SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Oleh: Lasinta Ari Nendra Wibawa

Mahasiswa Teknik Mesin UNS, Redaktur Buletin Sastra Pawon

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hasil survei Doing Business Bank Dunia tahun 2012 menyebutkan Solo sebagai peringkat ketiga kota paling mudah untuk memulai bisnis. Laporan yang menggunakan tiga indikator dalam berinvestasi, yakni kemudahan mendirikan usaha, kemudahan mengurus izin-izin mendirikan bangunan, dan kemudahan pendaftaran properti tersebut memperbandingkan kebijakan usaha di 20 kota dan 183 perekonomian.

Kabar yang menggembirakan ini tentu memberikan angin segar bagi warga Solo. Kemudahan berinvestasi adalah bukti kota memiliki daya tarik bagi pelaku usaha. Peran pemerintah dalam menetapkan regulasi bagi pihak swasta yang ingin berinvestasi sangat penting. Regulasi diberlakukan agar investasi yang dilakukan tidak malah menghancurkan sendi-sendi ekonomi rakyat yang sudah ada. Sehingga investasi nantinya tidak hanya dinikmati para pemilik modal, tetapi juga oleh masyarakat luas.

Pemerintah harus jeli dalam memilih jenis investasi. Investasi yang berupa pembangunan infrastruktur modern harus melalui pertimbangan matang karena menyangkut perubahan tata ruang kota. Tidak hanya menimbulkan dampak lingkungan seperti alih guna lahan, tetapi juga dampak sosial seperti perubahan gaya hidup masyarakat. Oleh karena itu, regulasi dibuat dan dipatuhi agar tidak menimbulkan dampak buruk di kemudian hari.

 

Pasar Tradisional

Disadari atau tidak kemudahan investasi turut memicu ekspansi pasar modern di Kota Solo. Berdirinya mal, supermarket, dan minimarket turut menggerus keberadaan pasar tradisional. Keberadaan pasar modern tersebut mengakibatkan menurunnya jumlah pengunjung pasar tradisional. Jika kondisi ini terus dibiarkan, tak mustahil pasar tradisional bakal kian tergusur. Padahal keberadaan pasar tradisional memiliki peran penting. Selain sebagai representasi dari ekonomi kerakyatan, pasar tradisional juga turut membangun wawasan kebangsaan lewat intensitas interaksi yang tidak ditemukan di pasar modern.

Sekarang ini tren masyarakat cenderung lebih suka berbelanja di pasar modern. Hal ini sesuai dengan teori pilihan rasional James C Coleman. Coleman mengatakan tindakan seseorang mengarah pada tujuan yang dipengaruhi oleh nilai atau pilihan. Dengan demikian, konsumen yang beralih untuk berbelanja di pasar modern ketimbang pasar tradisional mengarah pada tujuan rasional di pasar modern, yaitu kenyamanan berbelanja, sistem pembayaran yang fleksibel dan modern, potongan harga, keleluasan mengamati barang, dan kebersihan bangunan.

Upaya pemerintah untuk merevitalisasi pasar tradisional patut diapresiasi. Revitalisasi bertujuan agar pasar tradisional dapat bersaing dengan pasar modern. Namun perbaikan fisik saja tidak cukup, kemampuan pemerintah untuk menata persaingan di antara pasar tradisional dengan pasar modern jauh lebih utama. Apalagi, PAD Kota Solo tahun 2011 mayoritas berasal dari pasar tradisional yang mencapai Rp20,3 miliar, sementara dari BPHTB, pajak hotel dan restoran hanya sekitar Rp10 miliar. Hal ini membuktikan kehadiran 43 pasar tradisional mampu menyumbang PAD terbesar. Oleh karena itu, sudah semestinya pemerintah lebih memerhatikan keberadaan pasar tradisional sebagai tempat bagi 29.000 pedagang mengais rezeki ketimbang pasar modern yang hanya dimiliki segelintir orang.

 

Industri Kreatif

Potensi pengembangan industri kreatif di wilayah Soloraya cukup besar. Apalagi industri kreatif di Soloraya cukup banyak dan beragam, misalnya sabun susu sapi dari Boyolali, batik dan intip dari Solo, kerajinan pahat bambu dari Klaten, dan kerajinan gitar dari Baki, Sukoharjo. Sayangnya, industri kreatif tersebut sulit untuk berkembang karena belum adanya masterplan yang jelas. Pengembangan industri kreatif di Soloraya masih tertinggal dibanding Yogyakarta dan Bali. Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah dan pihak swasta memberi perhatian serius terhadap sektor industri kreatif yang juga turut mendukung pengembangan pariwisata daerah.

Selain belum adanya masterplan yang jelas, industri kreatif di Soloraya juga masih terkendala permodalan. Meskipun pada Februari 2012 perbankan di wilayah Soloraya telah menyalurkan dana sebesar Rp30,45 triliun, namun jumlah tersebut belum mampu mengakomodir semua jenis industri kreatif yang ada. Ditambah lagi, banyak pelaku industri kecil yang beranggapan mengajukan kredit bank cukup rumit dan berbelit. Juga adanya industri kreatif yang sulit mendapatkan dana karena sifatnya yang kurang bankable, yakni industri kreatif berbasis budaya. Tak heran jika selama ini industri kreatif yang berupa seni pertunjukan masih menggunakan dana APBD.

Keberhasilan pemasaran sangat menentukan kelangsungan usaha industri kreatif. Pemasaran adalah pintu gerbang bagi produk agar dapat dikenal luas oleh konsumen. Dukungan pemerintah terhadap pengrajin industri kreatif sangat dibutuhkan. Dukungan dan apresiasi pemerintah dapat diwujudkan dalam bentuk penyediaan stan pameran atau gerai penjualan produk. Yang tak kalah pentingnya adalah kemauan pemerintah dalam membuat regulasi yang ketat untuk menekan dominasi produk impor yang masuk demi melindungi produk kreatif lokal. Cara menekan dominasi produk impor dapat dilakukan dengan mengurangi jumlah produk impor yang banyak dijual di pasar-pasar modern.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya