SOLOPOS.COM - Mendiang-H. Mohammad Lukminto (Agoes Rudianto/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — H. Mohammad Lukminto, pendiri imperium bisnis Sri Rejeki Isman Textile (Sritex) yang berlabelkan PT. Sri Rejeki Isman Tbk atau SRIL Indonesia di lantai bursa, meninggal dunia di Singapura dalam usia 67 tahun, Rabu (5/2/2014) pukul 21.40 waktu setempat atau 20.40 WIB.

Kabar itu sontak mengejutkan Indonesia, utamanya Soloraya yang merupakan basis kerajaan bisnis Lukminto. Betapa tidak? Tak sempat tersiar kabar sakitnya Lukminto. Bahkan sebagaimana dikemukakan salah seorang kawan almarhum, Sumartono Hadinoto yang juga tokoh Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS) kepada Radio Solopos FM.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sumartono hanya mendengar Lukminto berobat ke Singapura, Jumat (31/1/2014) pekan lalu. Tanpa ada tanda-tanda yang mengkhawatirkan atas penyakit yang dideritanya. Kabar serupa juga didengar awak media massa di Soloraya dari petugas Humas PT Sri Rejeki Isman Tbk, Basuki, dua hari berselang sebelumnya.

Kini, lelaki yang lahir di Kertosono, 1 Juni 1946, dengan nama Ie Djie Shin itu, telah tiada. Indonesia hanya bisa mengenang jasa-jasanya mengangkat nama Indonesia di bidang industri garmen dan tekstil di dunia, sekaligus mempekerjakan ribuan buruh asal Soloraya dan sekitarnya di industri itu.

Suami Sie Lee Hwie atau Susyana itu berdasarkan catatan Solopos.com, mengawali usaha dari Pasar Klewer, Solo. Kisah sukses usaha ayahanda Vonny Imelda Lukminto, Iwan Setiawan Lukminto, Lenny Imelda Lukminto, Iwan Kurniawan Lukminto, dan Margaret Imelda Lukminto itu diawali pascaperistiwa G30S.

Sesudah meletus tragedi nasional itu, pemerintah Orde Baru melarang segala hal beraroma China. Alhasil, sekolah Lukminto yang notabene sekolah China ditutup. Padahal kala itu ia masih duduk di Kelas II SMA. Karena itulah, ia pun mengikuti jejak kakaknya, Ie Ay Djing atau Emilia yang sudah lebih dulu berdagang di Pasar Klewer.

Bermodal uang Rp100.000, Lukminto pun mulai merajut mimpi-mimpinya tanpa kenal lelah. Usaha yang dilakukan kali pertama olehnya adalah membeli kain belaco di Semarang dan Bandung. Lalu ia menjual kembali kain itu di Pasar Klewer, Pasar Kliwon, dan sejumlah pabrik batik rumahan di Solo.

Setelah setahun belalu, Lukminto merasa usaha tekstil amat prospektif. Oleh sebab itulah ia mengajak sang kakak, Isman Jianto, untuk mengembangkan usaha tekstil tersebut. Dari hasil berjualan keliling, pada 1967, Lukminto berhasil membeli dua kios di Pasar Klewer. Kios itu bernomor 12 dan 13. Kios itu dinamainya Sri Redjeki.

Dari toko yang menempati dua kios di Pasar Klewer itu, bisnis Lukminto berkembang, Ia dan sang kakak lalu berpikir membangun pabrik kain sendiri. Oleh karena itulah, setahun setelah membuka toko itu, Lukminto mendirikan pabrik di lahan seluas 1 hektare di Baturono. Karyawannya kala itu sekitar 200 orang.

Setelah membuka pabrik tersebut, bisnis Lukminto melesat tajam. Maka pada 1978, ia membangun pabrik di Sukoharjo, dan pada 1990 semua proses pembuatan tekstil hingga garmen terintergasi. Terakhir, Solopos.com, mencatat ambisi membangun pabrik rayon sebagai salah satu bahan baku produksi tekstil melalui PT Rayon Utama Makmur (RUM). Parik itu dijadwalkan beroperasi pada awal 2015.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya