SOLOPOS.COM - Teguh Santosa, pelukis kain asal Kampung Sangkrah RT 002/RW 012, sedang melukis jilbab dengan motif bunga. (Hijriyah Al Wakhidah/JIBI/Solopos)

Pemesan dari Bali sering membawa produk warga ke Brazil bahkan Eropa.

Solopos.com, SOLO—Kemampuan melukis kain warga Kampung Sangkrah RT 002/RW 012 dan sebagian warga RW 011 Kelurahan Sangkrah, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, sudah mulai dikenal sejak era tahun 1980-an.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Saat itu, banyak pengusaha konfeksi asal Bandung yang membutuhkan keahlian melukis kain. Berbondong-bondonglah warga Sangkrah ke Bandung menjadi pekerja di sana. Usut punya usut, produk konfeksi dari Bandung itu terjual sampai Solo. Pasaran konfeksi dengan sentuhan lukis kain masuk ke Kota Solo.

“Nah, sekitar tahun 1990 akhirnya pelukis-pelukis Sangkrah ini berbondong-bondong kembali ke Solo dengan harapan bisa mengembangkan industri konfeksi sendiri meski kecil-kecilan,” kata Ketua Kampung Lukis Sangkrah, Teguh Santoso, saat berbincang dengan Solopos.com, Rabu (19/7/2017).

Sayangnya, jasa lukis kain berkembang pasang surut. Jasa lukis kain ini booming pada 2000-an. Saat itu, lukis kain banyak dipesan untuk produk taplak dan sarung bantal kursi. Kini mereka mencoba kembali mengangkat jasa lukis kain dengan merambah ke produk busana dan jilbab. “Ya, dulu monoton hanya taplak yang dilukis, kemudian berkembang mukena, sekarang banyak ke kain kaftan, tunik, dan jilbab.”

Paguyuban Kampung Lukis kini beranggotakan 30 orang dari RW 011 dan RW 012 Kelurahan Sangkrah. Mereka sering berbagi order mengingat satu pelukis biasanya tidak punya banyak pekerja. Order tidak hanya dari Solo, tapi juga dari luar kota, seperti Bali dan Tulungagung. “Pemesan dari Bali itu sering bawa produk kami ke Brazil bahkan Eropa. Mereka dapat pesanan dari Brazil, kami yang membuatkan. Ya, buyer tahunya itu dari Bali, padahal yang buat kami,” tutur Teguh.

Menurut dia, memang alangkah baiknya pelukis kain ini membuat relasi sendiri dengan pembeli-pembeli dari luar negeri. Namun sayangnya sampai saat ini tidak ada pihak yang memfasilitasi mereka untuk membuka koneksi. “Ada juga pengusaha yang mengajak pelukis kami pameran ke Eropa. Tapi sayang sekali nama Sangkrah sering tidak ikut naik panggung.”

Paguyuban Kampung Lukis Sangkrah bahkan baru tahun ini dilibatkan pihak kelurahan untuk ikut pameran UMKM di salah satu mal di Solo. “Sebelum-sebelumnya tidak pernah.”

Teguh menyebutkan Kampung Lukis yang berada di bantaran Kali Pepe itu punya potensi untuk berkembang sebagai kampung wisata. Apalagi sudah banyak pelukis kain asal Sangkrah yang diundang pihak luar untuk melatih melukis kain. Setiap musim liburan, kampung itu juga ramai anak-anak yang belajar melukis kain. Mereka juga ingin menata kampung mereka dengan keindahan lukisan.

Namun, mereka tidak punya potensi dana untuk berkembang ke arah tersebut. Bahkan untuk promosi, mereka belum memaksimalkan pemanfaatan internet. “Paling banter pakai Facebook itu paling hanya promosi baju yang sudah jadi dilukis.”

Lurah Sangkrah, Singgih Bagjono, menjelaskan kampung lukis telah menjadi sebuah klaster dan mendapat pendampingan dari Rumah Zakat. Pemasaran masih menjadi kendala utama karena pelukis kain di Kampung Sangkrah itu kebanyak hanya melayani order dari para juragan. “Memang sudah saatnya mereka mencari jaringan sendiri. Mereka bisa menjaga harga dan kualitas. Kalau pesanan dari juragan, harga tergantung dari juragan,” tutur Singgih.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya