SOLOPOS.COM - Tampak atas semburan lumpur panas Lapindo, Jumat (12/12/2014). (JIBI/Solopos/Antara/Eric Ireng)

Lumpur Lapindo membuat pemerintah menyalurkan ganti rugi senilai ratusan miliar rupiah kepada para korban.

Solopos.com, JAKARTA — Pemerintah segera membentuk tim khusus untuk mengamankan aset milik PT Minarak Lapindo Jaya. Tim juga mengawasi penyaluran uang ganti rugi sebesar Rp781 miliar kepada korban di dalam peta area terdampak luapan lumpur lapindo, Sidoarjo, di Jawa Timur.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera), Basuki Hadimujono, mengatakan pemerintah akan segera menyalurkan uang ganti rugi Rp781 miliar setelah mendapatkan persetujuan dari DPR. Namun, sebelum menyalurkan sejumlah uang ganti rugi tersebut. pemerintah akan menyusun sebuah perjanjian terlebih dahulu.

“Yang akan membentuk perjanjian itu ialah tim khusus, yang sekarang sedang dalam proses pembentukan. Bulan ini timnya sudah harus terbentuk,” kata Basuki Hadimujono kepada Bisnis/JIBI akhir pekan lalu.

Dia mengungkapkan pembentukan tim perundingan atau tim khusus ini dilakukan sesuai arahan dari Presiden Jokowi yang mengharuskan adanya perjanjian yang memiliki kekuatan hukum dalam proses penyaluran ganti rugi kepada masyarakat yang terdampak.

Selain itu, perjanjian juga dibentuk untuk memperjelas status kepemilikan aset milik Lapindo yang diambil alih oleh pemerintah atas dana talangan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat terdampak. “Pemerintah tidak akan menyalurkan uang ganti rugi sebelum PT Minarak Lapindo Jaya menyerahkan asetnya kepada pemerintah,” ujarnya.

Adapun, tim khusus yang akan dibentuk ini nantinya terdiri dari sejumlah kementarian dan lembaga pemerintah seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (BPN), serta Kejaksaaan Agung.

Pemerintah, imbuhnya, menargetkan proses pembayaran ganti rugi kepada korban terdampak bisa disalurkan pada Maret 2015. Lebih lanjut, dia mengatakan saat ini, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tengah melakukan proses verifikasi terkait data-data masyarakat terdampak.

“Sekarang sedang ada audit dari BPKP, untuk memverifikasi apakah memang masyarakat itu benar-benar korban terdampak. Setelah itu, BPLS [Badan Penganggulangan Lumpur Sidorajo] yang akan bertugas menyalurkan pembayaran ganti ruginya,” ujarnya.

Seperti diketahui, rencana pengambilalihan pembayaran ganti rugi korban lumpur lapindo oleh pemerintah mencuat setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2014 lalu yang memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk mempercepat proses pembayaran ganti rugi.

Putusan MK ini dikeluarkan setelah sejumlah korban lumpur lapindo yang memiliki aset atau lahan di dalam peta area terdampat atau PAT mengajukan uji materi ke MK terhadap Pasal 9 ayat 1 huruf (a) UU No.19/2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP). Uji materi diajukan karena, dalam rincian APBNP tersebut tidak disertakan ketentuan mengenai ganti rugi bagi korban lumpur lapindo yang berada di dalam PAT.

Proses pengambilalihan dilakukan karena PT Minarak Lapindo Jaya telah menyatakan ketidaksanggupannya untuk melunasi sisa pembayaran ganti rugi. Menurutnya, dari total anggaran sebesar Rp781 miliar yang dikeluarkan oleh pemerintah, sebagai gantinya pemerintah akan mendapatkan sertifikat tanah sebanyak 20% dari jumlah lahan seluas 621 hektare yang termasuk kedalam Peta Area Terdampak (PAT).

Berdasarkan hasil rapat koordinasi BPLS, jumlah ganti rugi yang harus dibayar Lapindo sesuai dengan Perpres No.14/2007 adalah sebesar Rp3.82 triliun. Namun, perusahaan tersebut baru membayar ganti rugi sebesar Rp3.04 triliun. Sehingga, tanggungan yang masih harus dibayar oleh Lapindo adalah Rp781 miliar dan jumlah tersebut berdasarkan keputusan MK kini menjadi tanggung jawab negara.

Sementara itu, Direktur Utama PT Minarak Lapindo Jaya, Andi Darussalam Tabusalla menyatakan pihaknya menyerahkan sepenuhnya keputusan ini kepada pemerintah. Minarak, lanjutnya, juga berkomitmen untuk mematuhi apapun keputusan pemerintah.

“Sejak dulu kami sudah meminta opsi seperti yang pemerintah putuskan ini supaya masalah bisa cepat terselesaikan,” ucapnya.

Berdasarkan penjelasannya, dari total utang pembayaran ganti rugi Rp3,8 triliun, PT Minarak Lapindo telah melunasi pembayaran Rp3 triliun. Minarak masih memiliki utang sebesar Rp800 miliar yang akhirnya dilimpahkan kepada pemerintah.

Musibah luapan lumpur lapindo terjadi akibat adanya kebocoran dalam proses pengeboran sumur eksplorasi gas milik Lapindo Brantas Inc. Pemerintah melalui BPLS hingga saat ini masih melakukan penanganan berupa pengerjaan peninggian tanggul di beberapa titik lokasi yang rawan jebol.

Sejumlah titik lokasi yang rawan jebol, antara lain adalah di titik 73 Desa Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin. Kemudian di titik 21 Desa Siring, Kecamatan Porong, dan titik 34 desa Pajarakan, Kecamatan Jambon. Juga terdapat luberan lumpur di titik 68 yang sempat mengalir ke rumah warga yang berada di Desa Gempolsari.

Penyaluran Ganti Rugi Korban Lumpur Lapindo:

Kewajiban Minarak Lapindo : Rp3,83 tiliun
Tunggakan Pembayaran : Rp781,7 miliar terdiri:
Terbayar 20% : 114 berkas
Tahap pembayaran cicilan 80% : 3.174 berkas
Belum Dibayar : 19 berkas

Kewajiban Pemerintah (diluar wilayah terdampak)
Total Kewajiban : Rp4,04 triliun terdiri:
3 Desa : Rp627,8 miliar
9 RT : Rp580,7 miliar
66 RT : Rp2,83 triliun

Sumber: BPLS

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya