SOLOPOS.COM - Peluncuran Halaqah Fikih Peradaban oleh PBNU di Madrasah Aliyah Ali Maksum, Krapyak, Yogyakarta, Kamis (11/9/2022). (ANTARA/Hery Sidik)

Solopos.com, BANTUL — Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akan menggelar Halaqah Fikih Peradaban di 250 daerah se-Indonesia. Dalam halaqah itu akan melibatkan sebanyak 12.500 kiai dan nyai dari ratusan pondok pesantren.

Ketua Pelaksana Halaqah Fikih Peradaban PBNU, Ulil Abshar Abdalla, mengatakan halaqah pertama digelar di Madrasah Aliyah Ali Maksum, Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta dengan mengambil tema “Fikih Siyasah NU dan Realitas Peradaban Baru”.

Promosi Skuad Sinyo Aliandoe Terbaik, Nyaris Berjumpa Maradona di Piala Dunia 1986

“Halaqah di Yogyakarta ini merupakan pembukaan untuk 250 halaqah yang akan diselenggarakan selama sekitar 5,5 bulan ke depan, dari Agustus sampai Januari 2023,” kata Ulil dalam pernyataan pers di Yogyakarta, Kamis (11/8/2022).

Ulis menuturkan halaqah di 250 daerah itu merupakan bagian dari kontribusi NU untuk Indonesia dan untuk dunia lebih beradab. Rangkaian halaqah tersebut juga merupakan bagian dari peringatan satu abad NU menurut kalender Hijriah, yang puncak peringatannya digelar pada Februari 2023.

Ekspedisi Mudik 2024

Baca Juga: Pemkab Sleman Siapkan Dana Rp1,6 Milir untuk Perbaiki SDN 1 Delegan

Sebanyak 250 halaqah yang digelar di pesantren-pesantren itu rencananya akan digelar di Jawa Timur (75 halaqah); Yogyakarta dan Jawa Tengah (75 halaqah); Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten (50 halaqah); dan di luar Pulau Jawa (50 halaqah).

“Lebih dari 12.500 kiai dan ibu nyai akan terlibat dalam Seri Halaqah Fikih Peradaban, yang bertujuan untuk memulai kembali diskusi dan perbincangan mengenai Fikih Siyasah, sebagai warisan intelektual yang tertuang dalam kitab-kitab klasik,” jelasnya.

Menurut dia, salah satu kekuatan komunitas ilmiah di lingkungan pesantren-pesantren Nahdliyin adalah adanya warisan intelektual dalam kitab-kitab klasik atau Kitab Kuning, yang memuat pikiran-pikiran ulama klasik Islam pada rentang abad ke-8 hingga awal abad ke-20.

Baca Juga: Menarik! Tim SAR Bakal Gelar Upacara Kemerdekaan di Laut Gunungkidul

“Tentu saja, buah pikiran ulama ini menggambarkan situasi pada zamannya, terutama situasi pra-negara nasional. Warisan-warisan pemikiran ini tergambar, antara lain, dalam literatur “Fikih Siyasah”, yaitu fikih yang berkenaan dengan masalah kenegaraan,” katanya.

Fikih siyasah juga sangat dipengaruhi oleh konteks politik negara khilafah, di mana ciri yang paling menonjol adalah tentang konsep kewargaan berbasis agama dan tidak adanya batas-batas wilayah secara jelas.

Dalam konteks politik seperti itu, lanjutnya, setiap imperium, yaitu negara yang melintasi batas-batas nasional dan meliputi tanah luas dan etnisitas beragam, berusaha untuk memperluas wilayah setiap saat.

Baca Juga: Buat Keperluan Hidup, Perempuan Muda Curi Motor Milik Anak Kos Bantul

“Inilah yang menjelaskan kenapa setiap negara harus menjaga perbatasan mereka setiap saat. Di batas inilah jihad harus dilakukan setiap saat untuk mencegah invasi, baik dari negara imperium lain maupun dari pasukan non-negara yang terdiri dari kekuatan suku-suku,” katanya.

Sementara itu, dia juga mengatakan saat ini bangsa hidup dalam konteks peradaban baru, yaitu peradaban negara-negara bangsa.

“Karena itu, sudah saatnya, percakapan dimulai kembali di kalangan para kiai, intelektual, sarjana, dan aktivis Nahdliyin untuk membaca kembali warisan Fikih Siyasah kita yang amat berharga itu dalam terang konteks baru tersebut,” ujar Ulil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya