SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Oleh: Didik G Suharto

Dosen Administrasi Negara FISIP UNS

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Di era global, kerja sama antar daerah wajib ada dalam rangka memajukan daerah dan memberikan pelayanan berkualitas bagi masyarakatnya. Kebijakan otonomi daerah telah memaksa setiap daerah (kabupaten/kota dan provinsi) untuk saling bersinergi. Persoalan pelayanan publik atau pembangunan daerah tidak lagi mengenal batas-batas wilayah administratif yang sempit.

Di kawasan Solo Raya (Solo, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, dan Klaten) atau dikenal pula sebagai Subosukawonosraten, kerjasama antar daerah sesungguhnya mempunyai titik strategis mengingat ketujuh daerah kabupaten/kota tersebut masing-masing mempunyai karakteristik unik dan keunggulan kompetitif yang akan lebih berdaya guna dan berhasil guna jika diupayakan bersama-sama.

Kerjasama antar daerah di Solo Raya juga layak dikembangkan karena dari aspek geografis dan demografis relatif sangat kondusif bagi penciptaan kerjasama yang efektif.

Potensi ekonomi di wilayah ini sangat menjanjikan. Menurut Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah triwulan I tahun 2012, dana pihak ketiga (DPK) yang diperoleh bank dari masyarakat di wilayah Solo Raya sebesar Rp. 30,272 milyar atau 23,38% dari Rp. 129,494 milyar keseluruhan DPK di Provinsi Jawa Tengah.

Sedangkan kredit yang disalurkan ke masyarakat di wilayah Solo Raya sebesar Rp. 29,077 milyar atau 23,48% dari Rp. 123,818 milyar kredit yang disalurkan diseluruh Jawa Tengah (BI, 2012). Dari data tersebut memperlihatkan bahwa potensi ekonomi di wilayah Solo Raya cukup besar, terutama untuk menggerakkan perekonomian wilayah.

 

Jalan di tempat

Upaya untuk membangun kerjasama di wilayah Solo Raya sudah dilakukan sejak lama. Kabupaten/kota se-Solo Raya telah membentuk Forum Litbang Subosukawonosraten yang merupakan Badan Kerjasama Antar Daerah kabupaten/kota di wilayah Solo Raya.

Dari aspek sektoral, dinas pariwisata se-Solo Raya juga telah membentuk Forum Pariwisata. Perjanjian kerjasama pernah pula dilakukan antar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) bidang pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, kehutanan, dan ketahanan pangan.

Di sektor perekonomian, tujuh kabupaten/kota juga pernah menandatangani kerjasama antar SKPD bidang perindustrian, perdagangan, koperasi, dan UKM. Pemerintah kabupaten/kota di Solo Raya juga telah membentuk PT. Solo Raya promosi (SRP).

Persoalannya, hingga kini perkembangan kerjasama antar daerah se-Solo Raya tersebut belum berjalan maksimal. Sinergitas antar daerah belum tampak nyata. Institusi yang ada untuk menjembatani kerjasama tersebut (misal Bakorwil dan forum kerjasama lain) dengan beragam keterbatasannya seolah tidak memiliki kemampuan memadai untuk menjalankan fungsinya secara berkelanjutan.

Bila ditelusuri, beberapa penyebab belum berkembangnya kerjasama antar daerah itu bisa ditelusuri dari tiga hal. Pertama, egosentrisme daerah. Kebijakan otonomi daerah yang memberikan kewenangan besar kepada kabupaten/kota pada kenyataannya belum sepenuhnya menyadarkan daerah akan pentingnya kerjasama dengan daerah lain. Setiap daerah terlalu asyik dengan daerahnya masing-masing.

Tidak menutup kemungkinan, keengganan daerah untuk berkolaborasi disebabkan ada kekhawatiran dari elit-elit di daerah setempat bahwa kepentingan mereka atau kepentingan daerah akan terganggu bila ada “campur tangan” pihak lain yang masuk ke daerah mereka. Akibatnya, kerjasama daerah yang telah dibangun seolah cenderung formalistik dan tidak sepenuh hati diinisiasi.

Egosentrisme daerah juga tampak nyata dari sikap pemerintah daerah yang seakan-akan mampu menyelesaikan semua masalah, memberikan pelayanan publik, dan membangun daerah sendiri tanpa sinergitas dengan pihak lain.

Masing-masing kabupaten/kota di Solo Raya tidak cuma mengembangkan sektor yang sama, namun juga produk unggulan yang sama. Padahal, sinergitas antar daerah bisa berkembang dengan baik bila di antara daerah tersebut berhasil mengembangkan produk/potensi unggulan yang bersifat saling mengisi, menunjang dan melengkapi, sehingga tidak justru saling bersaing.

 

Tiga komponen

Kedua, kurangnya perhatian pemerintah daerah terhadap kerjasama daerah. Kerjasama antar daerah sepertinya belum menjadi prioritas daerah, sehingga perhatian atas keberhasilan kerjasama antar daerah dirasa masih rendah.

Hal tersebut antara lain bisa dilihat dari belum adanya dasar hukum yang jelas. Meski di tingkat pusat sudah ada Permendagri Nomor 19/2009 tentang Pedoman Peningkatan Kapasitas Pelaksana Kerjasama Daerah dan Permendagri Nomor 22/2009 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Kerjasama Daerah, tetapi tindak lanjut regulasi di daerah rata-rata belum ada.

Demikian pula dalam hal dukungan anggaran yang belum signifikan untuk menunjang kerjasama antar daerah. Perhatian daerah yang rendah juga terlihat dari struktur organisasi yang menangani kerjasama. Urusan penanganan kerjasama antar daerah yang hanya diserahkan kepada level bawah (kantor atau sub-bag/sub-din) jelas tidak bisa menjamin kerjasama antar daerah berlangsung efektif.

Tidak adanya kontinuitas diperparah oleh sikap pemerintah daerah yang seringkali seenaknya merotasi/memutasi pegawai dan diganti pegawai-pegawai baru yang sebelumnya tidak berkompeten atau berpengalaman dalam urusan kerjasama antar daerah.

Ketiga, rendahnya pelibatan publik (non pemerintah). Kerjasama antar daerah hendaknya tidak dimaknai sebagai kerjasama antar pemerintah daerah (local government to local government) semata, tetapi harus dilihat sebagai kerjasama antar komponen di daerah secara keseluruhan (masyarakat, swasta, dan pemerintah).



Pelibatan aktif seluruh komponen di daerah diyakini akan lebih memaksimalkan kerjasama daerah. Dalam paradigma administrasi publik terbaru, negara (pemerintah) diharapkan tidak bersifat eksklusif. Pemerintah (termasuk pemerintah daerah) harus berinteraksi dan berkolaborasi intensif dengan aktor swasta/bisnis dan civil society.

Persoalan-persoalan kerjasama antar daerah di atas mau tak mau perlu diperhatikan jika menginginkan adanya sinergitas untuk mendorong kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Selain peran pemerintah provinsi dan pusat, keterlibatan positif stakeholders di daerah (pemerintah kabupaten/kota, swasta/bisnis, dan civil society/masyarakat) mutlak harus ada.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya