan bantuan atau tunjangan kesejahteraan dari pemerintah.

Pendiri dan Pembina Madrasah Diniah Lauchur Rohmah, Dukuh Joho, Desa Pandak, Kecamatan Sidoharjo, Sragen, Marzuki, mengungkapkan sejak kali pertama mendirikan madrasah diniah pada 1992, lembaganya belum pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah.

Anggota staf pengajar di lembaga itu juga tidak digaji karena tak ada biaya. Iuran santri madrasah diniah Rp10.000/bulan digunakan untuk membiayai operasional madrasah diniah. “Tidak semua santri rutin membayar iuran,” ujar Marzuki.

Tempat yang digunakan untuk kegiatan madrasah diniah dibangun di tanah wakaf. Pembangunan gedung dilakukan dengan dana swadaya masyarakat dan sumbangan para alumnus.

Jumlah madrasah diniah kini sangat banyak. Di Sragen, 125 madrasah diniah terdaftar di Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Sragen.

Anggogta staf Seksi Pendidikan Pondok Pesantren Kemenag Sragen, Dwi Retno Setyowati, memperkirakan masih ada puluhan madrasah diniah lainnya yang belum terdaftar, terutama madrasah di pedesaan. Jumlah siswa madrasah diniah sekitar 3.000 orang.

”Jumlah pengajar yang terdata di Kemenag saat ini sekitar 700 orang. Tapi, ji

ka ditotal kemungkinan lebih dari 1.000 orang,” ujar dia.

Pakar pendidikan yang juga Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, M Furqon Hidayatullah, mengungkapkan madrasah diniah adalah lembaga yang telah melahirkan banyak orang-orang besar di negeri ini. Selama ratusan tahun, lembaga tersebut berkontribusi melahirkan pemimpin bangsa yang berkarakter.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya