SOLOPOS.COM - Ilustrasi suasana sekolah (JIBI/Solopos/Dok)

Lima hari sekolah dinilai menggambarkan karakter pemerintah

Harianjogja.com, JOGJA –  Reaksi terkait rencana pemerintah menerapkan lima hari sekolah mulai tahun ajaran 2017/2018 terus mengalir.  Para akademisi menilai penerapan lima hari sekolah justru menampakkan fakta pemerintah tidak konsisten dalam menerapkan kurikulum pembelajaran terhadap siswa di seluruh Tanah Air.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Baca Juga : LIMA HARI SEKOLAH : Wujud Penerapan Kurikulum Tidak Konsisten

Pemerhati Pendidikan dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Jakarta, Upi Isabella Rea menilai kebijakan tersebut memiliki perdebatan di kalangan masyarakat. Sebagian masyarakat menilai, kebijakan itu hanya dalih pemerintah untuk mengalihkan rencana full day school yang sebelumnya telah ditolak penerapannya, lalu kini menggantinya dengan lima hari sekolah. Apalagi keputusan penerapannya tidak lebih dulu menampung aspirasi masyarakat luas.

Masyarakat lainnya, lanjut Upi, menilai kebijakan lima  hari sekolah merupakan kebijakan tepat yang bisa diterapkan. Mengingat setiap keluarga memerlukan waktu bersama-sama dengan anggota keluarganya pada hari Sabtu dan Minggu.

“Menurut kami, kebijakan full day school maupun lima hari sekolah yang akan diterapkan tahun ini, sebaiknya benar-benar dipertimbangkan matang. Sehingga sekali lagi, pemerintah hanya akan menjadikan siswa-siswi sebagai kelinci percobaan. Padahal di tangan siswa-siswi saat inilah masa depan bangsa kita,” tegas Upi, dalam diskusi  ‘Membedah Kebijakan Lima  Hari Sekolah’, di Jogja. Rabu (14/6/2017) petang.
Konsistensi Kurikulum

Ia mendorong agar pemerintah segera memberlakukan kurikulum secara konsisten untuk jangka waktu panjang. Sehingga guru dan murid dapat menyerap ilmu yang diajarkan secara optimal.

Beberapa negara maju, kata dia, sejak awal pembangunan pendidikannya berkomitmen kuat untuk menjalankan kurikulum yang telah disepakati sejak awal. Sehingga perubahan yang negara itu lakukan hanyalah perubahan minor yang tidak mengganggu content kurikulum itu sendiri, seperti Amerika Serikat.

“Sektor pendidikan seharusnya dijauhkan dari ranah politik, meskipun didalamnya mengandung pendidikan politik. Tujuannya, agar siswa-siswi kita menjadi subjek pembelajaran itu sendiri, sebagai pilar pembangunan bangsa kedepan,” tandas Upi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya