SOLOPOS.COM - Ilustrasi hasil tes Covid-19. (Freepik)

Solopos.com, SOLO – Satu lagi anak di Kota Solo yang terpapar virus corona baru penyebab Covid-19 dan menunjukkan kondisi anak-anak yang rentan terkena dampak langsung pandemi. Terbaru, seorang anak berusia 12 tahun di Kelurahan Kestalan, Banjarsari, Solo, dinyatakan positif Covid-19 pada Kamis (25/6/2020).

Anak tersebut menjadi kasus ke-42 sekaligus kasus kelima positif Covid-19 di kalangan anak-anak Kota Bengawan. Sebelum kasus anak dari Kestalan tersebut, dua anak usia berusia satu tahun, anak dua tahun, dan anak berusia enam tahun di Solo, juga positif Covid-19.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kepala Dinas Kota Solo, Siti Wahyuningsih, memang menyatakan kondisi anak tersebut terbilang baik sehingga bisa menjalani isolasi di rumah. Begitu pula kondisi anak-anak lain di Solo yang terpapar Covid-19 yang menunjukkan gejala ringan.

Anak Usia 12 Tahun Asal Kestalan Solo Positif Covid-19

“Dari tiga anak yang positif Covid-19, mereka tanpa gejala atau gejala ringan. Ada dua anak yang bergejala ringan, yaitu batuk-pilek biasa, atau demam biasa. Yang di Joyotakan itu tidak ada gejala,” kata Siti kepada Solopos.com di ruang kerjanya, Rabu (10/6/2020) lalu.

Terlepas dari kondisi pasien anak tersebut yang bergejala ringan, dia mengakui anak-anak adalah salah satu kelompok rentan di masa pandemi Covid-19. Ini tak lepas dari masih bermunculannya penyakit-penyakit yang menyerang sistem pernapasan pada anak-anak di Solo jauh sebelum wabah menyerang.

Ekspedisi Mudik 2024

Salah satu penyakit itu adalah pneumonia. “Kalau sudah punya pneumonia, berarti dia rentan Covid-19. Dan di paru-paru mereka sudah ada bercak,” ujar Siti.

3 Bulan Positif Covid-19, Pasien Ponorogo Baru Sembuh Setelah 22 Kali Swab

Data yang dihimpun Solopos.com dari Profil Kesehatan Kota Surakarta 2013 hingga 2018 menunjukkan laporan kasus pneumonia anak meningkat drastis sejak 2017. Pada 2013, jumlah kasus pneumonia anak di Solo yang dilaporkan melalui puskesmas-puskesmas sebanyak 32 kasus. Angka tersebut turun pada 2014 menjadi hanya 9 kasus, lalu naik pada 2015 menjadi 42 kasus.

Pada 2016, jumlah kasus pneumonia anak yang dilaporkan hanya 5 kasus. Namun pada 2017, terjadi lonjakan besar jumlah kasus pneumonia anak menjadi 234 kasus. Jumlah kasus kembali meningkat secara signifikan pada 2018 menjadi 346 kasus.

Pada 2017 dan 2018, jumlah kasus pneumonia anak tersebut melampaui kasus-kasus penyakit berbahaya seperti HIV, campak, hepatitis B, bahkan demam berdarah dengue (DBD). Saat Solopos.com meminta konfirmasi data tersebut, Siti menampik jika kasus pnemonia anak di Solo dominan. Namun dia mengakui ini adalah salah satu faktor yang membuat anak-anak tersebut rentan terkena Covid-19.

Membeludak! 36.317 Pendaftar Pakai Jalur SKD di PPDB Jateng

Diare

Pneumonia pada anak bukan satu-satunya tanda kerentanan anak-anak di Solo terpapar Covid-19. Dalam data tersebut, ada satu lagi penyakit yang kerap mengancam anak-anak di Solo dengan jumlah yang lebih besar, yakni diare pada anak usia di bawah lima tahun (balita).

Tak ada data jumlah kasus diare pada anak balita di Solo hingga 2017. Ini karena data kasus pada anak balita tidak terpisahkan dari total kasus diare pada seluruh tingkat usia. Namun ketika data kasus diara balita dibuka mulai 2018, jumlahnya sangat tinggi, yakni mencapai 3.102 kasus.

Jumlah tersebut hampir sepertiga jumlah total kasus diare di Solo pada 2018, yaitu 11.217 kasus. Artinya, anak balita menjadi salah satu kelompok penyumbang terbesar kasus diare di Solo.

2 Pasien Positif Covid-19 Kota Madiun Sembuh, Tinggal 1 Kasus

Meski tak terkait sistem pernapasan, diare menjadi salah satu gejala yang muncul pada pasien-pasien Covid-19. Meski tak semua pasien Covid-19 menderita diare, gejala tersebut muncul pada banyak pasien, termasuk di Solo. Banyaknya anak yang menderita diare juga menjadi tanda mereka rentan terpapar Covid-19.

“Memang ada yang tidak memiliki gejala sesak napas, tapi ada diare. Tapi ini memang pada pasien dewasa. Sedangkan pada anak-anak [pasien Covid-19 di Solo] belum ditemukan,” kata Siti.

Rokok

Kerentanan anak terhadap Covid-19 ini pula yang mendorong kebijakan perpanjangan masa belajar dari rumah hingga Desember 2020. Artinya anak-anak tidak masuk ke sekolah-sekolah mereka demi menghindari risiko terpapar virus corona baru di lingkungan pendidikan.

Masalahnya, risiko penularan Covid-19 tidak hanya muncul di lingkungan sekolah. Saat sekolah ditutup dan siswa belajar di rumah, risiko justru muncul di lingkungan tempat tinggal anak-anak tersebut, mulai dari rumah hingga tempat mereka bermain. Kasus-kasus anak terpapar Covid-19 di Solo menunjukkan mereka tertular dari lingkungan mereka sehari-hari.

Suram! 6,4 Juta Karyawan Indonesia Di-PHK karena Covid-19

Salah satu faktor yang diduga meningkatkan kerentanan anak-anak tersebut adalah asap rokok. Direktur Yayasan Kepedulian Untuk Anak (Kakak) bahkan mengungkapkan salah satu anak yang terpapar Covid-19 di Solo tinggal di lingkungan yang dekat dengan para perokok.

“Ada anak-anak yang positif Covid-19 di Solo. Kita lihat apakah rumah mereka itu di lingkungan perokok? Nah kami temukan ada anak yang positif itu tinggal di lingkungan merokok,” kata Shoim dalam diskusi daring bertema Implementasi Kawasan Tanpa Rokok di Masa Pandemi, Jumat (5/6/2020) lalu.

Shoim memang hanya mengungkapkan salah satu temuan kasus anak positif Covid-19 di Solo yang kebetulan terkait keluarga perokok. Meski tak menyimpulkan ada hubungan sebab-akibat antara lingkungan perokok dengan kasus tersebut, Shoim meminta temuan tersebut menjadi pelajaran.

Intinya, tidak semua lingkungan rumah sepenuhnya aman bagi anak dan membuat mereka rentan terhadap ancaman pandemi Covid-19. Pasalnya, kata Shoim, kawasan-kawasan yang kerap didatangi anak-anak juga tidak steril dari asap rokok, seperti lingkungan sekolah, angkutan umum, taman cerdas, hingga rumah ibadah.

Tersangka Korupsi Jiwasraya, MNC Asset Management Buka Suara

Padahal titik-titik tersebut seharusnya menjadi kawasan tanpar rokok (KTR) sesuai Peraturan Daerah (Perda) No 9/2019 tentang KTR di Solo. Hasil monitoring Yayasan Kakak dan Forum Anak di 80 KTR di Kota Solo menunjukkan banyaknya pelanggaran.

"Kami lakukan monitoring pada 2019 [Desember] dan 2020 [Juni] kamui lakukan lagi," kata dia

Taman Cerdas

Monitoring itu dilakukan di berbagai KTR, seperti 4 taman cerdas, 8 angkutan umum, 10 fasilitas pelayanan kesehatan, 35 sekolah, 15 kantor kelurahan, dan 8 tempat ibadah. Tempat-tempat itu dinilai bisa menjadi representasi 6 jenis KTR di Solo.

"Kita tahu taman cerdas di Kota Solo ini jadi role model di Indonesia, karena Solo ini Kota Layak Anak kategori utama," kata Shoim menyindir status Solo sebagai Kota Layak Anak.

Pendaftar PPDB SMA/SMK Jateng Hampir 600.000, Diduga Banyak Akun Ganda

Monitoring yang melibatkan anak-anak ini menemukan fakta-fakta pelanggaran di hampir semua KTR di Solo. Mereka memantau apakah ada perokok di kawasan itu, apakah ada penjual rokok, bau sisa asap rokok, puntung rokok, promosi produk rokok, tanda larangan merokok, atau tempat khusus merokok.



Shoim menekankan fakta pelanggaran di empat taman cerdas. Bagi dia, kondisi itu ironis mengingat taman cerdas adalah salah satu simbol kawasan ramah anak.

"Taman cerdas terbaik itu di Kota Solo, Kota Solo sebagai kota ramah anak utama. Masih ada orang menjual rokok di situ. Di sana, 75% memang sudah ada tulisan dilarang merokok. Tapi di bawahnya ada bapak-bapak merokok dengan santai," kata dia.

Selain itu, tim monitoring juga menemukan ada aroma bekas asap rokok dan banyak puntung rokok. Bahkan dalam kegiatan aksi pungut puntung puntung rokok di empat taman cerdas, mereka menemukan ribuan puntung rokok.

"Hasilnya ada 9.350 puntung rokok di beberapa tempat, dan itu hanya dilakukan dalam waktu 1 jam. Itu hanya untuk menunjukkan ada orang merokok di sana," ujarnya.

Kondisi serupa juga ditemukan di angkutan umum. Mereka menemukan masih banyak orang merokok di dalam mobil angkutan, baik sopir maupun penumpang. Dalam penghitungan tim, 50% angkutan umum masih ditemukan orang merokok di dalam.

Pelanggaran juga terjadi di tempat ibadah. Padahal, tempat ibadah identik sebagai tempat yang lebih bersih daripada tempat umum lainnya.

"Padahal kalau mau dilakukan sangat mudah. Misal kalau di masjid ada takmir. Tapi memang karena baru Agustus 2019 disahkan, butuh waktu untuk penguatan," lanjut Shoim.







Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya