SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Oleh: Fauzi Sukri

Mahasiswa American Studies UNS

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Satu hal yang tak bisa dimungkiri bahwa Soloraya perlahan sudah menjadi zona ekonomi integral yang menguntungkan. Itulah yang dilakukan dan dialami oleh warga Soloraya, meski secara administrasi-politis masih terpisah-pisah oleh pemerintah kota/kabupaten. Warga Soloraya sudah menyatu secara ekonomis-kultural yang didukung dan disebabkan perkembangan transportasi, telekomunikasi, dan teknologi industri, seperti halnya Pasoepati bukan hanya milik Solo tapi milik warga Soloraya.

Tapi masalah yang menghadang adalah egoisme pembangunan infrastruktur dasar terutama di area perbatasan kota atau kabupaten dan persaingan ekonomi antarpemerintah kota/kabupaten padahal persaingan kita pada masa sekarang dan yang akan datang adalah kota-kota di belahan dunia politik ekonomi global. Maka, demi mewujudkan kemakmuran warga Soloraya sudah menjadi keharusan para pemangku kepentingan (stakeholders) untuk bersatu.

Tidak boleh Solo-sentris

Yang semakin terlihat dari fenomena penyatuan zona ekonomi ini adalah bahwa Solo semakin mengembangkan diri menjadi semacam “Mega Cities, bentuk aglomerasi kota yang berkembang secara terpusat—secara historis-kultural Jawa memang akan cenderung membentuk aglomerasi kota yang memusat—yang memangku semacam pusat administrasi ekonomi Soloraya.

Gedung-gedung kantor pusat bank pemerintah atau swasta, kantor-kantor perusahaan daerah, nasional bahkan internasional, gedung-gedung perhotelan, pusat perbelanjaan seperti mall dan pasar (besar) tradisional, pusat-pusat rumah sakit rujukan, pusat hiburan urban, juga pusat pendidikan tinggi, hampir semuanya semakin memusat di Solo, meski tentu saja kota-kota di sekitar Solo juga terus berkembang menjadi kota maju. Solo semakin menduduki posisi seperti yang dipegang oleh Jakarta, Surabaya, atau Medan.

Posisi ini mungkin menguntungkan bagi Solo yang akan menjadi pusat capital, dengan mengedepankan service industry yang bisa mengalahkan omset product industry seperti yang sudah mulai berjalan dengan positioning MICE (meeting, incentives, conferences, exhibitions), cultural heritage city, dan seterusnya. Tapi pada jangka panjangnya hal ini akan mendatangkan banyak masalah terutama pengurangan standard of livability warga kota, krisis urban spatial area terkait dengan human settlement, keseimbangan ekologis kota, dan kemacetan lalu lintas yang datang dari sekitar Solo (hinterlands), akibat pertambahan demografi penduduk, urbanisasi, dan pertumbuhan ekonomi.

Hal ini terutama jika pengembangan perkotaan tidak melibatkan daerah Soloraya secara keseluruhan. Di sini, sebenarnya Solo tidak boleh egois dengan mengambil sebagian besar investasi ekonomi demi memajukan dirinya sendiri tanpa membaginya dengan kota di sekitarnya. Pemerintah kota Solo juga harus memajukan kota-kota di sekitarnya yang menjadi penyangga seperti halnya kebutuhan Solo akan Bandara Adi Sumarno Boyolali.

Kebijakan integral

Menurut pakar perkotaan Indonesia Jo Santoso (2006: 50-54), ada dua sebab kegagalan kota-kota Indonesia yang menyebabkan krisis perkotaan khususnya krisis ekonomi-politik kota seperti yang terjadi pada 1998 yang juga melanda daerah Solo. Kegagalan ini juga sebenarnya adalah sebuah solusi yang harus dilakukan oleh pemda/pemkot Soloraya untuk dihadapi bersama-sama.

Yang pertama adalah kebijakan dan strategi pengembangan perkotaan yang terlalu ditentukan oleh mekanisme pasar (“neo-liberal”) dan sikap pasif-akomodatif pemerintah kota/daerah demi pertumbuhan ekonomi semata daerahnya masing-masing. Di sini peran kepentingan kelompok atau perorangan baik para pengusaha atau para politikus (biasanya dalam bentuk oligarki politik-pengusaha) lebih banyak mempengaruhi pengambilan kebijakan dan sering mengabaikan kepentingan bersama seluruh warga kota.

 

Yang kedua adalah pelaksanaan pembangunan infrastruktur pengembangan kota dan tidak berfungsinya rencana pembangunan tata ruang kota yang sesuai dengan visi karakteristik kota masa depan baik berdasarkan potensi alam atau kultural secara maksimal bahkan cenderung dilanggar. Menurut Santoso, hal ini disebabkan oleh sumber daya yang dimiliki pemerintah daerah terbilang minim sehingga tidak makmimal untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic need) warga kota dan untuk pengembangan perekonomian. Tapi, sayangnya pemerintah kota/daerah tidak mengembangkan pendekatan kemitraan antara antarpemerintah, swasta, dan masyarakat.

 

Dalam kasus Soloraya, hal ini bisa dilhat dari banyaknya jalan raya yang rusak dan tidak diperbaiki terutama di daerah perbatasan kota/daerah yang sebenarnya bisa dibangun bersama antarkabupaten/kota, swasta, dan warga Soloraya sehingga mereka juga merasa memiliki dan segera memperbaiki kita mulai terjadi kerusakan.

 

Akibat dari dua hal ini, juga dalam kasus kota Soloraya, adalah bahwa pengembangan kota Soloraya hampir tidak terencana, kota kehilangan karakter kultural dan geografisnya, pemusatan kegiatan ekonomi dengan nilai tambah yang tinggi pada lokasi strategis tanpa dukungan infrastruktur yang memadai, mulai menghilang dan terjadinya disintegrasi fungsi-fungsi bagian kota. Dan yang terutama adalah pembangunan kota hanya menguntungkan kelompok tertentu dan pelemahan partisipasi warga kota yang pada saat tertentu bisa memicu kerusuhan massa.

 

Maka, gagasan Soloraya tidak boleh pada akhirnya adalah sebuah Solo-sentris yang menghegemoni secara ekonomis daerah di sekitarnya. Perspektif Soloraya harus diganti dengan paradigma baru, katakanlah, zona ekonomi integratif Soloraya. Hambatan administratif-politis yang terkait dengan pembangunan ekonomi Soloraya harus diselesaikan. Soloraya hanya bisa memakmur jika bisa bersatu membangun perekonomian. Maka, pengembangan Soloraya harus dengan cara pengepungan dari pinggir dengan pembangunan infrastruktur jalan bersama antarpemerintah kota/kabupaten, swasta, dan masyarakat. Selebihnya, biar kami warga Soloraya belajar berkota secara partisipatoris dan rasional dengan menjaga kedamaian, berdialog untuk masalah perbedaan, dan memprotes kebijakan yang merugikan warga Soloraya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya