SOLOPOS.COM - Massa mahasiswa memblokade jalan tol dalam kota dalam kericuhan saat unjuk rasa di depan kompleks Parlemen di Jakarta, Selasa (24/9/2019). Ribuan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi menolak UU KPK dan pengesahan RUU KUHP. (Antara - Aditya Pradana Putra)

Solopos.com, JAKARTA — Kekerasan kembali menimpa sejumlah jurnalis. Tindakan represif diterima jurnalis saat meliput puluhan ribu mahasiswa dan aliansi masyarakat sipil yang menggelar aksi demonstrasi di depan gedung DPR, Jakarta Selatan, Selasa (24/9/2019).

Aksi yang dilakukan mahasiswa di depan Gedung DPR tersebut kemudian berujung ricuh. Dalam peristiwa tersebut, banyak mahasiswa yang menjadi korban. Ketua Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Jakarta, Asnil Bambani, mengatakan ada jurnalis luka-luka lantaran menjadi korban kekerasan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Sampai Rabu [25/9/2019], AJI Jakarta telah menerima laporan dari 4 jurnalis yang mengalami intimidasi, kekerasan, dan penghalang-halangan kerja peliputan,” katanya seperti dikutip dalam siaran pers, Rabu (25/9/2019).

Pertama, kekerasan terjadi terhadap jurnalis Kompas.com, Nibras Nada Nailufar. Dia mengalami intimidasi saat merekam perilaku polisi yang melakukan kekerasan terhadap seorang warga di kawasan Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Selasa malam (24/9/2019).

Dalam peristiwa ini, oknum polisi melarang korban merekam gambar dan memaksanya menghapus rekaman video kekerasan itu. “Nibras bahkan nyaris dipukul oleh seorang polisi yang ada di lokasi,” ungkapnya.

Kedua, kekerasan terjadi pada jurnalis IDN Times, Vanny El Rahman. Dia dipukul dan diminta menghapus foto dan video rekamannya mengenai kekerasan yang dilakukan polisi terhadap demonstran di sekitar jembatan layang (flyover) Slipi, Jakarta.

Ketiga, kekerasan terhadap jurnalis Katadata, Tri Kurnia Yunianto, oleh polisi. Tri dikeroyok, dipukul, dan ditendang oleh aparat dari kesatuan Brimob Polri. Padahal Kurnia telah menunjukkan ID pers yang menggantung di leher dan menjelaskan sedang melakukan liputan.

Tak hanya itu, polisi tersebut juga merampas ponsel milik Kurnia dan menghapus video yang terakhir kali direkamnya. Video itu rekaman Polisi membubarkan massa dengan menembakkan gas air mata. “Pelaku kekerasan tidak menghiraukan dan tetap melakukan penganiayaan,” ucapnya.

Keempat, kekerasan terhadap jurnalis Metro TV, Febrian Ahmad, oleh massa yang tidak dikenal. Mobil yang digunakan Febrian saat meliput wilayah Senayan dipukuli dan dirusak massa. Akibatnya, kaca mobil Metro TV bagian depan dan belakang, serta kaca jendela pecah semua.

Atas peristiwa ini, AJI Jakarta mengutuk keras segala bentuk kekerasan yang dilakukan kepada jurnalis. Baik yang dilakukan aparat kepolisian maupun massa.

AJI menilai, kekerasan yang dilakukan polisi dan massa itu merupakan tindakan pidana sebagaimana diatur UU No 40/1999 tentang Pers. Dalam Pasal 18 Ayat 1 disebutkan, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja pers, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda sebanyak Rp500 juta.

“Dalam bekerja, jurnalis memiliki hak untuk mencari, menerima, mengelola, dan menyampaikan informasi sebagaimana dijamin secara tegas dalam Pasal 4 ayat 3,” jelasnya.

Sampai saat ini AJI Jakarta terus melakukan verifikasi kekerasan yang dialami sejumlah jurnalis saat meliput aksi mahasiswa Selasa kemarin. Karena tak menutup kemungkinan masih ada jurnalis lain mengalami kekerasan saat liputan.

Untuk menyikapi kekerasan terhadap jurnalis ini, Komite Keselamatan Jurnalis menyatakan sikap:

1. Mendesak Kepolisian menangkap pelaku kekerasan terhadap jurnalis saat meliput, baik yang melibatkan anggotanya dan sekelompok warga. Apalagi kekerasan yang dilakukan anggota Polri tersebut terekam jelas dalam video-video yang dimiliki jurnalis.

2. Semua pelaku kekerasan terhadap jurnalis harus diproses hukum untuk diadili hingga ke pengadilan.

3. Mengimbau masyarakat agar tidak melakukan kekerasan terhadap jurnalis saat liputan. Sebab, jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi UU Pers.

4. Mengimbau perusahaan media mengutamakan keamanan dan keselamatan jurnalisnya saat meliput aksi massa yang berpotensi ricuh, serta aktif membela wartawannya termasuk melaporkan kasus kekerasannya ke kepolisian.

5. Mendesak Dewan Pers terlibat aktif menyelesaikan kasus kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi sepanjang aksi tanggal 24 September, maupun kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi pada waktu sebelumnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya