SOLOPOS.COM - Salah satu unggahan di Twitter mendesak pembebasan Luthfi, remaja pembawa bendera merah putih saat demo STM September 2019 lalu.

Solopos.com, JAKARTA -- Pengakuan Luthfi Alfiandi, pemuda yang menjadi terdakwa kasus kerusuhan demo STM beberapa waktu lalu, tentang penyiksaan oleh polisi membuat Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) angkat bicara. LPSK menilai praktik usang penyiksaan dalam interogasi seharusnya sudah lama ditinggalkan penyidik kepolisian.

Selain banyak aturan di Indonesia yang melarangnya, juga praktik semacam itu justru akan merenggut keadilan seseorang. "Metode pemeriksaan dengan penyiksaan oleh penyidik akan berakibat pada pengambilan keputusan oleh hakim berdasarkan keterangan yang salah," kata Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Manager Nasution, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (22/1/2020).

Promosi Tanggap Bencana Banjir, BRI Peduli Beri Bantuan bagi Warga Terdampak di Demak

Pernyataan ini disampaikan Nasution untuk merespons dugaan penyiksaan yang dialami Luthfi Alfiandi. Dalam proses persidangan, Luthfi memberikan kesaksian dirinya disetrum dan dipukul selama proses pemeriksaan.

Menurut Nasution, terlepas dari kasus Luthfi, tindakan penyiksaan dalam proses interogasi tidak pernah dibenarkan dalam situasi apapun.

"Penyiksaan adalah pelanggaran hukum dan merupakan bentuk abuse of power, apalagi ini dilakukan kepada seorang anak, mestinya ada pendekatan dengan perspektif perlindungan anak," katanya.

Nasution menjelaskan bahwa aturan melakukan penyelidikan, penyidikan, penangkapan, hingga penahanan ada dalam Pasal 52 KUHAP. Pasal itu berbunyi "Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan peradilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim".

Selain itu Pasal 117 KUHAP menyatakan bahwa "Keterangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun".

Nasution berpandangan jika benar Luthfi mengalami penyiksaan, maka Berita Acara Penyidikan (BAP) menjadi tidak sah secara hukum dan dapat dijadikan dasar pembatalan dakwaan di pengadilan.

Hal itu dapat dilihat dalam Pasal 15 UU No. 5/1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan Dan Perlakuan Atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi, Atau Merendahkan Martabat Manusia. Konvensi itu berbunyi "Segala pernyataan yang diperoleh sebagai akibat kekerasan dan penyiksaan tidak boleh diajukan sebagai bukti".

Untuk itu, Nasution meminta kepolisian untuk pro aktif melakukan penyelidikan atas dugaan penyiksaan kepada Luthfi, agar isu yang berkembang tidak semakin liar. Jika ada dugaan polisi yang menangkap dan memeriksa melakukan penyiksaan, Nasution menyarankan juga kepada korban untuk segera melapor kepada Propam Polri.

Propam harus langsung memproses perkara tersebut untuk mencari tahu benar tidaknya kabar penyiksaan.

"Kalau benar terbukti ada oknum penyidik melakukan penyiksaan, saya berharap pelaku dapat dikenakan sanksi tegas, bila perlu dipecat, agar menjadi peringatan bagi penyidik lainnya," kata Nasution.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya